I. PENDAHULUAN
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam.
Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. (A.Mustofa, Abdullah,1999: 23). Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia.
Ada banyak kerajaan bercorak Islam yang terdapat di Indonesia mulai dari Sumatra sampai Maluku. Dalam konteks inilah, maka pemakalah akan membahas tentang kerajaan bercorak Islam di Maluku.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana sejarah kerajaan Islam di Maluku?
B. Bagaimana kehidupan masyarakat Maluku?
III. PEMBAHASAN
A. Sejarah Kerajaan Islam di Maluku
Karena amat kaya akan rempah-rempah, Maluku menjadi sasaran sebagian saudagar-saudagar antar kepulauan Indonesia, dan saudagar-saudagar bangsa asing. Diantara saudagar-saudagar islam, melaksanakan pula tugas dakwahnya sehingga Maluku lebih dahulu masuk Islam dari pada Makasar dan sekitarnya.[1]Islam mencapai kepulauan rempah-rempah yang sekarang di kenal dengan Maluku ini pada pertengahan terakhir abad ke-15. Banjar dan Giri atau Gresik cukup besar pengaruhnya dalam sosialisasi Islam di Ternate dan Tidore.
Pola sosialisasi Islam di ternate sama halnya dengan pola sosialisasi Islam di Tidore, yaitu melalui jalur perdagangan dan politik. Banyak elite kerajaannya belajar Islam di pusat-pusat pengajaran Islam nusantara, Giri atau Gresik. Setelah selesai belajar, mereka kembali ke tempat asalnya dan langsung mengislamkan masyarakat kerajaan.[2]Menurut Tome Pires, orang masuk Islam di Maluku kira-kira tahun 1460-1465 M.[3] Kemudian lahirlah kerajaan-kerajaan Islam di Maluku diantaranya:
1. Kerajaan Ternate
Ternate merupakan kerajaan di timur yang berdiri pada abad ke-13. Raja pertamanya adalah Baab Mashur Malamo yang memerintah tahun 1257 – 1277. H. J. De Graaf berpendapat, raja pertama yang benar-benar Muslim adalah Zayn Al- Abidin (1486-1500). Di masa itu, gelombang perdagangan Muslim terus meningkat, sehingga raja menyerah kepada tekanan para pedangan Muslim itu dan memutuskan belajar tentang Islam pada madrasah Giri. Di Giri, ia dikenal dengan nama Raja Bulawa atau raja Cengkeh, mungkin karena ia membawa cengkeh ke sana sebagai hadiah. Ketika kembali dari Jawa, ia mengajak Tuhubahahul ke daerahnya. Yang terakhir ini sebagai penyebar utama Islam di kepulauan Maluku. Dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, yaitu yang datang dari orang-orang yang masih animis dan dari orang Portugis yang mengkristenkan penduduk Maluku.[4]
Kerena usia Islam masih muda di Ternate, portugis yang tiba di sana tahun 1512 M, berharap dapat menggantikannya dengan agama Kristen. Harapan itu tidak terwujud. Usaha mereka hanya mendatangkan hasil yang sedikit.[5]
Sultan Khairun, raja yang memerintah tahun 1535 – 1570 saat itu berusaha mengusir Portugis, ia adalah tokoh yang paling keras melawan orang portugis dan usaha kristenisasi di Maluku. Perangpun terjadi dan ibukota Ternate terbakar pada tahun 1565. Dengan dalih akan berunding Sultan Khaerun di undang ke loji Portugis, namun Sultan di bunuh tahun 1570. Babullah putranya, menyerang Portugis dan berhasil mengusir Portugis tahun 1577. Periode Babullah (1570-1583) merupakan puncak kejayaan Ternate, Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yang semuanya berpenghuni Babullah dapat mengislamkan Sulawesi Utara, Perdagangan lancar, persahabatan dengan negara tetangga seperti dengan Goa-Tallo terjalin dengan baik.
Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian.[6]
2. Kerajaan Tidore
Kerajaaan Tidore semasa dengan Kerajaan Ternate. Kerajaan ini terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Cirali Lijtu (Ciriliyah), Raja Tidore yang kesembilan. yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Jamaluddin. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.[7]
Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Selain memiliki kecerdasan dan karisma yang kuat, Sultan Nuku terkenal akan keberanian dan kekuatan batinnya. Ia berhasil mentransformasi masa lalu Maluku yang kelam ke dalam era baru yang mampu memberikan kepadanya kemungkinan menyeluruh untuk bangkit dan melepaskan diri dari segala bentuk keterikatan, ketidak bebasan dan penindasan. [8]
Pada masa pemerintahan Sultan Nuku, wilayah Kerajaan Tidore mencakup kawasan yang cukup luas, yakni meliputi sebagian Halmahera, pantai barat Irian Jaya, sebagian kepulauan seram hingga mencapai Tanah Papua. Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.[9]
B. Kehidupan Masyarakat Maluku
1. Kehidupan Ekonomi
Wilayah kerajaan di Maluku banyak dihasilkan rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang banyak dicari banyak pedagang internasional. Pada abad ke-12 M, permintaan cengkeh dan pala dari Eropa makin meningkat. Hal ini menyebabkan dibukanya perkebunan di daerah pulau baru, Seram, dan Ambon. Para pedagang dari Jawa Timur banyak yang datang ke Maluku dengan membawa beras, garam, dan kacang-kacangan untuk ditukarkan dengan rempah-rempah. Karena kekayaan rempah-rempahnya, setiap daerah di maluku ingin menjadi penguasa tunggal dalam perdagangan rempah-rempah.[10]
Dengan adanya kepentingan atas penguasaan perdagangan, maka terjadilah persekutuan daerah antar kerajaan. Diantaranya adalah Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Dan Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailalo, Makayan, pulau-pulau di sekitar maluku sampai ke Papua. Selain pesat dalam bidang perdagangan rempah-rempah, mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat Maluku.[11]
2. Kehidupan Politik
Antara kedua persekutuan yaitu Uli-Lima dan Uli-Siwa terjadi persaingan yang tajam. Hal ini terutama terjadi setelah para pedagang Eropa datang ke Maluku. Pada tahun 1512 M bangsa Portugis datang ke Ternate dan pada tahun 1521 M Spanyol datang dan mendekati Tidore. Kedua bangsa asing ini sama-sama ingin berkuasa ditempat kedatangannya, sehingga mereka berusaha bersekutu dan mendukung penguasa setempat.
Setelah 10 tahun berada di kerajaan Ternate bangsa portugis berhasil mendirikan benteng yang bernama Sao Paolo. Menurut portugis, benteng tersebut berguna untuk melindungi kerajaan Ternate dari serangan kerajaan Tidore. Namun hal ini adalah taktik Portugis agar dapat bertahan untuk berdagang dan menguasai Ternate.
Pembangunan Benteng Sao Paolo menimbulkan perlawanan. Salah seseorang yang menentang kehadiran kekuatan militer Portugis adalah Sultan Khairun. Ia tidak ingin perekonomian dan pemerintahan di kendalikan oleh bangsa lain. Pendirian benteng di Kerajaan Ternate menunjukkan niat buruk Portugis atas Ternate.
Ketidaksetujuan Sultan Khairun terhadap Portugis tidak berbentuk kekerasan. Sebaliknya, Sultan Khairun bersedia berunding dengan Portugis di Benteng Sao Paolo. Namun, niat baik Sultan Khairun ini malah di manfaatkan oleh Portugis untuk menahannya di Benteng tersebut. Keesokan harinya Sultan Khairun telah terbunuh dan para pejabat Portugis di curigai sebagai dalang pembunuhan tersebut. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1570.
Kematian Sultan Khairun menyebabkan kebencian rakyat Maluku makin besar. Sultan Babullah yang menjadi raja Ternate berikutnya memimpin perang melawan Portugis. Usaha ini menampakkan hasil pada tahun 1575, setelah itu Portugis dapat di pukul mundur dan meninggalkan bentengnya di Ternate.
3. Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Maluku sangat di pengaruhi oleh datangnya pedagang-pedagang asing dari Portugis dan Belanda. Sebelumnya, masyarakat Maluku sudah mengenal dan mendapat pengaruh budaya dan agama Islam. Pengaruh Islam sangat terasa di pusat penyebarannya di Maluku Utara, yaitu, Ternate dan Tidore. Sementara itu perkembangan politik anti imperialisme Sultan Babullah menyebabkan pengaruh budaya Portugis dan Belanda lebih terpusat di luar Ternate dan Tidore, yaitu kepulauan Maluku bagian selatan. Beberapa daerah di Ambon, menjadi pusat penyebaran agama Katolik dan Protestan yang di bawa bangsa Portugis dan Belanda.[12]
Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat.[13]
[2] Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm.153
[3] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 26
[4] zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 141-142
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 222
[6] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Hlm. 27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar