I. PENDAHULUAN
Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatife baru dalam kajian psikologi. Di Negara-Negara barat, istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa latin “adolescere” (kata bendanyaadolescentia = remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa.
Untuk merumuskan sebuah definisi yang memadai tentang remaja tidaklah mudah, sebab kapan masa remaja berakhir dan kapan anak remaja tumbuh menjadi seorang dewasa tidak dapat ditetapkan secara pasti. Kesulitab untuk memastikan kapan berakhirnya masa adolesen ini, diantaranya karena adolesen sesungguhnya merupakan suatu ciptaan budaya, yakni suatu konsep yang muncul dalam masyarakat modern sebagai tanggapan sebagai perubahan social yang menyertai perkembvangan industri. Pada abad ke-19 di eropa dan amerika serikat. Setidaknya, hingga akhir abad ke-18, konsep adolesen belum digunakan untuk menunjukkan suatu periade tertentu dari kehidupan manusia. Baru sejak abad ke-19 muncul konsep adolesen sebagai suatu periode kehidupan tertentu yang berbeda dari masa anak-anak dan masa dewasa.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Perkembangan fisik
B. Fase-Fase Perkembangan pada Masa Remaja
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masa Remaja
III. PEMBAHASAN
A. Perkembangan fisik
Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologis (Sarwono, 1994). Pada mulanya, tanda-tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas. Dalam konteks ini, kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduktif tumbuh dengan cepat, baik anak laki-laki maupun anak perempuan mengalami pertumbuhan fisik yang cepat yang disebut “growth spurt” (percepatan pertumbuhan). Dimana terjadi perubahan dan percepatan pertumbuhan diseluruh bagian dan dimensi badan. Menurut Zigler dan Stevenson (1993), perkembangan fisik pertama pertumbuhan anak perempuan 2 tahun lebih awal dari anak laki-laki.[1]
Jika perempuan mengalami menstruasi pertama (menarche), maka laki-laki mengalami hal yang disebut “spermache”. Pada masa menstruasi, perempuan mengeluarkan darah dari klitorisnya, yang menunjukkan alat reproduksinya telah matang untuk dibuahi. Spermache merupakan ejakulasi yang pertama yang dapat terjadi karena mimpi basah (ihtilam) ataumasturbasi.
Anak laki-laki mulai mengalami pembesaran biji pelir (scrotal/testicular enlargement) pada awal usia 9 tahun yang diikuti bertambah panjangnya penis. Ukuran yang bentuk genital dewasa akan dicapai pada usia 16-17 tahun. Pada laki-laki, rambut pubis akan mulai tumbuh pada usia 12 tahun dan mencapai pola distribusi seperti orang dewasa pada usia 15-16 tahun. Pertumbuhan tinggi yang cepat akan terjadi pada usia sekitar 10,5-11 tahun sampai 16-18 tahun, yang mencapai puncaknya sekitar 14 tahun. Perubahan suara terjadi sejalan dengan pertumbuhan penis, terjadinya ejakulasi dan puncak pertumbuhan tinggi badan.
Sedangkan pada anak perempuan mulai mengalami pertumbuhan payudara pada awal usia 8 tahun dengan perkembangan penuh antara umur 12-18 tahun. Rambut pubis umumnya mulai tumbuh pada usia 9-10 tahun dan mencapai distribusi seperti orang dewasa pada usia 13-14 tahun. Selain itu, tulang pinggul melebar dan suara menjadi lebih lembut. Menstruasi yang pertama terjadi 2 tahun setelah awal perubahan pubertas. Dapat terjadi pada usia 10-15 tahun dengan rata-rata 12,5 tahun. Pertumbuhan yang cepat pada tinggi badan akan terjadi antara usia sekitar 9,5-14,4 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 12 tahun.[2]
B. Fase-Fase Perkembangan pada Masa Remaja
1. Fase Pueral
Pueral, dari kata ”puer” artinya anak besar. Masa pueral merupakan masa akhir dari masa anak sekolah. Puer adalah anak yang tidak suka lagi diperlakukan sebagai anak tetapi ia belum termasuk golongan orang dewasa.
Perkembangan jasmani: tidak banyak yang kita ketahui tentang perkembangan jasmani ini karena masa pueral dialami dalam tempo yang singkat. Anak laki-laki merasa badannya bertambah kuat dari keadaannya dimasa masa yang lalu. Pertambahan kekuatan itu diikuti tanda-tanda lebih berani, senang beramai-ramai, suka mengganggu orang lain, menimbulkan perselisihan dan perkelahian. Sebagian besar sifat-sifat yang tampak pada anak laki-laki itu tidak begitu jelas kelihatan pada anak perempuan. Suatu keistimewaan pada anak-anak perempuan ialah mereka suka tertawa riuh dan gembira sekali.
Perkembangan psikis:
a. Pueral ingin diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Ia tidak mau selalu diperlakukan sebagai anak-anak. Mereka suka mencetuskan perasaannya, jika dianggap perlu sampai memberontak tetapi belum dapat dikatakan menentang kewibawaan orang tua atau gurunya. Segera setelah kejadian itu biasanya mereka ingin damai kembali.
b. Mereka menganggap kekuasaan orang tua sebagai suatu hal yang sudah semestinya, asalkan orang tua bertindak bijaksana. Mereka membutuhkan pimpinan yang jujur, tegas dan tindakannya tidak menyinggung rasa harga dirinya.
c. Guru yang baik sikapnya ditaati karena pueral sudah kritis, tidak begitu saja menerima segala sesuatu. Perbuatan yang buruk dipandang buruk karena perbiuatan itu merugikan bagi dirinya sendiri, bukan karena bentuk perbuatan itu memang buruk adanya.
Dalam masa pueral perasaan harga diri bertambah kuat, keberanian melewati batas, suka menyombongkan diri, sering bertindak tidak sopan, dan gemar akan pengalaman yang luar biasa.
2. Fase Prapubertas
Sebenarnya prapubertas masih termasuk kedalam masa peralihan. Masa ini dialami anak perempuan lebih singkat daripada lamanya dialami anak laki-laki. Kedua jenis berangsur-angsur melepaskan dirinya dari ikatan orang tuanya untuk memungkinkan mereka dapat bertindak dan berpikir lebih bebas. Andaikan mereka tidak dapat melepaskan dirinya dari keterikatan itu dan merasa kemerdekaannya terancam, ada kemungkinan mereka akan berontak atau sekurang-kurangnya tidak mau nengikuti peritah, tidak tunduk kepada peraturan. Bila sudah sampai pada menentang orang tua dan lingkungannya, hal ini dapat mempersukar guru dalam melaksanakan tugasnya.
Sehubungan dengan sikap seperti diatas itu, Oswald Kroh menyebutkannya ”masa menentang”. Datangnya masa ini disertai dengan gajala-gejala seperti mudah kena pengaruh buruk dari teman-temannya, kegiatannya cenderung merusak keadaan, suka mengganggu ketertiban umum, bertindak sesuka hatinya, sering bertindak tidak sopan, suka melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kebiasaan, suka mencela tetapi ia sendiri belum mampu berbuat lebih baik.
Masa Negatif: Hetzer dan Bartling telah meneliti tentang masa negatif ini. Dalam masa ini perubahan-perubahan kejiwaan sangat sukar diteliti secara objektif karena perasaannya sangat tertegun dan kelakuannya sangat pasif. Untuk mendapatkan informasi yang jelas hendaknya penelitian dilakukan denagn pengamatan yang sistematis. Diantara sifat-sifat yang nampak pada masa negatif antara lain:
a. Kemampuan bekerja menurun.
b. Kewajiban dan hobinya sering diabaikan.
c. Merasa gelisah dan kurang senang terhadap keadaan lingkungannya.
d. Mereka sombong, selain masih memperlihatkan sifat-sifat kelemahannya.
Dalam masa negatif mudah terjadi pelanggaran moral, khususnya bagi mereka yang pendidikannya kurang baik dan lingkungannya tidak turut mencegah keadaan yang kurang baik itu. Dalam keadaan seperti inilah mereka membutuhkan bimbingan agar dapat mengerti tentang keadaan dan tingkah lakunya. Charlotte Buhler menggambarkan keadaan prapuber itu dengan kata-kata: ”saya sanagt bermuram hati, tetapi saya tak tahu apa sebabnya.”
Masa Merindu puja: dalam masa prapubertas timbul rasa merindu puja. Merindu puja tidak ditujukan kepada manusia saja, juga kepada hal-hal yang abstrak yang sangat dikagumunya seperti keindahan alam, kebaikan, dan kecantikan. Dalam hal ini jelas ada unsur kejasmanian karena reaksi terhadap lingkungan umumnya bersifat psikofisik. Selain itu juga terdapat aspek nafsu, yaitu ingin mencari kepuasan dan kegembiraan, tetapi keinginan itu bukan berasal dari motif kejiwaan. Jika kita gambarkan dengan kata-kata, merindu puja mengalami proses sebagai berikut:
- Seseorang dipuja karena bentuk, sifat-sifat lahir yang dimilikinya, dan sifat-sifat batinnya.
- Pujaan itu berdasarkan nilai kultur yang didukung oleh individu itu sendiri, misalnya seorang pemimpin, seorang tokoh, seorang aktor, dan sebagainya.[3]
3. Fase Pubertas
Masa pubertas disebut sebagai masa bangkitnya kepribadian ketika minat-minatnya lebih ditujukan kepada perkembangan pribadi sendiri.[4] Dan merupakan inti dari seluruh masa remaja. Ciri-ciri fase ini didasarkan atas adanya pertumbuhan alat-alat kelamin, baik yang nampak diluar maupun yang ada di dalam tubuhnya. Motorik anak (cara bergerak) mulai berubah, sehingga cara berjalanpun mengalami perubahan. Anak laki-laki nampak lebih kaku dan kasar, sedanag anak perempuan nampak lebih canggung. Mulai tahu manghias diri, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka berusaha menarik perhatian dengan memamerkan segala perkembangannya, tetapi malu-malu.[5]
4. Fase Adolesen
Masa adolesen berada diantara usia 17 dan 20 tahun. Atau mengambil batas-batas permulaannya pada saat-saat remaja mengalami perkembangan jasmani yang sangat menonjol, sedangakan batas-batas akhir pada saat berakhirnya perkembangan jasmani. Menurut Michaelis, pada awal adolesen seseorang mengalami perkembangan jasmani yang pesat karena organ-organ pada tubuh pada waktu itu sedang mampu-mampunya mengatasi gangguan apa saja yang didorong oleh perkembangan kelenjar. Beberapa diantara sifat-sifat adolesen ialah:
a. Mulai jelas sikapnya terhadap nilai-nilai hidup.
b. Jika pada masa pubertas mengalami keguncangan, dalam masa ini jiwanya mulai tampak tenang.
c. Sekarang ia mulai menyadari bahwa mengecam itu memang mudah, tetapi ternyata sukar melaksanakannya.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masa Remaja
1. Faktor Ajar, Faktor Luar (External)
Ada dua golongan besar yang termasuk faktor luar yang mempengaruhi manusia. Dua golongan itu ialah golongan organis, yaitu manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, dan golongan anorganis, termasuk didalamnya adalah keadaan alam dan benda-benda.
Ini semua ikut memberi warna dalam perkembangan seseorang. Oleh karena itu sikap seseorang anak kota berlainan dengan anak desa. Bukan perbedaan kualitas dan yang lainnya, melainkan hanya berbeda dalam bentuk atau gambarnya. Perbedaan ini disebabkan oleh factor dalamnya.
Suatu contoh: Pada suatu hari, di sebuah desa kedatangan seseorang dari kota, yang berpakaian rapi, mencari burung dengan senjata angin, dengan naik mobil dan membeli apa saja yang dapat dibeli untuk oleh-oleh. Kedatangan orang itu membawa pengaruh banyak sekali kepada anak-anak desa itu. Yang seorang tertarik dengan pakaiannya yang rapi, sehingga anak itu menjadi seorang gubernur, yang seorang lagi tertarik oleh senapannya, akhirnya anak itu tumbuh menjadi seorang jendral, yang seorang lagi tertarik oleh uangnya yang banyak, sehingga akhirnya anak itu tumbuh menjadi lintah darat, dan sebagainya.
Dengan contoh di atas, mengertilah kiranya apa yang dimaksud oleh WILLIAM STERN dengan teorinya itu. Dan inilah yang menyebabkan tidak satupun seseorang yang sama dengan orang lain, dalam bentuk atau gambarnya, sekalipun orang itu kembar dari sebuah telur.[7]
2. Faktor Dalam, Faktor Dasar (intern)
a. Perkembangan Seksualitas
Terbawa oleh perkembangan jasmani yang mendekati dalam masa remaja ini, matang jugalah kelenjar-kelenjar kelamin dalam dirinya, baik bagi anak putri maupun bagi anak putra. Hal ini menumbuhkan adanya desakan-desakan baru didalam jiwa si anak, yaitu desakan yang menghendaki layanan seksualitas. Inilah sebabnya anak putra dan anak putri saling bersedia kembali bekerjasama seperti sebelum berpisah pada fase pueral.
Kesediaan bekerjasama yang lebih mendalam (sampai pemenuhan kebutuhan) rohani ini, menyebabkan keduanya saling menyelidik, sampai di manakah kiranya seluruh kebutuhan ini dapat dilayani oleh lawan jenisnya ini. Tentulah makin cepat mereka mendapatkan pelayanan berarti makin mudah mendapatkan pemenuhan dan itu berarti kurang teliti dalam memilihnya.
Perkawinan semacam inilah yang sering menyebabkan perceraian, oleh karena itu di kemudian hari ternyata pelayanan itu tidak menyeluruh. Untuk mencegah agar hal-hal yang tidak dikehendaki semacam itu, perlu diteliti terlebih dahulu, apakah pertumbuhan kepada lain jenis itu disertai sikap saling hormat menghormati, harga menghargai dan saling melindungi. Bila sifat-sifat itu juga didalamnya, dapat diharapkan bahwa kebutuhan pemenuhan perkembangan seksualitas yang mendesak diri remaja tersebut dapat bertemu didalam bentuk perkawinan yang bahagia.
b. Perkembangan Fantasi
Perkembangan fantasi ini, bermula pada fase kanak-kanak. Tetapi arah perkembangannya berubah pada waktu fase remaja. Setelah menyaksikan tumbuhnya tubuh yang lain dari biasanya pada lawan jenisnya. Melihat itu, mereka saling berfantasi, oleh karena keduanya saling tidak mengerti apakah faedahnya sebelum ia melakukan fungsinya yang sebenarnya.
Si laki-laki bangga dengan kumisnya, tetapi ia tidak mengerti untuk apakah sebenarnya kumis itu. Si wanita bangga dengan miliknya yang menghiasi dadanya, tetapi ia pun belum mengerti faedahnya sebelum kelahiran bayinya. Keduanya saling berfantasi, dan demikian suburlah perkembangan fantasi remaja waktu itu. Dan inilah yang dipergunakan sebagai modal untuk menulis surat dengan bunga-bunga bahasa yang dirasakan bagus sekali untuk dinikmati. Inilah sebabnya mengapa masalah cinta pertama yang sering sukar dihapuskan bekasnya bagi siapapun juga yang mengalaminya.
c. Perkembangan Emosi
Perkembangan ini mulai nampak pada masa remaja fase negative. Pada saat itu emosi remaja serba tidak menentu. Ia sangat gelisah tetapi ia tidak mengerti, mengapa ia demikian resah, gelisah, sedih. Ia bersikap menolak perintah, harapan, anjuran, maupun keinginan orang tua/gurunya, tetapi ia tidak mengerti apa yang akan diperbuat setelah menolak semuanya itu.
Pada akhir fase ini, ia berusaha untuk menjadi pusat perhatian dari lingkungannya. Ia bersikap egois, bahkan ia merasa serba super, sehingga mau tidak mau lawan jenisnya tertarik, mengagumi dan akhirnya berserah diri padanya. Darahnya mudah menggelora, ia adalah pemberani yang kadang-kadang kurang perhitungan, tingkah lakunya kasar, penaik darah, mudah tersinggung dan tidak takut mati. Ini semua hanya berlangsung singkat, kemudian ia berkembang menjadi harmonis sedikit demi sedikit.
Ia mulai memuja sesuatu yang baik, apakah itu keadaan alam, sesuatu hasil seni ataukah itu lawan jenisnya. Ia bersikap memuja, baik kepada gurunya yang meghargai karyanya ataukah itu orang tuanya, yang memuji kepandaiannya, apakah itu seorang gadis yang mengaguminya entah karena apanyapun. Disinilah ia mulai menemukan akunya kembali. Ia mulai percaya kepadanya dan makin harmonislah keadaannya.
d. Perkembangan Kemauan/keinginan
Perkembangan kemauan/keinginan ini sedikit demi sedikit berbelok kearah yang dibutuhkan oleh desakan jasmani dan rohaninya waktu itu. Kadang-kadang keinginan itu demikian mendesak menuntut pemenuhan, sekalipun hanya berujud ketemu gadis pujaan. Inilah mengapwaktu berpacaran, si pacar selalu ingin bertemu, untuk sekedar bertemu muka, jalan-jalan, menonton dan sebagainya.
Tetapi kadang-kadang oleh karena terjadi hal-hal yang lebih mendesak sebagai akibat daripada rangsangan yang kuat maka keinginan itu mudah berkobar, sehingga tidak jarang terjadi hal-hal yang di luar dugaan.
Oleh karena itu sekalipun mereka mendapat kebebasan dari kedua orang tua, namun harus disertai batas-batas kebebasan yang sesuai dengan norma yang baik yang berlaku di masyarakat yang bermoral. Suasana ethis harus diciptakan salama mereka saling bertemu dan orang tua menyaksikan pertemuan itu meskipun hanya untuk sementara.
e. Perkembangan Estetika
Jika pada masa negatif, aspek estetika seakan-akan mengalami kemunduran, maka pada masa-masa berikutnya, sedikit demi sedikit mulai bangun kembali. Jiwa remaja menjelang dewasa ini telah mampu menghayati dunia luar lebih mendalam, sehingga mampu meresapkan apa yang dilihat, didengar dan dirasakannya yang mampu menggerakkan jiwanya.[8]
f. Perkembangan Religi
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan sebagai mana dijelaskan oleh Adams dan Gullota (1983) agama memberikan kerangka moral sehingga membuat seorang mampu membandingkan tingkahlakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa mamberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunua ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman terutama bagi remaja yang telah mencari eksistensi dirinya.[9]
UUA3U4XC35NB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar