Berangkat dari berbagai bentuk manifestasi kemusyrikan yang
disebutkan al-Qur'an di atas, kita bisa sampai pada kesimpulan
bahwa teologi al-Qur'an tidak sekedar terbatas pada aspek
kepercayaan saja. Ia sangat terkait dengan hal-hal yang sangat
praktis. Kebertauhidan tidak hanya menyangkut kepercayaan kita
terhadap Tuhan Yang Maha Esa tetapi juga menyangkut pandangan
dan sikap kita terhadap manusia, benda dan lembaga. Hubungan
manusia dengan benda, baik pandangan maupun sikapnya, mendapat
sorotan yang sangat tajam dalam al-Qur'an. Khususnya berkaitan
dengan kekayaan. Hal ini menarik dan perlu untuk dikaji lebih
jauh.
Suatu hal yang sangat menggoda untuk direnungkan adalah,
justru pada surat-surat atau ayat-ayat yang diwahyukan di
masa-masa permulaan kenabian Muhammad saw tidak terdapat
kecaman terhadap penyembahan berhala. Yang ada malah kecaman
terhadap keserakahan dan ketidakpedulian sosial. Untuk
memperjelas hal ini ada baiknya bila lebih dahulu dikemukakan
tentang periodisasi turunnya al-Qur'an.
Seperti kita ketahui masa turunnya al-Qur'an dibagi dalam dua
priode: periode Mekkah (610-622 M.) dan periode Madinah
(622-632 M.). Periode Mekkah sendiri juga dibagi dalam tiga
tahap, tahap Mekkah awal (610-615 M.), tahap Mekkah
pertengahan (616-617) dan tahap Mekkah akhir (618-622 M.).
Pada masa periode Mekkah awal terdapat 48 surah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Di sini hanya diambil 12
surah paling awal saja, yakni: (1) Surah al-'Alaq, (2) Surah
al-Mudatstsir, (3) Surah al-Lahab, (4) Surah al-Quraysy, (5)
Surah al-Kawtsar, (6) Surah al-Humazah, (7) Surah al-Ma'un,
(8) Surah al-Takatsur, (9) Surah al-Fil, (10) Surah al-Layli,
(11) Surah al-Balad, dan (12) Surah al-Insyirah. Sengaja hanya
diambil 12 surah di atas, sebab surah yang ke-13 adalah Surah
al-Dhuha. Beberapa mufassir menceriterakan bahwa Surah
al-Dhuha turun sesudah Nabi mengalami masa jeda di mana wahyu
terhenti beberapa lama. Karena itu ke-12 surah di atas turun
atau diwahyukan kepada Nabi pada masa-masa sangat awal dari
kenabian, atau dari sejarah Islam.
Ke-12 surah tersebut sama sekali tidak menyinggung masalah
penyembahan berhala. Enam surah di antaranya justru
menyinggung masalah keserakahan terhadap kekayaan dan
ketidakpedulian terhadap orang-orang yang menderita. Dalam
Surah al-Lahab, yang turun dalam urutan ke-3, disinggung bahwa
harta kekayaan dan usaha seseorang sama sekali tidak akan
menyelamatkannya dari hukuman di Hari Akhirat.
Tidak berguna baginya kekayaannya, dan apa yang dikerjakannya!
Akan dibakar ia dalam api menyala
Surah al-Humazah, yang turun dalam urutan ke-6, dengan keras
mengingatkan akan nasib celaka bagi mereka yang dengan serakah
menumpuk-numpuk kekayaan dan menganggap kekayaannya itu bisa
mengabadikannya.
Celaka amat si pengumpat si pemfitnah. Yang menumpuk-numpuk
harta kekayaan dan menghitung-hitungnya. Ia menyangka harta
kekayaannya bisa mengekalkannya.
Dalam surah yang turun berikutnya, Surah al-Ma'un, orang-orang
yang tidak mempedulikan penderitaan anak-anak yatim dan
orang-orang miskin dikualifikasikan sebagai orang-orang yang
membohongkan agama.
Tahukah engkau orang yang membohongkan agama Itulah dia yang
mengusir anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan
orang-orang miskin.
Surah berikutnya yang turun dalam urutan ke-8, Surah
al-Takatsur, memberikan peringatan keras terhadap orang-orang
yang asyik berlomba-lomba dalam kemewahan dan kekayaan.
Kalian menjadi lalai karena perlombaan mencari kemegahan dan
kekayaan. Hingga kalian masuk ke pekuburan.
Dalam Surah al-Layli yang diwahyukan dalam urutan ke-10
diberikan kabar baik terhadap mereka yang suka memberi dan
sebaliknya kabar buruk bagi mereka yang kikir dan bakhil.
Maka siapa yang suka memberi dan bertaqwa. Dan membenarkan
nilai kebaikan Kami akan memudahkan baginya jalan kebahagiaan.
Dan siapa yang kikir dan menyombongkan kekayaan. Dan
mendustakan nilai kebaikan Kami akan mudahkan baginya jalan
kesengsaraan. Dan tiada berguna baginya kekayaannya ketika ia
binasa.
Yang terakhir Surah al-Balad yang diwahyukan dalam urutan
ke-11, menyinggung keengganan manusia memberikan bantuan
kepada sesamanya yang hidup dalam penderitaan dan
kesengsaraan.
Dan Kami tunjuki ia dua jalan. Tapi tak mau ia menempuh jalan
mendaki. Tahukah engkau jalan mendaki itu. Memerdekakan budak
sahaya. Atau memberi makanan di masa kelaparan. Pada anak
yatim yang punya tali kekerabatan. Atau orang papa yang
terlunta-lunta.
Pesan-pesan al-Qur'an di atas, yang diwahyukan justru di masa
yang sangat awal dari kenabian, sangat jelas dan sama sekali
tidak memerlukan penafsiran. Ia memperlihatkan betapa, dalam
al-Qur'an masalah kekayaan, keserakahan dan ketidakpedulian
sosial mempunyai perspektif teologis. Ia tidak sekedar masalah
etik dan moral. Ia langsung menyangkut kebertauhidan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar