Rabu, 17 April 2013

STUDI PENGELOLAAN PENDIDIKAN TERBUKA DI ERA OTONOMI

I. PENDAHULUAN

Situasi yang berkembang hingga saat ini menunjukkan adanya keraguan akan kesiapan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Ini berarti ada keraguan akan masa depan sektor pendidikan, karena sektor pendidikan merupakan salah satu kewenangan yang diserahkan pusat kepada daerah.

Akan sangat ironis, kalau otonomi daerah pada akhirnya justru menyebabkan terjadinya penurunan kualitas pendidikan, dan pada gilirannya kualitas SDM Indonesia. Mudah disepakati bahwa otonomi di sektor pendidikan diharapkan akan memperbaiki kualitas pendidikan, bukan sebaliknya.

Ada beberapa aspek yang menjadi titik krusial yang mempengaruhi masa depan sektor pendidikan di era otonomi daerah. Beberapa hal yang dimaksud adalah penyelenggaraan pendidikan, organisasi dan personel, pembiayaan pendidikan, manajemen sekolah, serta standar pelayanan minimum (SPM).

II. RUMUSAN MASALAH

A. Apa Pengertian Pendidikan Terbuka dan Otonomi?
B. Bagaimana Pengelolaan Pendidikan Terbuka?
C. Bagaimana Pendidikan Terbuka di Era Otonomi?

III. PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Terbuka dan Otonomi
Universitas Terbuka adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ke-45 di Indonesia yang menerapkan sistem belajar terbuka dan jarak jauh. Sistem belajar ini terbukti efektif untuk meningkatkan daya jangkau dan pemerataan kesempatan pendidikan tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara Indonesia, termasuk mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil, baik di seluruh nusantara maupun di berbagai belahan dunia.[1]
Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu sudah timbul bertahun-tahun sebelum kita, bangsa Indonesia, mengenalnya. Pengertian atau batasan PT/JJ itu berkembang dari waktu ke waktu.

Keegan (1986) mencatat perkembangan batasan yang dibuat oleh berbagai ahli Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh dan menyusunnya secara kronologis seperti diuraikan di bawah ini. Pada tahun 1967, misalnya, G. Dogmen membuat batasan mengenai PT/JJ sebagai berikut: Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah sistem pendidikan yang menekankan pada cara belajar mandiri (self study). Belajar mandiri diorganisasikan secara sistematis. Pada cara belajar ini penyajian bahan belajar, pemberian konsultansi kepada siswa, dan pengawasan serta jaminan keberhasilan siswa dilakukan oleh tim guru. Masing-masing guru mempunyai tugas dan tanggung-jawab sendiri-sendiri. Menurut dia, PT/JJ itu merupakan kebalikan dari “pendidikan langsung” atau “pendidikan secara tatap muka antara siswa dan guru”.[2]

Pengertian otonomi dalam pendidikan belum sepenuhnya mendapatkan kesepakatan pengertian dan implementasinya. Tetapi paling tidak, dapat dimengerti sebagai bentuk pendelegasian kewenangan seperti dalam penerimaan dan pengelolaan peserta didik dan staf pengajar/staf non akademik, pengembangan kurikulum dan materi ajar, serta penentuan standar akademik. Dalam penerapannya di sekolah, misalnya, paling tidak bahwa guru/pengajar semestinya diberikan hak-hak profesi yang mempunyai otoritas di kelas, dan tak sekedar sebagai bagian kepanjangan tangan birokrasi di atasnya.[3]

Perkataan otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti hukum atau aturan. Dalam konteks ettimologis ini, beberapa penulis memberikan pengertian tentang otonomi. Otonomi diartikan sebagai zelfwetgeving atau ‘pengundangan sendiri’ (Danuredjo, 1977), ‘perundangan sendiri’ (Koesoemahatmadja, 1979:9), ‘mengatur atau memerintah sendiri’ (Riant Nugroho, 2000:46).[4]

B. Pengelolaan Pendidikan Terbuka

Ø Sistem Terbuka dan Fleksibel

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian cepat menuntut kita untuk terus meningkatkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang menunjang produktivitas. Namun, keterbatasan tempat dan waktu menjadi kendala utama bagi banyak orang dalam mengembangkan diri dan meningkatkan kesejahteraan. Sejak diresmikan pada tahun 1984, UT mendapatkan mandat dari pemerintah untuk memberikan kesempatan yang sangat luas kepada semua warga negara Indonesia, baik yang baru lulus SLTA maupun yang sudah bekerja untuk mengikuti pendidikan tinggi tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, umur, dan tempat tinggal mereka. Sistem pembelajaran UT memungkinkan belajar yang fleksibel kepada mereka yang tidak memperoleh kesempatan mengikuti sistem pendidikan tinggi tatap muka.

Tanpa memandang kondisi mahasiswa, sistem belajar terbuka dan jarak jauh yang diterapkan UT membantu pencapain tujuan belajar karena:

o tidak ada pembatasan jangka waktu penyelesaian studi dan tidak memberlakukan sistem drop out;
o tidak ada pembatasan, baik tahun kelulusan ijazah SLTA maupun umur;
o waktu pendaftaran (registrasi) leluasa sepanjang tahun;
o ruang, waktu, dan tempat belajar yang fleksibel sesuai dengan kondisi mahasiswa;
o penggunaan materi belajar multimedia, termasuk bahan belajar cetak baik yang dilengkapi dengan kaset audio dan video/CD, CD-ROM, siaran radio dan TV, maupun bahan belajar berbasis komputer dan internet.

Ø Sistem Registrasi Fleksibel

Sistem registrasi UT sangat sederhana. Untuk menjadi mahasiswa UT, calon mahasiswa cukup mengikuti langkah berikut:

a. membeli berkas registrasi pertama pada kantor Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka (UPBJJ-UT) terdekat;

b. mengisi formulir registrasi;

c. membayar SPP pada Bank yang ditunjuk dengan menggunakan Tanda Bukti Setor UT (TBS-UT);

d. mengembalikan formulir registrasi beserta berkas persyaratan (termasuk TBS-UT) ke UPBJJ-UT [1] terdekat dengan diserahkan sendiri atau dikirim melalui pos. Untuk kemudahan mahasiswa, UT sedang memfinalkan aplikasi registrasi secara online melalui www.ut.ac.id.

Ø Bahan Ajar

Dalam era globalisasi, sistem belajar terbuka dan jarak jauh merupakan sistem belajar yang efektif, fleksibel, dan menguntungkan. Belajar dapat dilakukan di mana dan kapan saja.

Bahan ajar cetak (modul) merupakan bahan ajar utama yang didesain untuk dapat digunakan secara mandiri tanpa bantuan tutor. Modul-modul yang ada juga telah dilengkapi dengan bahan ajar non-cetak seperti kaset audio video, CD, siaran radio dan televisi, serta bahan ajar berbasis komputer dan internet (CAI dan Web-Supplement). UT menjamin bahan ajar dan bahan ujian yang berkualitas. Bahan ajar dan bahan ujian UT dikembangkan oleh para penulis yang ahli dalam bidangnya yang merupakan dosen-dosen dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Kualitas bahan ajar UT telah dikenal oleh masyarakat luas dan terbukti banyak digunakan oleh perguruan tinggi lain di Indonesia.

Bahan ajar UT dapat dibeli oleh mahasiswa UT sendiri maupun masyarakat umum melalui koperasi Karunika UT Pusat di Jakarta. Di samping itu, bahan ajar juga dapat dipesan secara online melalui koperasi Karunika dengan alamat http://ebook.ut.ac.id.

Ø Layanan Bantuan Belajar

Layanan bantuan belajar terdiri atas layanan akademik dan administrasi.
  • Layanan Akademik
Layanan akademik dilakukan melalui kegiatan tutorial. Ada dua jenis layanan tutorial yaitu: tutorial tatap muka dan tutorial jarak jauh melalui radio, televisi, dan internet. Di samping itu, bimbingan praktik juga disediakan untuk mata kuliah yang memerlukan praktik. Kegiatan tutorial dan bimbingan praktik dilakukan oleh para tutor yang berkualitas, baik berasal dari perguruan tinggi negeri maupun swasta dan dari UT sendiri. Untuk mata kuliah tertentu, adakalanya mendatangkan narasumber yang diundang dari para pelaku bisnis, industri dan sektor lain yang relevan.
  • Layanan Adminstrasi
Pelayanan administrasi difokuskan pada pemberian bantuan kepada mahasiswa dalam registrasi, mendapatkan bahan ajar, alih kredit, dan hal-hal lain yang dapat memengaruhi proses belajar mahasiswa.

Ø Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi hasil belajar mahasiswa didasarkan pada Tugas dan Partisipasi Tutorial, Praktik/Praktikum, dan Ujian Akhir Semester (UAS). Komponen-komponen tersebut dapat mencerminkan pencapaian prestasi belajar dan berkontribusi dalam nilai akhir semester mahasiswa.

UT menyelenggarakan ujian akhir pada setiap akhir semester atau dua kali setahun. Ujian akhir dilakukan secara tertulis serentak di seluruh nusantara. Mahasiswa yang mengambil program sarjana (S1) diwajibkan menempuh Tugas Akhir Program (TAP) setelah memenuhi persyaratan tertentu. Mahasiswa yang mengambil program Pascasarjana (S2) diwajibkan menyusun tugas akhir program magister (tesis) dan ujian lisan.

Nilai hasil ujian diumumkan melalui website UT, dan melalui UPBJJ-UT (Daftar Nilai Ujian/DNU).[5]

C. Pendidikan Terbuka di Era Otonomi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 berlakulah otonomi daerah. Otonomi daerah hakekatnya merupakan keleluasaan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri dalam segala urusan, kecuali urusan tertentu yang masih menjadi urusan pemerintah pusat. Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang dapat diurus oleh pemerintah daerah (dalam hal ini pendidikan diserahkan kepada tiap kabupaten dan kota).

Otonomi daerah bidang pendidikan yang berjalan sampai saat ini boleh dikatakan otonomi setengah hati. Mengapa? Pasalnya, segala kebijakan pendidikan masih terpusat di Jakarta. Sebagai salah satu bukti nyata adalah adanya Ujian Nasional (UN). Jangankan sekolah (yang katanya memiliki otonomi) pemerintah daerah (pemkab dan pemkot) pun tidak diberi wewenang (otonomi) untuk menentukan standar mereka sendiri dalam menentukan kelulusan. Sehingga pada akhirnya asas keadilan tidak terjadi karena setiap daerah yang sejatinya memiliki kemampuan dan dalam kondisi yang berbeda-beda akhirnya dengan terpaksa harus memiliki standar kelulusan yang sama.

Otonomi di bidang pendidikan pastinya bukan sekedar merubah status kepegawaian tenaga pendidik dari pegawai pusat menjadi pegawai daerah (di bawah pemerintah kabupaten/kota). Kalau otonomi daerah disamakan dengan perubahan status kepegawaian semata pemerataan pendidikan yang diharapkan dari pemberlakuan otonomi daerah bisa jadi tidak pernah tercapai.

Memang harus diakui bahwa ada keengganan dari pemerintah pusat untuk memberikan otonomi yang sesungguhnya kepada daerah. Pasalnya, apabila semuanya diserahkan kepada daerah kewenangan pusat berangsur-angsur berkurang yang pada akhirnya bisa habis sama sekali (hal yang sangat tidak diinginkan oleh pemerintah pusat).

Keengganan yang sama berlaku juga di bidang pendidikan. Pemerintah seolah-olah telah memberikan otonomi sepenuhnya antara lain dengan kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diikuti dengan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP). Semua itu (teorinya) ditujukan agar sekolah menjadi otonom. Tapi, sekali lagi pemerintah pusat hanya memberi kewenangan yang semu. Kecuali pemerintah pusat mau berubah dengan mengevaluasi kebijakannya yang anti-otonomi; antara lain seperti ujian nasional yang standarnya setiap tahun selalu dinaikkan walaupun terjadi banyak kecurangan di sana sini.
  • Peran Bupati / Walikota dalam Memajukan Pendidikan
Konsep otonomi daerah sebenarnya sangat baik yaitu agar terjadi pemerataan pembangunan di semua daerah di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah kemajuan di bidang pendidikan. Dengan otonomi daerah di bidang pendidikan diharapkan kualitas pendidikan di semua daerah merata. Tidak ada lagi perbedaan mutu pendidikan jawa – luar jawa dan kota – desa.

Untuk bidang pendidikan yang juga diotonomikan menjadi tanggung jawab dan kewenangan bupati / walikota. Selaku lembaga eksekutif, bupati / walikota memiliki peran yang sangat penting agar tujuan dari otonomi daerah (dalam hal ini bidang pendidikan) tepat mengenai sasaran.

Peran bupati / walikota yang sangat vital tersebut memunculkan dampak-dampak negatif (penyalahgunaan wewenang) yang sebelumnya (mungkin) tidak terpikirkan sama sekali oleh konseptor otonomi daerah.

Bupati / walikota dengan kewenangannya yang besar terkadang membuat suatu kebijakan yang tidak dilandasi atau didasarkan pada kemampuan; melainkan unsur suka-tidak suka dan kedekatan personal. Tidak jarang bupati / walikota yang mengangkat / memberhentikan kepala sekolah bukan berdasarkan kemampuan (bersifat sangat subyektif). Hal ini sangat tidak baik bagi perkembangan dunia pendidikan di daerah.

Harus diakui tidak semua bupati / walikota memiliki visi yang baik di bidang pendidikan. Menjadi tanggung jawab kita semua (selaku warga negara) agar dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) benar-benar memberikan kepercayaan (memilih) bupati / walikota yang benar-benar dapat menjalankan konsep otonomi daerah (memiliki visi yang jelas) termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Kesalahan dalam memilih pemimpin daerah akan mengakibatkan kemandekan dalam proses pembangunan termasuk di dalamnya pembangunan di bidang pendidikan.
  • Korelasi Kekayaan Daerah dengan Mutu Pendidikan
Munculnya otonomi daerah tidak terlepas dari masalah keuangan dan kekayaan daerah. Daerah-daerah yang kaya sumber daya alam menuntut kepada pemerintah pusat agar ada perimbangan pembagian hasil sumber daya alam yang lebih adil. Karena sebelum era otonomi daerah; pemerintah pusat mengambil sangat banyak dari kekayaan daerah dan mengembalikannya sangat sedikit. Akibatnya pembangunan di daerah-daerah (yang sebenarnya kaya sumber daya alam) menjadi sangat lambat.

Bicara mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari dana untuk bidang pendidikan. Memang mahal tidak identik dengan mutu yang baik, tetapi untuk mencapai mutu pendidikan yang baik tidak dapat disangkal kita memerlukan dana yang tidak sedikit.
Di daerah kita, privinsi Kalimantan Selatan, memiliki sumber daya alam yang cukup banyak diantaranya adalah batu bara. Tapi, sudahkah kekayaan alam tersebut berdampak positif bagi mutu pendidikan di daerah kita? Rasanya jika kita jujur menjawab, kekayaan sumber daya alam yang melimpah (batu bara) belum memberikan kontribusi yang maksimal bagi seluruh warga Kalimantan Selatan. Pasalnya, hanya segelintir orang saja yang menikmati ‘manisnya’ emas hitam tersebut. Sedangkan sebagian besar warga lainnya hanya menikmati debunya dan kerusakan alam yang diakibatkan penambangan batu bara. Sungguh tragis kita sudah berada pada era otonomi daerah tetapi keadaan pembangunan (termasuk bidang pendidikan) masih seperti dahulu atau jika terjadi peningkatan pun hanya sedikit sekali.[6]


                   
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Terbuka
[2] http://aristorahadi.wordpress.com/2008/08/10/konsepsi-pendidikan-terbukajarak-jauh/
[3] http://www.uns.ac.id/data/0023.pdf
[4] Hasbullah, OTONOMI PENDIDIKAN: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2006), hal. 7
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Terbuka
[6] http://guswan76.wordpress.com/2009/01/11/apa-kabar-pendidikan-di-era-otonomi-daerah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar