Masa orde baru, tak bisa dipungkiri kekuatan dominan yang menguasai sitem kehidupan dunia, telah merasuk dan menghegemoni setiap sisi kehidupan ummat manusia didunia ini. Suatu sistim pasar bebas yang tidak terhalang oleh batas–batas territorial, Kedaulatan negara kebijakan pemerintah dan perbedaan tingkat kemampuan menjadi kebutuhan kapitalis dunia untuk mempertahankan akumulasi kapitalnya. Untuk menciptakan sistim tersebut, para kapitalis internasional memerlukan instrumen politik yang cukup memiliki kemampuan mendikte pemerintah dan kapitalis nasional negara dunia ketiga. Melaui instrumen politiknya yaitu IMF, WTO, dan Word Bank para kapitalis internasional menghancurkan kekuatan – kekuatan – kekuatan kapitalis nasional negara dunia ketiga. Hal tersebut tercipta dengan terjadinya krisis ekonomi di Asia Tenggara. Akibat dari krisis tersebut maka satu demi satu pemerintah negara dunai ketiga jatuh kedalam pelukan kediktatoran IMF termasuj Indonesia. Kebijakan pemerintah yang selalu bergantung kepada IMF membuat makin lancarnya jalan bagi kapitalis internasional untuk masuk ke Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah sangat disetir oleh IMF. Dengan bargaining peminjaman modal, IMF menyodorkan program – program yang harus dijalankan dalam rangka pemulihan ekonomi lewat LoI (Letter of Intent). Disini terlihat pemerintah didikte oleh IMF dalam mengambil kebijakan – kebijakan ekonomi (neoliberalisme). Program – program yang harus dijalankan tersebut antara lain :
Penghapusan proteksi, restrukturisasi utang, rekapitalisasi perbankan, privatisasi BUMN, penghapusan subsidi dan juga program karitatif, Jaringan Pengaman Sosial (JPS). Program tersbut dijalankan demi pemulihan ekonomi, seakan–akan berpihak kepada rakyat kecil, pada hal tidak sama sekali. Salah satu contoh adalah akan dihapusnya subsidi pendidikan bagi PTN yang mengakibatkan otonomisasi 4 PTN (ITB, UI, UGM, IPB). Otonomi kampus yang akan diterapkan di 4 PTN tersbut adalah otonomi hanya dalam hal dana saja. Pemerintah berdalih tidak sanggup memberi subsidi bagi PTN tersbut.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa subsidi pendidikan dihapuskan mengapa tidak anggaran militer ataupun dana untuk rekapitalisasi perbankan yang tidak efisien. Disini bisa kita melihat penindasan yang dilakukan kapitalis internasional lewat kekuasaan pemerintah. Dengan akan diterapkanya otonomi kampus oleh pemerintah daerah maka akan timbul dampak yang sangat merugikan rakyat termasuk juga mahasiswa, antara lain:
(1). Pendidikan akan dikesankan menjadi suatu yang mahal akibat dari naiknya SPP dan pendidikan diPerguruan Tinggi hanya diperuntukkan bagi orang – orang kaya, sedangka n bagi rakyat miskin makin kecil peluang untuk bisa meyecap pendidikan diperguruan tinggi dan akhirnya hanya menjadi pekerja – pekerja murah. Akibatnya makin lebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan miskin. Intelektual – intelektual yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi akan menjadi golongan yang minoritas dan segeralah kaum inteletual menjadi penjajah kaum Mayoritas yang tak mampu mengecap pendidikan, dengan bermodal pengetahuan mereka.
(2). Matinya dunia kemahasiswaan. Pemilik modal tidak akan membiayai kegiatan – kegiatan mahasiswa yang tidak akan mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Pemodal (swasta maupun pemerintah melalui block grant) jelas menginginkan perguruan tinggi sebagai pabrik sarjana dapat menghasilkan produk (lulusan) dengan cepat. Solusinya. Pengetatan kurikulum dan pembatasan waktu kuliah.Dengan kurikulum yang padat tidak ada pilihan lagi bagi mahasiswa selain mempelajari bidangnya saja karena diancam dengan pemotongan subsidi bila mana masa kuliahnya melebihi lima tahun (Berlaku untuk angkatan 99), akibtanya mahasiswa semakain terkotak – kotan dan individualistis. Didalam kondisi negara dimana MPR/DPR tidak dapat berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat. Negara sangat beruntung apabila mahasiswa hanya terfokus pada studinya saja karena demikian berkuranglah satu kelompok yang paling kritis pada kebijakan pemerintah. Hal ini jelas dapat melanggengkan kekuasaan penguasa. Dengan semakin cepat seorang mahasiswa lulus, maka akan semakin pula pemilik modal merengguk keuntungan dari mahasiswa.
(3). Pendidikan yang seharusnya diarahkan dalam pengembangan daya nalar secara rasional tetapi otonomi kampus pendidikan diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang berpola pikir feudal. Hal tersebut terjadi karena kurikulum pendidikan berisi ilmu – ilmu yang bertujuan melayani/mengoperasikan mesin – mesin kapitalis.
(4). Adanya perampingan jumlah karyawan di PTN sebagai konsekuensi dari efisiensi pengeluaran anggaran. Cara lain yang dipakai adalah dengan sistim kontrak kerja pewagai yang sifatnya tidak mempedulikan masa depan pegawai tersebut. Kapitalisme internasional sangat berkepentingan sekali dengan otonomi kampus karena mereka mengharapkan dengan otonomi kampus nanti, perguruan tinggi negeri akan menghasilkan kerja – kerja yang berkualitas (kata berkualitas ini sesuai yang dibutuhkan pemilik modal) dan buruh kerah putih yang murah daripada mereka (kapitalis) harus mendatangkan tenaga – tenaga ahli dari tempat mereka yang memiliki standar gaji tinggi.
Dari uraian – uraian diatas terlihat bahwa kita sebagai mahasiswa hanya akan menjadi pelayan dari pada memilik modal.
Apa yang harus kita lakukan ?
Empat perguruan tinggi yang dijadikan proyek percontohan (pilot project) hanyalah strategi pemerintah untuk melokalisir gejolak (demonstrasi penolakan otonomi ) yang akan terjadi apabila semua perguruan tinggi diotomonikan sekaligus. Pemerintah sendiri sebenarnya sudah merencanakan untuk mengotonomikan semua perguruan tinggi negeri, hanya menunggu moment yang tepat. Inilah saatnya mahasiswa untuk berhati – hati agar jangan sampai terjebak pada sikap sectarian antar perguruan tinggi. Yang sudah didepan mata adalah penghapusan subsidi pendidikan, bagi seluruh perguruan tinggi, dan ini sudah menyangkut kepentingan seluruh perguruan tinggi, dan ini jelas sudah menyangkut kepentingan seluruh perguruan tinggi. Jangan terjebak dengan superioritas ITB yang berada pada titik paling tinggi optimisme dalam hal pencarian dana (Walaupun ini dapat dibantah berdasarkan fakta adanya 120 mahasiswa TPB yang tidak dapat membayar SPP dan pihak rektorat tidak mampu menyediakan bea siswa). Bagaimana dengan nasib perguruan tinggi diluar Jawa yang secara mutu jauh beda dengan IPB? Dibiarkan saja semakin terpuruk karena ketidak adaan fasilitas, dan semakin terseleksinya mahasiswa yang masuk ke Perguruan Tinggi berdasarkan kemampuan ekonominya? Kalau mahasiswa masih sektarian memperjuangkan empat perguruan tinggi negeri yang akan diotonomkan saja maka ini sama saja dengan membiarkan rakyat Indonesia di masa depan semakin terpuruk oleh kesenjangan social yang semakin melebar. Mari kita galang solidaritas dengan perguruan tinggi nasional, bahkan internasional karena ternyata bukan hanya Perguruan Tinggi di Indonesia saja yang kena otonomi tapi juga dinegara lain seperti Australia dan Mexico.**
TENTANG SEBUAH GERAKAN
Tadinya aku pengen bilang :
Aku butuh rumah tapi lantas kuganti dengan kalimat Setiap orang butuh tanah ingat: setiap orang!
aku berpikir tentang sebuah gerakan tapi mana mungkin aku nuntut sendirian
aku bukan orang suci yang bisa hidup dari sekepa nasi dan air sekendi
aku butuh celana dan baju untuk menutupkemaluanku
aku berpikir tentang gerakan tapi mana mungkinkalau diam ?
Puisi Wiji Thukul
Oleh ben Bella*
* Penulis adalah Ketua CC Komunitas Pelataran Baruga (KONTRA) Makassar,
Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Wilayah VII Sulawesi
Mahasiswa fak. Hukum UNHAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar