Senin, 11 Maret 2013

Orang Tua


Orang Tua

surat Asy-Syu’ara : 214 yang berbunyi :

وَاَنْذِرعَشِيْرَ تَكَ الاَْقْرَبِيْنَ

Artinya : “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.[2]
Berdasarkan ayat diatas jelas bahwa orang tua merupakan pemimpin dalam keluarga, mereka harus bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anaknya. Orang tua harus bertingkah laku yang baik karena setiap perbuatan mereka akan ditiru oleh anak-anak, karena sebelum anak-anak bergaul dengan orang lain ia terlebih dahulu mengenal anggota keluarganya.
Ayah  yang menjadi anggota keluarga berkewajiban untuk memimpin dan melindungi, memberi nafkah serta membimbing istri dan anak-anaknya. Seorang ayah hendaknya dapat bertindak sebagai guru, teman, pemimpin dan memberi suri  teladan kepada seluruh anggota keluarga. Sedangkan ibu sebagai pembantu atau wakil ayah bertanggung jawab juga terhadap segala pengaturan, penataan dan pemeliharaan dalam kehidupan rumah tangga serta merawat dan melindunginya.
Dari sudut pendidikan, ibu dipandang sebagai faktor yang paling dominan dalam pemeliharaan dan memberikan bimbingan terhadap anak-anaknya, sebab ibu yang melahirkan, mengasuh dan membesarkan. Ibu yang paling tahu keadaan anak dan oleh karenanya ibu pertama-tama yang bertanggung jawab dan dapat menguasai perhatian anak-anaknya.[3]
Berdasarkan kutipan tersebut diatas jelaslah bahwa ibu memegang peranan penting dalam mendidik anak, walaupun ayah juga harus memberikan perhatian terhadap pendidikan anak-anak, sebab baik buruk keadaan anak waktu dewasa tergantung kepada pendidikan yang diterimanya waktu kecil.[4]
Dari segi sosial, maka orang tua adalah orang yang pertama dikenal anak dan sekaligus menyatakan diri sebagai manusia sosial. Hal ini disebabkan pertama kali anak bergaul adalah dengan orang tuanya.


  1. Fungsi dan Kewajiban Orang Tua
Kalau kita berbicara mengenai fungsi orang tua dalam keluarga, sangat kompleks. Karena begitu banyaknya beban yang harus dilaksanakan oleh para orang tua untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Disamping memenuhi kebutuhan pokok, seperti pakaian dan makanan, maka orang tau berkewajiban pula untuk memberi bimbingan dan contoh yang baik pada anak-anak agar dapat menjadi orang yang berpendidikan menurut ajaran yang telah diberikan oleh orang tuanya.
Fungsi pokok orang tua ada tiga bagian, seperti pendapat dibawah ini:
a.       Fungsi Ketuhanan
Fungsi ketuhanan adalah suatu tanggung jawab orang tua yang paling pokok, karena dengan adanya agama akan dapat menjamin keselamatan anak, baik didunia maupun akhirat. Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 17 dijelaskan :
يَبُنَيَْ اَقِمِ الصَّلَوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَااَصَابَكَ
اِنَّ ذَا لِكَ مِنْ عَزْ مِ االأُمُوْر     (لقمن 17)
Artinya : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya hal yang demikian itu termasuk yang diwajibkan oleh Allah”.[5]
Berdasarkan ayat di atas bahwa peranan orang tua dalam mendidik anak-anaknya dibidang ketuhanan sangat menentukan berhasil tidaknya anak-anak menjalankan perintah keagamaan. Hal ini senada dengan pendapat Zakiah Daradjat :
"Ajaran agama memberikan jalan kepada manusia untuk mencapai rasa aman, rasa tidak takut/cemas menghadapi hidup ini. Ajaran-ajaran agama menunjukkan cara-cara yang harus dilakukan dan menjelaskan pula hal-hal yang harus dilakukan, supaya kita dapat mencapai rasa aman selama hidup ini dan selanjutnya diajarkan pula bagaimana mempersiapkan diri dengan perbuatan-perbuatan baik dan menjauhi tindakan-tindakan yang mengganggu kesenangan orang lain. [6]
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa agama merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Keberhasilan pendidikan agama dapat langsung dilihat hasilnya yang mana tercermin dalam sikap dan perbuatan anak dalam kehidupannya sehari-hari.
Kemudian mengenai kewajiban orang tua secara umum, seperti dijelaskan oleh Ny. Aisyah Dahlan, bahwa :
Orang tua berkewajiban mengatur dan mendidik, memberi pakaian, makanan dan minuman, menjaganya dari segala marabahaya, menjaga keselamatan dan kesehatan lahir dan bathin, jasmani dan rohani, mendidiknya agar menjadi manusia yang berguna bagi nusa bangsa dan agama serta bahagia dunia dan akhirat, memberinya pelajaran dan ilmu-ilmu yang bermanfaat, ilmu agama dan ilmu umum agar ia menjadi manusia sempurna, berilmu dan beragama, beramal dan beribadat dan dapat berdiri sendiri, mengarungi hidup dengan penuh keyakinan. [7]
b.      Fungsi Sosial Kemasyarakatan
       Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya hidup bertetangga dan bermasyarakat agar nanti dapat menjadi warga yang baik. Pendidikan ini dapat dilaksanakan dalam bentuk ceramah, diskusi, bimbingan, dalam berbagai kegiatan atau cara hidup pada umumnya, yang dapat diharapkan membawa hasil yang dicita-citakan yaitu terjadinya pembinaan yang sempurna pada setiap anggota masyarakat.
Sebagaimana dijelaskan Ramayulis, dkk bahwa  "pewarisan nilai kemanusiaan, yang minimal dikemudian hari dapat menciptakan manusia yang cinta damai, anak shaleh yang suka mendoakan kepada orang tua secara teratur, yang mengembangkan kesejahteraan sosial dan ekonomi ummat manusia, yang mampu menjaga dan  melaksanakan hak asasi kemanusiaan yang adil dan beradab dan yang mampu menjaga kualitas dan moralitas lingkungan hidup.[8]
c.       Fungsi Ekonomi.[9]
       Fungsi ekonomi adalah suatu keharusan orang tua untuk menjadikan anak-anaknya mempunyai ketrampilan agar nanti ia menjadi orang yang kreatif dan berproduktif.
Maksudnya sejak kecil anak telah diberi pengetahuan dan ketrampilan sebagai bekalnya nanti. Dengan demikian ia tidak lagi tergantung pada orang tua melainkan memenuhi kebutuhannya sendiri dengan berbekalkan ketrampilan yang ia miliki.
Berdasarkan ketiga fungsi di atas, maka tugas utama orang tua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu: a. orang tua sebagai pendidik, b. orang tua sebagai pemimpin. Orang tua sebagai pendidik anak yang baru lahir perlu di didik dan dipelihara agar ia dapat merasakan perawatan orang tuanya.
Kewajiban orang tua dapat diklasifikasikan menjadi empat macam yaitu sebagai berikut :
a.       Mendidik dan Mengasuh anak-anaknya
Karena anak adalah amanat yang diberikan Allah kepada manusia (orang tua), maka kewajiban orang tualah untuk mendidik dan mengasuhnya dengan sebaik-baiknya. Hal ini sebagaimana dijelaskan bahwa: “pemeliharaan seorang bapak terhadap anaknya ialah dengan jalan mendidik, mengasuh dan mengajarnya dengan akhlak atau moral yang tinggi dan menyingkirkannya dari teman-teman yang jahat”.[10]
Untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya adalah suatu hak dan kewajiban dari orang tua yang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain sebagaimana dijelaskan, bahwa “ Salah satu kewajiban dan hak utama dari orang tua yang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain adalah mendidik anak-anaknya”.[11]
Dari kutipan diatas jelaslah kepada kita akan kewajiban orang tua mendidik anak-anaknya, dan jangan sampai mereka membiarkan anak-anak mereka tumbuh tanpa bimbingan terutama pada usia mereka menjelang remaja.
b.      Memenuhi segala kebutuhan anak-anaknya.
Pemenuhan segala kebutuhan keada anak-anaknya tersebut meliputi sebagai berikut :
1.      Kebutuhan jasmaniah, seperti ; makan, minum, pakaian dan segala kebutuhan yang berkenaan dengan kebutuhan biologis.
2.      Kebutuhan psykhis dan sosial (rohani), meliputi ; kebutuhan akan rasa kasih sayang, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan akan rasa bebas, kebutuhan akan rasa mengenal, dan kebutuhan akan rasa sukses.[12]

Sedangkan kebutuhan khas remaja meliputi :
1.      Pengakuan sebagai orang yang mampu untuk menjadi dewasa.
2.      Perhatian dan
3.      Kasih sayang.[13]
Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan mempengaruhi juga kesehatan mental yang dimilikinya (remaja), sebab terpenuhi atau tidaknya kebutuhan individu, sangat mempengaruhi kesehatan mental yang dimilikinya.
c.       Membina mental/moral anak-anaknya
Orang tua berkewajiban untuk membina mental/moral anak-anaknya, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi :
حَدَّ ثَنَاالعَبَّا سُ بْنُ الوَ لِيْدِ الدَّ مَشْقِى عَلِىُّ بْنُ عَبَّاسٍ حَدَّ ثَنَا سَعِيْدُ بْنُ عُمَارَةَ
اَخْبَرَ نِى الحَارِثُ بْنُ النُّعْمَانِ سَمِعْتُ اَنَسُ بْنُ مَالِكِ يُحَدِّثُ رَسُوْلِ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَكْرِ مُوْااَوْلاَدَكُمْ وَاَحْسِنُوْا اَ دَ بَهُمْ  (رواه ابن ماجه)
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abbas bin Walid Damasyqi, telah menceritakan Ali bin Abbas, telah menceritakan Sa’id bin Umaroh, telah menceritakan kepadaku Haris bin Nu’man, aku mendengar Annas bin Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah pendidikan (adab) mereka”. (HR. Ibnu Majah).[14]
       
Dari hadits diatas jelaslah kepada kita bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk membina mental atau moral anak-anaknya. Kemudian dalam firman Allah SWT :
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ  ذُرِّ يَّةً ضِعَافًاخَافُوْا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوْ اللَّهَ
وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلاًسَدِيْدًا(النّساء :9)
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah SWT orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.[15]
Ayat di atas memperjelas pentingnya orang tua mempersiapkan anak-anaknya dengan mental dan moral yang tinggi untuk dapat memiliki mental yang sehat, dalam arti mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara yang membawa kepada kebahagiaan dirinya dan orang lain.  Maka pembinaan tersebut hendaknya dilaksanakan secara baik dan terus menerus. Sebagaimana dijelaskan bahwa  “pembinaan moral dan mental agama, harus dilaksanakan terus menerus sejak seseorang itu lahir sampai matinya”.[16]

        Pembinaan moral/mental anak-anaknya hendaknya dilaksanakan secara berangsur-angsur dan tanpa paksaan sebagaimana dijelaskan bahwa : pembinaan moral/mental, bukanlah suatu proses yang dapat terjadi dengan cepat dan dipaksakan, tapi haruslah secara berangsur-angsur wajar, sehat dan sesuai dengan pertumbuhan, kemampuan dan keistimewaan umur yang sedang dilalui”.[17]

Berdasarkan penjelasan diatas jelaslah akan pentingnya kewajiban orang tua untuk membina mental dan moral anaknya agar jangan sampai mental anak-anaknya terganggu.
d.      Orang tua berkewajiban untuk membentengi anak-anaknya dengan agama yang kuat
Kewajiban orang tua yang tidak kalah pentingnya adalah menanamkan jiwa keagamaan pada anak-anaknya, untuk membina jiwa agama ini hendaklah dilaksanakan bukan hanya dilingkungan rumah tangga (keluarga), tetapi juga hendaknya dilaksanakan dilingkungan masyarakat.  Maka segala sesuatu yang dapat merusak pembinaan itu hendaknya dijauhkan, sebagaimana dijelaskan : “Untuk melakukan pendidikan agama dan pembinaan mental secara baik dalam masyarakat hendaknya segala pengaruh yang bertentangan dengan ajaran agama disingkirkan”.[18]
Berdasarkan kutipan diatas jelaslah bahwa, untuk membina mental seseorang segala sesuatu yang dapat merusak pembinaan yang kita laksanakan baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat harus dijauhi, hal tersebut disebabkan : “Segala unsur-unsur yang bertentangan dengan agama yang terdapat dalam masyarakat, akan menghambat pertumbuhan moral agama pada anak bahkan mungkin menghancurkannya sama sekali”.[19]
Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa kewajiban orang tua itu sangat kompleks, disamping ia harus memenuhi segala kebutuhan anak-anaknya, tetapi mereka juga harus membina anak-anaknya sehingga mereka dapat hidup ditengah-tengah masyarakat dengan mental yang sehat.



[1]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Op. Cit., hlm. 629.
[2]Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya,   Toha Putra,, 1989, hlm. 589.
[3]Aisyah Dahlan, Membina Rumah Tangga Bahagia dan Peranan Agama dalam Rumah Tangga, Yamanu,  Jakarta, 1979, hlm. 20.
[4]Ibid.., hlm. 20.
[5]Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 655.
[6]Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,  Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 17.
[7]Aisyah Dahlan, Op. Cit., hlm. 92.
[8]Ramayulis, dkk.,  Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Kalam Mulia, Jakarta, 1987, hlm.11-12.
[9]Soetari Imam Bernadib, Pengantar Ilmu Pendidikan, Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta, 1986, hlm. 86.
[10]M. Athiyaha Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta,  1984, hlm. 115.
[11]Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak,  Alumni,  Bandung, 1985, hlm. 38.
[12]Zakiah Daradjat, Op. Cit., hlm. 14.
[13]Andi Mappiare, Psikologi Remaja, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, hlm. 154.
[14]Muhammad Fuad Abdul Baqy,  Sunan Ibnu majah II , Isa Babil Hulabi Wasyitkah, Mesi, 1954, hlm. 121.
[15]Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 116.
[16]Zakiah Daradjat, Op.Cit., hlm. 68.
[17]Ibi d., hlm. 69-70.
[18]Zakiah Daradjat,  Pembinaan Jiwa/Mental,  Bulan Bintang, Jakarta, 1985, hlm. 25.
[19]Zakiah Daradjat, Op.Cit., hlm. 71.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar