Sabtu, 13 Februari 2016

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

RESUM MAKALAH PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


A.    PENDAHULUAN
            Mantan Menteri Pendidikan Nasional, H.A. Malik Fadjar menyatakan sebuah statement menarik yang intinya bahwa: “pada saat ini di dunia pendidikan kita masih kekurangan guru, kalau tenaga pengajar banyak, tetapi tenaga guru masih sangat langka. Ukuran kualitas Perguruan Tinggi bukan hanya dilihat dari berapa yang bergelar Doktor, tetapi berapa banyak guru di dalamnya”.

            Masyarakat Gloabal mengakui bahwa guru memiliki banyak kontribusi terhadap pembentukan sikap, prilaku, serta ketercapaian transfer of learning kepada para peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Jasa para guru ini patut dihargai dengan
segala konsekuensi peningkatan kesejahteraan dan taraf kehidupannya, karena mereka disamping merupakan tumpuan harapan bagi orang banyak, baik rakyat jelata maupun petinggi negara.

            Akhir-akhir ini masalah profesionalisme guru banyak diperbincangkan di berbagai media (cetak atau elektronik) dan forum-forum kajian atau seminar-seminar. Banyak pertanyaan yang timbul dengan profesionalisme guru, apakah hal yang membuat itu merosot?, apakah karna kurangnya kesejahteraan ataukan karna hal lain?

          Masih banyak hal yang patut dipertanyakan menyangkut guru. Namun demikian, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang peningkatan mutu guru sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan kesejahteraan dan kualitas kompetensi guru dengan asumsi bila penghasilan guru dan kompetensi guru juga bagus, maka kinerja guru akan bagus, untuk selanjutnya kegiatan belajar mengajar pun akan menjadi bagus dan akhirnya pendidikan menjadi bermutu. Asumsi diatas dipengaruhi oleh teori Alder(1961), bahwa tidak ada kualitas proses pembelajaran tanpa ada kualitas perilaku guru, dan tidak ada kualiatas hasil pendidikan tanpa ada kualitas proses pembelajaran. Jadi intinya kualitas hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas perilaku guru. Karena itu, tidak ada anak yang tidak bisa dididik, yang ada adalah guru yang tidak berhasil mendidik.


B.    TANTANGANPENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PENTINGNYA PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PAI

            Selama ini pendidikan agama islam (PAI) sekaligus guru PAI di sekolah sering dianggap kurang berhasil (untuk tidak mengatakan gagal) dalam menggarap sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik serta membangun moral dan etika bangsa. Sebagai indikator-indikatornya, antara lain: (1) membudayakan ketidakjujuran dan rasa tidak hormat anak kepada orang tua dan guru di kalangan anak-anak dan remaja; (2) semakin maraknya anak-anak dan remaja yang gemar melihat gambar-gambar porno dan atau menonton film dan situs porno; (3) semakin maraknya pacaran yang melampaui batas-batas norma agama, dan bahkan ada di antara yang telah melakukan hubungan seksual sebelum nikah; (4) meningkatnya tindak kekerasan atau pertengkaran di kalangan remaja; (5) semakin maraknya anak-anak dan remaja yang gemar bermain play station, sehingga lupa ber-dzikir ke hadirat ALLAH, lalai sholat tepat pada waktunya, serta tidak gemar membaca Al-Qur’an dan berdo’a; (6)semakin maraknya pengguna narkoba serta minuman alkohol di kalangan para remaja; (7) menurunnya semangat belajar, etos kerja, kedisiplinan, dan kecenderungan untuk memperoleh hidup yang mudah tanpa kerja keras; (8) menurunnya rasa tanggung jawab anak-anak dan remaja, baik terhadap diri, keluarga, lingkungan masyarakat, maupun bangsa dan negara; (9) membudayakan nilai materialisme (materialism, hedonism) di kalangan anak-anak dan para remaja; dan lain-lain.

           Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pada pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa pendidikan di indonesia didefinisikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”(UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas, Ps. 1 ayat 1). Dari definisi tersebut dapat digarisbawahi bahwa pendidikan merupakan upaya pengembangan potensi diri anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Maka dari itu guru harus melakukan upaya spiritualisasi pendidikan dalam aktivitas pendidikan atau berupaya menginternalisasikan nilai-nilai atau spirit agama melalui proses pendidikan ke dalam seluruh aspek pendidikan sekolah/madrasah.

            Imam Tholkhah (Direktur Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, 2009) mengidentifikasikan berbagai tantangan PAI, yaitu:

1.      Guru agama harus membebaskan diri dari paradigma mengajar lama yang berciri dogmatis-eksklusif dan menekankan hafalan. Pendidikan agama harus menghasilkan insan muda yang tahu menghargai perbedaan dan menghayati nilai-nilai kemanusian universal.
2.      Desain kurikulum pendidikan agama masih dogmatis dan informatif. Untuk itu, dibutuhkan kreativitas dan dedikasi guru agama untuk mengajarkan nilai-nilai universal agama kepada semua muridnya.
3.      Masyarakat cenderung memandang bahwa pendidikan agama di sekolah selama ini tidak berhasil mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan diharapkan masyarakat.
4.      Terjadinya krisis moral dan krisis sosial yang kini semakin menggejala dalam kehidupan masyarakat, diduga sebagai salah satu penyebabnya adalah gagalnya pelaksanaan PAI di sekolah.
5.      Masih banyaknya orang mempertanyakan keberhasilan pendidikan agama di sekolah dikarenakan beberapa hal diantaranya: (1) kenyataan anak didik setelah belajar 12 tahun (SD, SLTP, dan SMU/K) umumnya tidak mampu membaca al-Qur’an dengan baik, tidak melakukan shalat dengan tertib, tidak melakukan puasa di bulan puasa Ramadhan dan kurang paham sopan santun; (2) masih seringnya terjadi tawuran antar pelajar; (3) masih meluasnya korupsi, kolusi, dan nepotisme di semua sektor kemasyarakatan, merupakan isyarat masih lemahnya kendali akhlak di dalam diri seseorang.
6.      Berhasil tidaknya pendidikan agama islam diukur dari sejauh mana pengalaman ajaran agama yang telah diajarkan di sekolah.  Penyelenggaraan pendidikan agama islam tidak manghasilkan korelasi yang signifikan karna terbukti bahwa anak didik yang memperoleh nilai tinggi dalam mata pelajaran pendidikan agama tidak menunjukkan ketaatan dalam melaksanakan ajaran agama.
7.      Ketidak efektifan pendidikan agama islam di sekolah disebabkan: (1) pendidikan agama di sekolah lebih mengutamakan orientasi kognisi; (2) belum ada pendidikan agama di sekolah yang diselenggarakan secara sistematik dan terpadu bagi anak didik; (3) pelaksanaan evaluasi pendidikan agama di sekolah cenderung menekankan pada aspek kognitif.
8.      Tidak berhasilnya meningkatkan etika dan moralitas peserta didik
9.      Masalah yang berhubungan dengan peserta didik yaitu: minat belajar/mendalami pengetahuan agama islam rendah; minat belajar/kemampuan membaca kita suci Al-Qur’an rendah, meskipun akhir-akhir ini mulai membaik; fondasi keimanan dan ketaqwaan peserta didik terkesan masih felatif rantan; prilaku menyimpang di bidang akhlak; pekaian narkoba.

            Permasalahan pendidikan agama islam setidaknya didasarkan pada beberapa alasan: pertama, adalah merupakan fitrah setiap orang bahwa mereka menginginkan pendidikan yang lebih baik, meskipun belum tahu mana yang sebenarnya lebih baik. Kedua, teori-teori pendidikan akan selalu ketinggalan zaman, karena ia dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah pada setiap tempat dan waktu. Ketiga, perubahan pandangan hidup juga ikut berpengaruh terhadap ketidakpuasan seseorang akan keadaan pendidikan, sehingga pada suatu saat seseorang telah puas dengan sistem pendidikan yang ada. Pada akhirnya sebaik apapun kebijakan yang dirancang oleh para pimpinan jajaran pendidikan, pada akhirnya guru yang mengoperasikan di sekolah/madrasah. Guru adalah ujunga tombak pendidikan. Ibarat pemai sepak bola, guru adalah penyerang depan yang bertugas mencetak gol. Karena itu hal yang harus dibangun oleh sebuat lembaga pendidikan adalah bagaimana memiliki guru yang mempunyai kompetensi, dedikasi dan komitmen yang tinggi.


C.    PENDIDIKAN AGAMA ISLAM: HAKEKAT DAN INTERKONEKSINYA DENGAN MATA PELAJARAN LAINNYA DI SEKOLAH/MADRASAH

Kerap kali orang salah menilai, memandang bahwa pendidikan islam dengan pendidikan islam itu sama. Padahal dari kedua istilah itu masing-masing memiliki subtansi yang berbeda. Pendidikan Agama Islam (PAI) dibakukan sebagai nama dari sebuat kegiatan kependidikan yang bermateri atau mata pelajarannya adalah Agama Islam, yang mana teori-teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an dan Hadist (ayat-ayat qauliyah) yang didukung oleh hasil penelitian terhadap ayat-ayat kauniyah, atau sebaliknya hasil penelitian terhadap ayat-ayat kauniyah (empirik) dikonsultasikan dengan ayat-ayat qauliyah.

   Istilah “pendidikan Islam” dapat difahami dalam beberapa perspektif (Muhaimin, 2003), yaitu:

1.      Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam, dan/atau sistem pendidikan yang Islami, yakni pendidikan yang difahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur’an dan al-sunnah/hadist.
2.      Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya mendidikan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.
3.      Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Dalam pengertian ini istilah pendidikan difahami sebagai proses pembudayaan dan pewarisan ajaran agama, budaya dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya.



Apa yang harus diperbuat peserta didik terhadap dirinya sendiri? Dalam Q.S At-Tahrim ayat 6, dinyatakan bahwa manusia beriman hendaknya menjaga, memelihara dan memperbaiki kualitas diri dan keluarganya agar terhindar dari kesengsaraan hidup. Dalam konteks pendidikan di sekolah/madrasah, maka program pendidikan perlu dirancang dan diarahkan untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan cara memfasilitasi, memotivasi, membantu, membimbing, melatih serta mengajar dan/mencitakan suasana agar para peserta didik dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas, IQ, EQ, CQ, dan SQ.

Apa yang akan diperbuat oleh peserta didik terhadap lingkungan fisiknya? Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bagaimana sikap yang harus dikembangkan seseorang terhadap lingkungan fisiknya, yang hal ini harus terimplisitkan dalam pendidikan ilmu pengetahuan alam(IPA). Manusia juga diberitahu bahwa kemurahan Tuhan yang dilimpahkan lewat langit dan bumi adalah diperuntukkan bagi manusia, dan ia diberi akal dan berbagai kemampuan untuk memahami semua rahasia alam dan menikmati segenap manfaat yang terdapat di alam.

Apa makna lingkungan sosial bagi dirinya dan apa pula yang akan diperbuat olehnya di lingkungan sosialnya? Manusia perlu memupuk sikap sosial yang bersifat transnasional, primodialisme dapat ditekan serendah mungkin, Nasionalisme harus belajar berdampingan dengan regionalisme dan globalisme, tanpa kehilngan makna dan kekuatannya sebagai sumber vitalitas politik. Dalam surat al-Hujarat ayat 1-18 dinyatakan bahwa manusia harus mengembangkan sikap bersaudara terhadap lingkungan sosialnya, dan dilarang mentertawakan, mengolok-ngolok, dan mengumpat.

Apa yang akan diperbuat terhadap keturunannya atau generasi mendatang? Hal ini merupakan konsekuensi dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Dalam arti, jika peserta didk telah mampu mengembangkan kualitas diri baik dari segi fisik biologis (sehat kinestetis-spotif), psikis

D.    GURU DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

         Kata Ustadz biasa digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesinal, bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continious improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan zamannya secara berkelanjutan.

            Kata “ta’lim” berasal dari kata dasar “ilm” yang berarti menagkap hakekat sesuatu. Dalam setiap “ilm” terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliah.

            Kata “tarbiyah “ berarti pendidikan. Kata-kata yang bersumber dari akar kata ini memiliki arti yang berbeda-beda, tetapi pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada arti pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan dan perbaikan. Proses penciptaan dan pembimbingan manusia agar mampu melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi ini, disebut sebagai proses dan fungsi rububiyah ALLAh terhadap manusia.

No
Istilah Pendidikan
Tugas Pendidikan Islam
1
Ustadz
Orang yang komitmen terhadap profesionalisme, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement. Ustadz bertugas untuk melakukan ta’lim, tarbiyah, irsyad, tadris, ta’dib, tazkiyah, dan tilawah.
2
Ta’lim
Upaya membantu peserta didik agar mampu menangkap makna dibalik yang tersurat, mengembangkan pengetahuan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, baik secara teoritis maupun praktis, atau melakukan “transfer ilmu/pengetahuan, internalisasi, serta amaliah (implementasi) secara terpadu.
3
Tarbiyah
Upaya membantu peserta didik agar mampu mengatur, memelihara, mengembangkan, memperbaiki, dan meningkatkan dirinya dengan segala potensinya dan satuan sosial (dalam kehidupan masyarakat) secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih baik.
4
Irsyad
Upaya meningkatkan kualitas akhlak dan kepribadian peserta didik atau upaya pemberian keteladanan.
5
Tadris
Upaya mencerdaskan peserta didik, memberantas kebodohan mereka, serta melatih ketrampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya sehingga menjadi tenaga yang produktif.
6
Ta’dib
Upaya menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang berkaulitas di masa depan.
7
Tazkiyah
Upaya penyucian jiwa peserta didik sehingga ia kembali kepada fitrahnya.
8
Tilawah
Upaya pewarisan nilai-nilai ilahi dan nilai-nilai insani kepada peserta didik.

Dari pemahaman di atas, maka tugas guru dalam perspektif pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a.  Mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan dalam melakukan ta’lim, tarbiyah, irsyad, tadris, ta’dib, tazkiyah, dan tilawah.
b.      Mengembangkan pengetahuan teoritis, praktis dan fungsional bagi peserta didik
c.       Menumbuhkembangkan kreativitas, potensi-potensi dan/atau fitrah peserta didik
d.     Meningkatkan kualitas akhlak dan kepribadian, dan/atau menumbuhkembangkan nilai-nilai insani dan nilai Ilahi.
e.       Menyiapkan tengaga kerja yang produktif.
f.    Membangun peradaban yang berkualitas (sesuai dengan nilai-nilai Islam) di masa depan
g.      Membantu peserta didik dalam penyucian jiwa sehingga ia kembali kepada fitrahnya.
      h.   Mewariskan nilai-nilai Ilahi dan nilai-nilai insani kepada peserta didik.




Profesionalisme dalam suatu pekerjaan atau jabatan ditentukan oleh tiga faktor penting, yaitu: (1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan keahlian atau spesilaisasi, (2) kemampuan untuk memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus) yang dimiliki, (3) penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian yang dimiliki itu. Suatu profesi memiliki persyaratan tertentu, yaitu: (1) menuntut adanya keterampilan yang mendasar pada konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendasar, (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya, (3) menuntut tingkat pendidikan yang memadai, (4) menuntut adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan, (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan, (6) memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, (7) memiliki obyek tetap seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan peserta didiknya, dan (8) diakui di masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masayarakat.
            Pendidikan Agama Islam memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya, yaitu: (1) PAI berusaha untuk menjaga akidah peserta didik agar tetap kokoh dalam situasi dan kondisi apapun; (2) PAI berusaha menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai yang tertuang dan terkandung dalan al-Qur’an dan al-sunnah/al-hadist; (3) PAI menonjolkan kesatuan iman, ilmu dan amal dalam kehidupan sehari-hari; (4) PAI berusaha membentuk dan mengembangkan kesalehan individu dan sekaligus kesalehan sosial; (5) PAI menjadi landasan moral dan etika dalam pengembangan ipteks dan budaya serta aspek-aspek kehidupan lainnya; (6) Subtansi PAI mengandung entitas-entitas yang bersifat rasional dan supra rasional; (7) PAI berusaha menggali, mengembangkan dan mengambil ibrah dari sejarah dan kebudayaan (peradaban) Islam (8) dalam beberapa hal, PAI mengandung pemahaman dan penafsiran yang beragam, sehingga memerlukan sikap terbuka dan toleran atau semangat ukhuwah Islamiyah

            Ada beberapa fenomena sosiologis-religius yang disimpulkannya dari data sosial (masyarakat) yang dibaca beliau selama beberapa tahun, yaitu: (1) politheisme yang merajalela di mana-mana; (2) kesenjangan sosio-ekonomi yang parah antara yang punya dan tak punya; dan (3) tidak adanya rasa tanggung jawab terhadap nasib manusia secara keseluruhan.

Menurut Brikan Barky al-Qurasyi (1984), bahwa sifat-sifat guru adalah : (1) dalam setiap tindakan mengajar harus bertujuan untuk mencari keridhaan ALLAH; (2)menerapkan ilmunya dalam bentuk perbuatan; (3) amanah dalam mentranformasikan ilmu; (4) menguasai dan mendalami bidan ilmunya; (5) mempunyai kemampuan mengajar; (6) bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap peserta didik; dan  (7) memahami tabiat, kemampuan dan kesiapan peserta didik.


No
KOMPETENSI GURU
A.
Kompetensi Pedagogik:
1
Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
2
Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3
Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
4
Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
       
NO
KOMPETENSI INTI GURU
A.
Kompetensi Pedagogik:
5
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
6
Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
7
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
8
Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
9
Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
  10
Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
  B
Kompetensi Kepribadian
 11
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional indonesia.
 12
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
 13
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
 14
Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri,
 15
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru
  C
Kompetensi Sosial
 16
Bersikap inklusif, berfikir obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
 17
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
 18
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
 19
Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
  D
Kompetensi Profesional
 20
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
 21
Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu
 22
Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
 23
Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reklektif
 24
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.


Tipe-tipe kemampuan profesionalisme guru juga terdapat bermacam-macam tipe, yaitu: (1) guru yang memiliki semangat kerja yang tinggi dan kemampuan profesional yang tinggi; (2) guru yang memiliki semangatg kerja yang tinggi, tetapi kemampuan profesionalnya rendah; (3) guru yang memiliki semangat kerja yang rendah, tapi kemampuan profesionalnya tinngi; dan (4) guru yang memiliki semangat kerja yang rendah dan kemampuan profesionalnya juga rendah.



F.     PENUTUP
Agar kekompakan kerja dan keharmonisan hubungan di antara pasangan-pasangan itu dapat terwujud, maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih, menyeleksi, atau bahkan melakukan pembinaan terhadap pasangan-pasangan atau mitra kerja (pendidik dan tenaga kependidikan lainnya), yaitu :
1.      Istithaah’ yakni mau (bersedia) dan mampu untuk berpasangan secara kompak dan harmonis dalam mendidik peserta didik;
2.  Limaliha (karena kekayaan harta/ meterinya), dalam konteks pendidikan dapat bermakna wawasan keilmuan dan keahliannya, atau kematangan profesionalismenya.
3.  Lijamaliha (karena kecantikannya), dalam konteks pendidikan dapat bermakna profilnya yang menarik baik dari segi fisik, psikhis, maupun etika solusinya.
4.   Linasabiha (karena keturunannya), dalam konteks pendidikan dapat bermakna asal usulnya atau latar belakang pendidikan
5.     Lidiniha (karena agamanya), dalam konteks pendidikan dapat bermakna komitmennya terhadap ajaran dan nilai-nilai agama Islam, sehingga dalam setiap aktivitas pendidikannya selalu melakukan spiritual pendidikan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar