Dalam kondisi krisis moneter dengan kompetisi bebas di ambang pintu, ada baiknya kita berfikir sejenak tentang kondisi dan pengkondisian Sumber Daya Manusia yang ada di Indonesia. Sudah siapkah kita? Mengertikah kita?
Tulisan ini akan mengupas beberapa pergesaran mendasar & drastis paradigma dunia pendidikan karena perkembangan pesat di teknologi informasi khususnya Internet yang pada akhirnya mempercepat aliran ilmu pengetahuan menembus batas-batas dimensi ruang, birokrasi, kemapanan dan waktu. Kita perlu menyadari bahwa di Internet bukan hanya ilmu pengetahuan yang dapat di transmisikan pada kecepatan tinggi akan tetapi juga data dan informasi. Kemampuan untuk mengakumulasi, mengolah, menganalisi, mensintesa data menjadi informasi kemudian menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat sangat penting artinya.
Prasyarat lain yang akan mempercepat pergeseran paradigma dunia pendidikan adalah kompetisi bebas, free trade dan hilangnya monopoly. Kemungkinan prasyarat ini yang akan menghambat di Indonesia karena lambatnya adopsi kompetisi bebas di Indonesia. Akan tetapi saya yakin, cepat atau lambat dan mau tidak mau kompetisi bebas akan berjalan di Indonesia karena desakan dunia global. Bagi kami yang bergerak & betul-betul hidup mengambil manfaat dalam dunia informasi berbasis Internet, sebetulmnya kompetisi bebas & perdagangan bebas telah beberapa tahun ini kami nikmati - bahkan resesi ekonomi belum terlalu parah dirasakan. Mudah-mudahan hal ini dapat menggugah sedikit sebagian dari kita yang belum mengambil manfaat maksimal dari Internet.
Beberapa konsekuensi logis percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang sistem pendidikan konvensional yang selama ini berjalan antara lain adalah:
Sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada lembaga pendidikan formal yang konvensional. Akan tetapi sumber ilmu pengetahuan akan tersebar dimana-mana & setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan. Paradigma ini dikenal sebagai distributed intelligence (distributed knowledge). Fungsi guru / dosen / lembaga pendidikan akhirnya beralih dari sebuah sumber ilmu pengetahuan menjadi mediator dari ilmu pengetahuan tsb. Proses long life learning dalam dunia informal yang sifatnya lebih learning based daripada teaching based akan menjadi kunci perkembangan SDM. Web, Homepage, Search Engine, CD-ROM merupakan alat bantu yang akan sangat mempercepat proses distributed knowledge ini berkembang.
Ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran yang sifatnya konsensus bersama. Pemahaman akan sebuah konsep akan dilakukan secara bersama. Guru / dosen tidak lagi dapat memaksakan pandangan & kehendaknya karena mungkin para siswa / mahaiswa memiliki pengetahuan yang lebih dari informasi yang mereka peroleh selama ini. Keadaan ini dikenal sebagai generation lap (kebalikan dari generation gap). Proses interaksi elektronik, diskusi melalui berbagai Internet mailing list, newsgroup, IRC, Webchat merupakan kunci proses pembentukan collective wisdom ini. Yang menarik disini adalah dari sisi kurikulum, tidak akan pernah terjadi kurikulum resmi yang rigid - kurikulum akan selalu berubah beradaptasi dengan berbagai perkembangan sesuai dengan collective wisdom yang diperoleh dari waktu ke waktu.
Akreditasi, Sertifikasi, pengakuan akan lebih banyak di tentukan oleh masyarakat profesional. Dengan kata lain masyarakat profesional yang akan menjadi penilai (quality control) dari lembaga pendidikan yang ada. Kontrol dilakukan dari kemampuan para alumni sehingga setiap lembaga pendidikan / dosen / guru secara individual akan di nilai langsung oleh masyarakat profesional. Sebagai contoh, di ITB dikembangkan untuk sertifikasi komputer profesional untuk sertifikasi MCP, MCSE, MCT bekerjasama dengan Microsoft yang merupakan bagian dari program AATP yang sifatnya lebih profesional daripada sekedar kurikulum formal pendidikan biasa. Pengembangan konsep ini ke berbagai lembaga lainnya sangat terbuka untuk bekerjasama dengan program AATP Microsoft-ITB. Track record, Curriculum Vitae, Resume, referensi merupakan senjata yang jauh lebih penting & ampuh daripada sekedar ijasah resmi dari lembaga pendidikan. Dengan adanya sertifikasi yang sifatnya global & internasional ini, konsekuensi yang menarik adalah seseorang dengan sertifikat global ini dapat bekerja dimana saja (tidak tergantung batas negara lagi). Hal ini merupakan tantangan yang berat bagi konsep-konsep lama di lembaga pendidikan formal, ujian negara bagi PTS dan Badan Akreditasi Negara (BAN). Konsep kompetisi perlu dikembangkan bagi dunia pendidikan, jadi BAN sebaiknya berfungsi sebagai lembaga untuk melakukan penilaian (rangking) bagi masing-masing lembaga pendidikan.
Training for trainers, tingkat kenaikan jenjang dosen merupakan fokus yang perlu diperhatikan dengan pergeseran paradigma ini. Lembaga pendidikan harus melakukan investasi secara periodik bagi guru & dosen-nya jika ingin tetap memimpin di dunia pendidikan. Kegagalan dalam investasi guru & dosen akan berakibat kalah dalam persaingan merebut mahasiswa terbaiknya. Insentif bagi guru / dosen untuk mendidik diri sendiri bukan datang dari jalur struktural / jabatan; juga bukan dari jenjang kepangkatan tradisional (asisten ahli, lektor, guru besar) yang rigid. Reward yang lebih besar akan lebih banyak diperoleh dari pengakuan yang diberikan langsung oleh masyarakat. Bayangkan secara sederhana, betapa memalukannya jika ada seorang Profesor / Lektor yang ternyata bahasa Inggrisnya patah-patah & belum pernah menulis pada jurnal internasional. Akhirnya semua kembali kepada masyarakat profesional yang akan menilai kualitas sebenarnya seseorang.
Setelah mengetahui perubahan yang mendasar dari paradigma ini, apa yang perlu & bisa kita lakukan sebagai bangsa Indonesia?
Terus terang pendapat saya pribadi sebagai orang Indonesia akan sangat sederhana yaitu mari kita manfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang semakin terbuka untuk memperoleh ilmu pengetahuan & sertifikasi profesioanl ini untuk kebaikan nasib kita masing-masing. Pendidikan formal bukan lagi satu-satunya media untuk mengembangkan diri, karena ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari mana saja. Sertifikasi & akreditasi-pun sebetulnya dapat diperoleh dari mana saja. Bahasa Inggris akan menjadi salah satu aset yang sangat penting untuk dapat mengakses sumber ilmu yang terdistribusi dan menjadi rantai dalam collective wisdom ini. Selain berbahasa Inggris, kemampuan untuk membaca, mencerna dan menulis (menghasilkan) informasi / pengetahuan dengan menggunakan teknologi informasi (Internet) akan sangat strategis untuk dapat memperoleh keuntungan & manfaat yang besar dari keberadaan teknologi informasi.
Akan tetapi perlu di hayati bahwa kompetisi akan cukup ketat untuk memperoleh akreditasi & sertifikasi terbaik. Kerja keras & kerjasama kemitraan strategis dalam sebuah kelompok akan sangat menentukan keberhasilan kita dalam menentukan keberhasilan kita dalam penetrasi pasar. Belajar dari kuliah di kelas saja tanpa mempunyai visi & kemauan yang kuat untuk bertempur di dunia profesional tidak akan cukup. Aktif dalam dunia & kegiatan mahasiswa, maupun membantu kelompok-kelompok penelitian yang ada di masing-masing lembaga pendidikan akan sangat membantu membentuk kemampuan kompetisi yang tangguh. Sayang konsep NKK / BKK yang dulu sempat di canangkan & juga program percepatan Insinyur akhirnya banyak menghalangi mahasiswa dalam memperoleh kemampuan yang dibutuhkan dalam berkompetisi bebas.
Bagi dunia pendidikan, skala ekonomi akan dapat dengan mudah dikembangkan dengan bertumpu pada teknologi informasi beberapa strategi mendasar yang akan membantu antara lain adalah:
Membuka aliansi kerjasama dengan berbagai universitas / dosen terbaik yang ada baik di Indonesia maupun di manca negara. Konsep aliansi untuk kerjasama pendidikan jarak jauh perlu dikembangkan & di encourage oleh DEPDIKBUD. Jangan sampai terjadi kesan "monopoli" bagi penyelenggaraan pendidikan jarak jauh hanya oleh Universitas Terbuka (UT) saja.
Berikan akses Internet bagi mahasiswa, penggunaan konsep warung Internet yang sifatnya self-finance akan sangat menguntungkan bagi investasi & operasional warung tersebut. Akhirnya mahasiswa & lembaga pendidikan yang akan di untungkan. Terus terang, dalam bisnis plan maka modal / investasi sebuah warung Internet dengan 5-10 komputer di sebuah universitas dengan sebuah saluran telepon ke Internet akan kembali dalam jangka waktu 8-12 bulan saja. Jadi pendekatan warung Internet akan menjadi sangat menarik, kunci keberhasilan berada pada kemampuan teknik & management SDM yang menjalankan warung tsb. Raanya tidak banyak yang mempunyai kemampuan ini, umumnya orang yang ahli di dunia pendidikan berada di institusi yang terkait ke Internet ITB, seperti UNSYIAH, UNILA, UNTAN, UMM, UNSOED, UKSW, dll.
Lakukan kerjasama periodik untuk melakukan seminar / workshop / training / pendidikan paska sarjana bagi dosen maupun civitas akademik yang ada supaya tetap pada ujung tombak ilmu pengetahuan.
Mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat memberikan masukan bagi dunia pendidikan di Indonesia pada khususnya dan juga masyarakat umum pada umumnya.
Onno W. Purbo, Institut Teknologi Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar