Posisi mahasiswa memegang peranan yang sangat signifikan dalam perubahan, dalam hal ini mahasiswa sebagai barisan pelopor dalam perubahan. Posisinya yang signifikan ini menyebabkan banyaknya kepentingan yang berlomba-lomba untuk masuk dan berpengaruh dalam dunia kemahasiswaan. Dunia kemahasiswaan memang bukanlah dunia yang netral, dimana hanya berkutat pada pendidikan semata, tapi sekali lagi sebuah dunia yang sarat akan kepentingan dan dibelakang itu semua, terdapat kekuatan besar yaitu kekuaan ideologi dominan yang menghegemoni saat ini. Mahasiswa kemudian tidak lagi menjadi kekuatan kontrol dalam negara, tetapi malah menjadi kekuatan yang mem-back up kekuatan dari sekelompok/segolongan orang dengan kepentingannya masing-masing.
BERCERMIN DARI SEJARAH
Sejarah telah membuktikan pada kita bahwa kekuatan yang mampu mengadakan perubahan dinegara ini (tanpa menafikkan kekuatan elemen rakyat yang lain) adalah kekuatan massa mahasiswa. Massa mahasiswa yang tumpah kejalan-jalan, pusat-pusat pemerintahan dan instansi-instansi pemerintahan lainnya itulah yang mendesakkan tuntutan-tuntutan perubahan kepada pemerintah, meskipun perjuangan tersebut harus dibayar dengan darah dan air mata. Sejarah telah mencatat pula nama-nama yang telah menjadi martil perubahan di negeri ini.
Gerakan mahasiswa indonesia dari dulu sampai sekarang selalu mengalami pasang surut gerakan. Ini karena gerakan mahasiswa selalu mengikut pada momentum. Pada saat ada momentum, gerakan mahasiswa tiba-tiba menjadi massif, tetapi kalau tidak ada, maka gerakan akan hilang. Mahasiswa kemudian tidak mampu menjaga konsistensi gerakan.
Tahun 1966 yang sering menjadi bahan pembicaraan yang hangat apabila berbicara tentang gerakan mahasiswa indonesia, menyisakah banyak pelajaran bagi kita, khususnya dalam mengolah gerakan. Pelajaran tersebut antara lain:
1.Harus menjaga konsistensi gerakan. Dalam artian bahwa persoalan yang dihadapi bukan sekedar mulai melakukan perubahan, namun yang paling penting adalah menyelesaikan perubahan sesuai dengan arah perubahan yang diinginkan. Jangan karena euforia kemenangan sesaat, maka kita lalu melupakan persoalan selanjutnya. Kita lihat, ditahun 65-66, setelah berhasil menumbangkan sukarno, gerakan mahasiswa lalu menjadi surut, dan mahasiswa kembali kekampus dan mulai kegiatan-kegiatan akademis, rekreatif, dsb. Mahasiswa melupakan persoalan bahwa masalah bukan sekedar menumbangkan rezim, namun setelah itu mahasiswa harus terus mengawal agenda-agenda perubahan sampai terbentuknya suatu pemerintahan yang betul-betul demokratis. Ini yang tidak dilakukan oleh mahasiswa saat itu. Dan ironisnya, peristiwa ini kembali terulang di tahun 1998, dimana mahasiswa memposisikan dirinya sebagai dewa penyelamat yang muncul ketika ada masalah dan pegi begitu saja ketika masalah telah diatasi.
2.Koloborasi gerakan mahasiswa dengan militer, sangat merugikan gerakan mahasiswa sendiri. Ini bisa kita lihat, bahwa setelah peristiwa tersebut, militerlah yang kemudian menikmati kemenangan dari gerakan mahasiswa yang kemudian memunculkan suharto sebagai pahlawan yang kemudian berkuasa, menguras hasil bumi dan menindas rakyat indonesia selama 32 tahun. Koloborasi ini juga menghilangkan jiwa kepeloporan dalam gerakan mahasiswa. Kita tentu tahu, sebagai institusi pemerintah dan sebagai alat pertahanan keamanan negara, militer memiliki sistem, organisasi dan perangkat manajemen organisasi yang mapan, kuat dan sistematis dibandingkan mahasiswa yang hanya bermodal semangat, idealisme. Jelas, ketika mahasiswa dan militer berkloborasi, maka hasilnya hanya akan dinikmati oleh militer, sedang mahasiswa akan diarahkan masuk kekampus dengan seabrek peraturan-peraturan yang yang dikekangkan. Kecenderungan kita untuk tidak bergabung dengan kekuatan militer, bisa kita analia dari pendapat Lucian W. Pye dalam bukunya Political Parties and Political Development, yang menjelaskan keterkaitan hubungan sipil dengan militer, yaitu;
~Pola perkembangan dimana militer memainkan peranan yang menonjol karena didalam masyarakat yang tidak stabil, militer merupakan satu-satunya unsur yang terorganisir secara efektif yang mampu bersaing untuk memperoleh kekuasaan politik serta mampu membentuk kebijaksanaan umum.
~Dimana militer secara formal sementara mendukung pembangunan demokrasi, etapi sebetulnya memonopli arena politik serta memaksa elit politik yang muncul dimana saja untuk memusatkan perhatiannya khusus pada persoalan sosial dan ekonomi.
~Militer sebagai suatu organisasi yang modern dimasyarakatnya, mengambil alih peran administrasi dan pengawasan.
Jadi jelas bahwa uluran tangan kerjasama dari militer merupakan cara mereka untuk merangkul elemen-elemen gerakan yang ada untuk kemudian mengambil kesempatan untuk menelikung kemenangan yang telah diperoleh.
Oleh Ben Bella
Tidak ada komentar:
Posting Komentar