I. PENDAHULUAN
Dalam Islam dianjurkan supaya kita hidup dengan bersih dan suci. Yaitu menjaga kebersihan diri maupun lingkungan sekitar kita, sehingga dengan hidup bersih dan suci maka diri kita akan menjadi sehat, dan terhindar dari segala penyakit. Karena kesehatan sangatlah penting dan tidak dapat diabaikan begitu saja. Baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani. Kesehatan menjadi hal yang tidak ternilai harganya. Organ tubuh, tiap-tiap bagian tubuh menempati perananya masing-masing. Mata, telinga, hidung, tangan, kaki, dan semua yang telah dikaruniakan oleh Allah tidak akan ditemukan gantinya jika salah satunya mengalami kerusakan.
Maka dalam makalah ini, kami akan menjelaskan tentang urgensi kesehatan yang dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah. Yaitu tentang bagaimana mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukmin yang lemah, tentang lima macam fitrah, dan perintah untuk bersiwak.
II. HADITS
A. Hadits Abu Hurairah tentang Mukmin yang kuat lebih baik daripada mukmin yang lemah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَا بَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَ رَ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ (اخرجه مسلم في كتاب القدر)
Dari Abu Hurairah R.A beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda: “orang-orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan jagalah setiap perkara yang baik dan bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan berputus asa. Apabila sesuatu menimpamu maka janganlah kamu berkata “seandainya tadi saya melakukan itu, tentu akan berakibat begini dan begitu”. Tetapi katakanlah, “ini takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti akan dilakukan”. Ketahuilah bahwa sesungguhnya ucapan “andai kata” dan “jikalau” itu membuka peluang bagi setan.”(HR.Muslim dalam kitab Qadar)[1]
B. Hadits Abu Hurairah tentang lima macam fitrah manusia.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي الله عَنْه سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الاظْفَارِ وَنَتْفُ الابَاطِ (أخرجه البخاري فى كتاب اللباس )
Dari Abu Hurairah R.A, saya mendengar Nabi SAW bersabda:"ada 5 perkara yang masuk sesuatu yang fitrah: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak. (HR. Al-Bukhari dalam bab Berpakaian).[2]
C. Hadits Abu Hurairah tentang perintah bersikat gigi.
عَنْ أَبِي أَمَا مَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَ تَسَوَّكُوا فَإِنَّ السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ مَاجَاءَنِي جِبْرِيلُ إِلا أَوْصَانِي بِالسِّوَاكِ حَتَّى لَقَدْ خَشِيتُ أَنْ يُفْرَضُ عَلَيَّ وَعَلَى أُمَّتِي وَلَوْلا أَنِّي أَخَافُ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَفَرَضْتُهُ لَهُمْ (أخرجه ابن ماجه في كتاب الطهارة وسننها) وفي روا ية لدا رمي عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لامَرْتُهُمْ بِا السِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صلاَةٍ (أخرجه الدارمي في كتاب الطهارة)
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda,“bersiwaklah kamu sesungguhnya hal itu dapat membersihkan mulut dan menyebabkan di ridhai Allah. Jibril tidak datang kepadaku kecuali berwasiat kepadaku untuk bersiwak, sehingga aku khawatir bila diwajibkan atasku dan umatku. Andai saja aku tidak khawatir akan memberatkan umatku niscaya aku fardhukan atas mereka.”(dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Thaharah dan sunnahnya). Dan dalam riwayat Darimi dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda, “jika aku tidak takut akan memberatkan umatku pasti aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak sholat.”(Dikeluarkan Darimi dalam kitab Thaharah ).[3]
III. PEMBAHASAN
A. Mukmin yang Kuat Lebih Baik Daripada Mukmin yang Lemah.
Kata (أحرص) berarti berhati-hatilah, maksudnya kita hendaknya berhati-hati dalam melakukan sesuatu, karena seseorang yang berhati-hati dalam menjaga fisik ataupun mentalnya akan memberikan manfaat bagi dirinya sendiri. Dan kata (ولاتعجز) berarti janganlah berputus asa, maksudnya kita dianjurkan menjadi orang yang kuat, secara jasmani dan rohani. Manusia yang tidak mudah putus asa adalah manusia yang tahan akan cobaan atau penyakit yang ia derita karena untuk menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.[4]
Dari hadits diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Allah lebih menyukai mukmin yang kuat (jasmani dan rohani) daripada mukmin yang lemah. Karena mukmin yang kuat akan dapat menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam hal ini juga dapat dilihat ketika mereka tertimpa musibah. Mukmin yang kuat akan tetap tabah dan bersyukur dalam menghadapinya. Sedangkan mukmin yang lemah akan berkeluh kesah dan berandai-andai. Dan orang yang berandai-andai ini, dapat dimanfaatkan oleh syaitan untuk mengkufuri nikmat Allah SAW.
B. Lima macam fitrah manusia.
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang fitrah. Abu Sulaiman Al Khaththaby berkata: “kebanyakan ulama’ berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan fitrah ialah sunnah.” Begitu juga diterangkan oleh segolongan Ulama’. Mereka berkata: “makna lima perkara dari fitrah ialah lima perkara dari sunnah-sunnah Nabi.”[5]
Adapun kelima hal fitrah manusia tersebut adalah sebagai berikut:
1. Khitan.
Khitan laki-laki adalah dengan memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan (kulup) supaya kelihatan semuanya. Khitan perempuan adalah memotong sedikit kulit yang terletak dipucuk kemaluan (clitoris).[6]
Rasulullah SAW dalam hadits ini telah mewasiati(mewajibkan) kita melakukan khitan, dan juga dalam hadits yang lain, seperti sabda Nabi SAW: khitan adalah kesunnahan bagi laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan.( Imam Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kubra,7112,7113 dan Fath Al-Bariy 10/1353).
Dengan demikian, khitan adalah tradisi kaum muslimin yang dianggap wajib oleh mayoritas ulama. Ulama syafi’iyah mengsunnahkan pelaksanaan pada hari ketujuh kelahiran bayi. Menurut madzab Hanafi, khitan bagi laki-laki hukumnya adalah sunnah. Para pengikut Imam Malik juga memandang bahwa khitan untuk laki-laki hukumnya adalah sunnah.[7]
2. Istihdad.
Istihdad adalah mencukur bulu-bulu yang tumbuh di atas zakar (penis) orang laki-laki dan sekitarnya, demikian pula bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan perempuan.
Yang utama, ialah dibersihkan bulu-bulu itu dengan mencukurnya. Tetapi boleh digunting dan boleh dicabut. Ibnu Suraij, lebih menyukai kita mencukur bulu yang tumbuh disekitar qubul, dan sekitar dubur. Idealnya bulu kemaluan dibiarkan tanpa dicukur lebih dari 40 hari.[8] Sebab daerah disekitar kemaluan adalah salah satu anggota tubuh laki-laki ataupun perempuan yang paling beresiko terkena berbagai macam kotoran karena kedekatanya dengan saluran buang air besar dan saluran buang air kecil.
3. Mencukur Kumis
Mengenai hal ini para ulama sepakat bahwa mencukur kumis itu sunnah. Dan orang yang hendak mencukur kumisnya, boleh mencukur sendiri dan boleh menyuruh orang lain untuk mencukurnya. Batasan yang dicukur itu, ialah hingga kelihatan pinggir bibir. Tidak dibiarkan lebih dari 40 malam, maksudnya ialah tidak boleh lewat dari waktu tersebut, bukan harus menunggu cukup 40 hari.
Mengenai waktu mencukurnya, terserah kepada keadaan. Hadits Anas Ibnu Malik yang menerangkan, bahwa Rasulullah telah mewaktukan bagi para sahabat dalam mencukur kumis.[9]
4. Memotong kuku.
Adapun yang dimaksud dengan memotong kuku adalah menghilangkan kuku yang melewati ujung jari sehingga tidak ada lagi bahaya(mudharat) pada jari, dengan tujuan menjaga bentuk kuku, fungsi dan kegunaan kuku.
Disamping itu juga untuk mencegah persentuhan antara hewan dan kuku yang mengandung kotoran, dan beberapa sebab penyakit yang terkadang berpindah dari hewan kepada pemiliknya dan juga pada orang lain karena kuku yang panjang sangat sulit dibersihkan sehingga menjadi sumber perpindahan penyakit dan penyebaran bau yang tidak sedap. Memotong kuku juga untuk mencegah pergerakan jamur bebas yang ada pada jari dan bagian-bagian binatang.
Dari sini, tepat kiranya jika Rasulullah SAW berwasiat bahwa memotong kuku termasuk sunnah yang difitrahkan Allah pada manusia, dan diperintahkan-Nya kepada para Nabi dan Rasul-Nya sambil mengintruksikan mereka agar menyerukan pada manusia.[10]
5. Mencabut bulu ketiak.
Mencabut bulu ketiak, hukumnya sunnah. Akan tetapi jika kita takut sakit dengan mencabutinya, di perbolehkan kita menggunakan pisau cukur untuk mencukurnya. Dan disunnahkan pula kita mendahulukan ketiak kanan kemudian ketiak kiri.[11]
Dianjurkanya mencabut bulu ketiak, hal ini dikarenakan daerah ketiak banyak mengeluarkan keringat dan memproduksi minyak. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, dan berkembangnya penyakit. Mengingat tempat ini tersembunyi, manusia pun sering mengabaikanya sehingga wajar jika Rasulullah memerintahkan dan mengingatkan kita untuk mencabut, memotong dan mencukur bulu ketiak.[12]
C. Perintah bersikat gigi.
Siwak dapat diartikan kayu yang biasa dipakai untuk menggosok gigi, dan juga bisa berarti menggosok gigi itu sendiri yaitu menyikat gigi dengan kayu tersebut atau dengan benda kesat yang dapat dipakai untuk menggosok gigi. Sebaik-baiknya bahan yang dipakai untuk bersiwak adalah kayu ara yang berasal dari Hejaz. Adapun khasiat menggosok gigi atau bersiwak adalah menguatkan gusi dan menghindarkan penyakit gigi, menguatkan pencernaan dan menghilangkan kuning-kuning pada gigi serta membersihkan mulut.[13]
Bersiwak atau menggosok gigi hukumnya sunnah muakkad karena Nabi Muhammad SAW melakukanya di waktu malam sebelum membaca Al-Qur’an dan bermunajat diri kepada Allah.[14]
Rahasia ataupun hikmah diperintahkan kita bersugi dalam tiap-tiap keadaan mendekatkan diri kepada Allah, adalah supaya kita berada dalam keadaan sempurna dan bersih untuk menyatakan kemuliaan ibadah. Dalam hal itu ada yang mengatakan, bahwa perintah bersugi ketika akan shalat ialah karena malaikat meletakkan mulutnya diatas mulut orang yang sedang membaca dalam shalat dan malaikat itu tidak senang kepada bau mulut yang busuk. Lantaran itu disukailah kita bersugi di ketika kita akan bershalat.
[1] Muslim bin al-Hijaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim Juz IX, (Bandung: Dahlan, t.th), hlm.41-42.
[2] Muslim bin al-Hijaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim Juz II, (Bandung: Dahlan, t.th), hlm.49.
[4] Imam Muslim, Shahih Muslim juz II, (Beirut: Darul Kutub Al-Islamiyah, tth), hlm. 461.
[5] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits 2,(Semarang:PT Pustaka Rizki Putra,2003), hlm.42.
[6] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadits-hadits Hukum Jilid I ,(Semarang:PT Pustaka Rizki Putra,2011), hlm.159.
[8] Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah , (Jakarta: AMZAH,2009), hlm.17.
[11] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits 2,… , hlm.45.
[14] Musthofa Muhammad, Jawahirul Bukhari wa Syarh Al-Qashtalani, (Beirut: Dar Al-Kutub Al Ilmiah, 2003), hlm. 56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar