Jumat, 03 Mei 2013

ASPEK PERKEMBANGAN EMOSIONAL (AFEKSI) PADA ANAK

1.  Pengertian Emosional
     Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaaan-perasan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi. Jadi, emosi warna afektif yang kuat dan  ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi perubahan-perubahan fisik, antara lain berupa :
1)    Denyut jantung: bertambah cepat bila; terkejut.
2)    Peredaran darah: bertambah cepat bila marah.
3)    Bulu roma: berdiri bila takut.
Jadi, emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang.[1]

2. Jenis Emosi
Menurut Stewart mengutarakan perasaan senang, marah, takut dan sedih sebagai basic emotions.
a. Senang (gembira) Pada umumnya perasaan gembira dan senang diekspresikan dengan tersenyum (tertawa). Pada perasaan gembira ini juga ada dalam aktivitas pada saat menemukan sesuatu, mencapai kemenangan.
b.  Marah Emosi, marah dapat terjadi pada saat individu merasa terhambat, frustasi karena apa yang hendak  di capai itu tidak dapat tercapai.
c.   Takut Perasaan takut merupakan bentuk emosi yang menunjukkan adanya bahaya.
d.   Sedih. Dalam kehidupan sehari–hari anak akan merasa sedih pada saat ia berpisah dari yang lainnya.
    Dari ke empat emosi dasar tadinya dapat berkembang menjadi berbagai macam emosi yang diklafikasikan kedalam kelompok emosi positif dan emosi negative. Contoh dari Emosi positif dan negatif yang dikemukan oleh Reynold tersebut adalah: Emosi Positif: Humor (lucu), kesenangan, rasa ingin tahu, kesukaan. Emosi Negatif: Tidak sabaran, rasa marah, rasa cemburu, rasa benci, rasa cemas, rasa takut. Kesimpulan: Bahwa perkembangan emosi bisa terjadi atau timbul kapan saja, emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. Contoh: Dalam permainan menjadi tidak menyenangkan, akan timbullah pertengkaran, Anak akan dapat belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi merasa aman dan nyaman dalam lingkungan.

3. Fungsi EmosiFungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud adalah :
a. Merupakan bentuk komunikasi.
b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya.
c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
e. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak.[2]

4. Tahapan Perkembangan Emosi
        Perkembangan emosional, seperti perkembangan fisik dan sosial, mengikuti perkembangan yang dapat diramalkan tentang pertumbuhan. Bayi bereaksi terhadap emosi apapun dengan mengeluarkan suara tangisan yang tidak dapat dibedakan. Ketika bayi tumbuh, tangisan ini mulai dapat dibedakan dan digunakan untuk mencerminkan berbagai emosi. [3]
      Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psikoanalisis mengidentifikasi perkembangan emosional anak menjadi beberapa tahapan, yaitu :[4]
(Tahap 1): Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun.
Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat pengalaman yang menyenamgkan akan tumbuh rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga.
(Tahap 2) : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun.
Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya.Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu.
(Tahap 3) : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun.
       Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas dan berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan rasa bersalah.
(Tahap 4): industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6 tahun – puberitas.
       Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.

                                     
[1] Sunarto dan B. Agung Hartono. Perkembangan Peserta Didik.( Jakarta: PT Rineka Cipta. 2008) hlm 149.
[2] Ibid, hlm 151-153
[3] Yuliani Nuraini Sujiono. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.( Jakarta: PT. Indeks. 2009) hlm.76
[4] Slamet Suyanto. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: Hikayat Publishing 2005) hlm 71-72


Tidak ada komentar:

Posting Komentar