Sabtu, 27 Februari 2016

KEBANGKITAN ISLAM

Kebangkitan Islam
Kebangkitan Islam merupakan wacana yang suram dalam pemikiran Islam kontemporer. Fenomena ini tidak sepenuhnya tampak jelas, tetapi sebaliknya tidak pula dapat dikatakan tidak jelas. Hal tersebut barangkali disebabkan oleh kesenjangan ijtihad-ijtihad fikih. Mungkin pula karena bayang-bayang sejarah sejak Perang Salib masih mendominasi pandangan sebagian kalangan hingga kini, atau karena aktivis-aktivis yang terlibat dalam persoalan ini pada umumnya adalah para da'i, bukan para politisi atau pakar hukum. Apalagi sebagian dari mereka menolak simbol-simbol fenomena Islam di zaman sekarang. Mereka adalah orang-orang yang berada pada tingkat menengah, bukan termasuk keluarga terkemuka atau terbelakang.

Sementara itu, problem metodologis yang esensial membutuhkan peneguhan sebelum memunculkan persoalan kebangkitan Islam, yakni masalah hak antar warga negara. Itulah sebabnya, struktur atau unsur-unsur kebangkitan juga membutuhkan batasan-batasan agar kita mengetahui pandangan-pandangan yang harus dipedomani dan ukuran yang harus digunakan untuk menilai pandangan tersebut. Di sisi lain, kita harus mengakui bahwa seorang peneliti menghadapi berbagai kesulitan dalam menjelaskan fenomena pemikiran Islam secara objektif. Artinya, ketika kita mencoba mengungkapkan kondisi fenomena Islam dari perspektif persamaan hak antar warga negara, kita secara metodologis menghadapinya dengan dua pertanyaan mendasar, yakni "siapa" dan "apa."
Kebangkitan Islam: "Siapa" dan "Apa"?

Meski struktur fenomena keislaman atau unsur-unsurnya bukan topik studi ini, namun pembatasan struktur tersebut akan membantu dalam perumusan pembahasan. Begitu pula sumber yang dirujuk untuk keperluan studi ini dan merumuskan usulan-usulan adalah sangat penting, apalagi dalam wacana yang mengandung variasi pemikiran yang amat beragam mengenai kebangkitan Islam.
Variasi pemecahan permasalahan kebangkitan Islam selalu mempersoalkan berbagai kelompok atau sempalannya tanpa sikap kritis terhadap fakta bahwa tidak semua kelompok ini menempati posisi signifikan dalam kebangkitan. Anggapan bahwa semua kelompok itu signifikan mungkin disebabkan oleh rumusan yang kurang tepat mengenai kebangkitan, yakni mengasumsikan kebangkitan sebagai kemampuan suatu kelompok untuk mengadakan pergerakan.

Penulis akan mengungkapkan secara singkat mengenai konsep dasar dari masalah yang kita perbincangkan. Menurut penulis, ada empat kategori kelompok dalam Islam.

Pertama, kelompok-kelompok terorganisir dan berpolitik. Kelompok-kelompok ini direpresentasikan oleh al-Ikhwan al-Muslimun (Mesir), al-Jihad wa at-Tahrir al-Islami, al-Jabhah al-Islamiyah al-Qaumiyah (Sudan), al-Ittijah al-Islami (Tunisia), dan al-Hizbut at-Tahrir al-Islami. Gerakan sejenis yang terdapat di luar Dunia Arab misalnya eksperimen di Iran (oleh kaum muslim Syi'i) dan program Jami'at Islami di India.

Kedua, kelompok-kelompok terorganisasi, tetapi tidak berpolitik. Kelompok-kelompok ini direpresentasikan oleh mayoritas kaum sufi dan Jamaah Tablig di India. Kelompok-kelompok ini mengalami perkembangan kegiatan hingga mencapai Dunia Arab pada tahun-tahun terakhir ini. Selain itu, para pengikut kelompok salaf juga termasuk dalam kategori ini. Mereka menekankan tauhid dan memerangi bid'ah. Dan yang terakhir adalah para pendukung sunnah Nabi saw. yang banyak bermunculan di Mesir.

Ketiga, kelompok bebas yang tidak berafiliasi pada suatu organisasi, tetapi memainkan peran aktif dalam membentuk intelektualitas Islam dewasa ini. Misalnya: Syekh Ali ath-Thantawi, Syekh M. Mutawalli asy-Sya'rawi, Syekh Abdul Hamid Kisyik, Syekh Ahmad al-Makhlawi, dan Syekh Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi, Guru Besar Fakultas Syari'ah di Damaskus yang sebagian karyanya tersebar di kalangan agamawan Mesir, meskipun tokoh ini kurang dikenal masyarakat umum.

Keempat, kelompok-kelompok yang tidak terorganisasi dan tidak berpolitik. Kelompok-kelompok ini direpresentasikan oleh umat Islam yang sedang dalam proses pertumbuhan keimanan. Akhir-akhir ini mereka memenuhi masjid-masjid serta melaksanakan ibadah 'umrah dan haji, sedangkan kaum wanitanya mengenakan jilbab secara sukarela. Lapisan ini berkembang cepat dan mengarahkan dirinya secara esensial. Mereka tidak mempunyai sistem apa pun, baik dalam pemahaman ataupun eksperimen keberagamaan. Akan tetapi, mereka meletakkan seluruh aspek kehidupan di bawah pedoman Islam. Memang harus diakui, banyak jalan menuju keridhaan Allah SWT.

Penulis memandang bahwa kelompok yang disebut terakhir merupakan fondasi real bagi kebangkitan Islam yang tidak direkayasa, apalagi mereka merupakan sumber pijakan bagi kelompok-kelompok lain, baik yang moderat dan ekstrem, maupun yang a-politis.
Berdasarkan konsep ini, maka tidak cukup mencari solusi ideal dan komprehensif mengenai masalah persamaan hak antar warga negara hanya dengan menganalisis berbagai kelompok dan aliran kebangkitan Islam. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah memahami psikomassa dan pengaruhnya.

Hal yang terkait dengan pertanyaan "apa" yang disodorkan di awal tulisan adalah kelompok yang pernah bereaksi disebabkan kesenjangan pemikiran dengan aliran-aliran atau kelompok-kelompok lain. Bukti paling jelas dari bentuk-bentuk yang terorganisasi itu adalah al-Ikhwan al-Muslimun, kelompok Islam yang terbesar pada zaman sekarang dengan catatan perjalanannya yang dinamis. Penulis pikir, permasalahan penting ini membutuhkan pembahasan yang lebih mendetil, apalagi persoalan ini akan merangsang dialog terhadapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar