Rabu, 17 April 2013

KOMPETENSI GURU DALAM METODOLOGI PEMBELAJARAN

I.                   PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan indikator penting untuk mengukur kemajuan sebuah bangsa. Pendidikan juga merupakan investasi jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Pada umumnya semua Negara menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang  penting dan utama dalam pembangunan bangsa dan Negara.Begitu juga dengan Indonesia yang juga menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting, hal ini dapat dilihat dari isi  pembukaan UUD 1945 alenia IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru, karena gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai – nilai positif.
Dari hal di atas guru memiliki tugas yang berat namun mulia, oleh karena itu guru haruslah memiliki kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru yang professional, dimana dalam makalah ini kompetensi guru akan kita bahas sebagai bahan diskusi bersama.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Definisi kompetensi guru.
B.     Dasar hukum kompetensi guru.
C.     Macam – macam kompetensi guru beserta indikatornya.

III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian kompetensi guru
Kompetensi berasal dari bahasa inggris competent, yang berartiperson ability, power, authority, skill, knowledge to do what is needed.Artinya dalam pengertian ini kompetensi dapat diberi makna orang yang memiliki kemampuan, kekuasaan, kewenangan, ketrampilan, pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan tugas tertentu.
Dari pandangan diatas pengertian kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan oleh seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang semestinya perlu ditampilkan atau ditunjukan[1]
Seorang guru juga harus menjadi model atau contoh nyata dari kehendak bidang studi ( mata pelajaran) yang diampunya. Hal ini khususnya bidang studi ( mata pelajaran) akhlak, keimanan, kebersihan, dan sebagainya. Guru yang bersangkutan disarankan mampu memperlihatkan keindahan akhlak, keimanan, dan kebersihan yang dibelajarkannya kepada siswa. Sebagai pendidik yang memiliki kemampuan kualitatif, seorang guru juga harus menguasahi ilmu keguruan dan bisa menerapkan strategi pembelajaran untuk mengantarkan siswanya pada tujuan pendidikan, dalam hal ini pendidikan agama islam misalnya, terciptya generasi mukmin yang berkepribadian ulul albab dan insal kamil. Guru agama islam tidak cukup menransimikan pengetahuan agama islam kepada siswa. Guru agama islam harus mampu membimbing, merencanakan, memimpin, mengasuh dan menjadi konsultan keagamaan bagi siswanya. Artinya guru agama islam disamping harus menguasahi materi agama  islam iapun harus menguasahi meteodologi pembelajaran sebagai syarat profesional dibidangnya dan juga bagi pelajaran yang lain.[2]
Peran guru Pendidikan Agama Islam( PAI) juga harus menekankan pada aspek profesionalitas pendidik yang didukung oleh kebijakan sekolah yang bersangkutan sehingga kehadiran sekolah tersebut dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat lebih luas. Seorang guru agama islam yang dikatakan profesional adalah seorang yang pekerjaannya memerlukan pelatihan dan pengalaman khusus yang lebih tinggi, serta bertanggung jawab yang sah secara hukum, seperti lisensi ( kompetensi) untuk melakukan pekerjaan dan menentukan prestasi dan etika standar. Seorang guru agama yang profesional akan lebih berkonsentrasi terhadap etika atau moral keagamaan dan tanggung jawab profesionalnya dibandingkan dengan yang lainnya. Guru agama islam harus peka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan, pembaharuan serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan zaman. Guru agama islam sebagai pendididk yang profesional hendaknya mampu mengantisipasi hal-hal tersebut sehingga apa yang disampaikan kepada sisiwa selalu berkenaan di hati siswa. Proses pembelajaran agama di sekolah yang efektif harus dilakukan melalui profesionalisasi pendidik. Harus diakui bahwa kondisi sekolah masih memiliki sejumlah persoalan dalam menempatkan pendidik secara profesional sesuai dengan disiplin keilmuannya. Kondisi ini pula yang menyebabkan pengelolaan pembelajaran di sekolah masih terkesan cross dicipline keilmuan dan terkesan masih bersifat general.[3]Makna guru atau pendidik pada prinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai kualifikasi keguruan secara formal diperoleh dari bangku sekolah dari perguruan tinggi, melainkan yang terpeting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif, afektif dan psikomotorik. Matra kognitif menjadikan peserta didik cerdas intelektualnya, matra afektif menjadikan siswa mempunyai sikap dan prilaku yang sopan, dan matras psikomotorik menjadikan siswa terampil dalam melaksanakan aktifitas secara afektif dan efesien dan tepat guna.[4]Seorang pendidik untuk mencapai predikat sebagai pendidik yang berkualitas tentunya harus memiliki seperangkat kecerdasan spiritual yang dapat mendukung tumbuhnya sikap profesionalitas, kemandirian, dn kreativitas serta inovasi pendidik tersebut.
Profesionalitas seorang pendidik, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bertitik tolak dari panggilan jiwa, tanggung jawab moral dan sosial, serta komitmen/ konsentrasi, keterbukaan, kemampuan/kreativitas, dan orientasi dalam segi keilmuannya. Kemandirian pendidik dapat tercermin dari kemmpuannya tampil dalam segala situasi dan kondisi, namun tetap  kinerja yang optimal. Kemampuan pendidik ini dapat dilihat dari dimensi kemantapan dan keuatannya, serta keutuhan dan keharmonisannya sebagai pribadi yang diharapakan dapat meningkatkan kualitas siswa. Kreatifitas seorang pendidik dapat dilihat dari upayanya dalam menciptakan nilai dan cara baru dalam upaya meningkatkan prestasi dirinya maupun siswanya, dan ia siap untuk memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk memeperoleh sesuatu yang baru. Ia selalu berusaha menciptakan sesuatu yang lebih baik daripada sebelumnya. Dan hal ini dapat dilihat melalui keativitasnya dalam mengajar, persiapannya dalam mengajar, dan keterlibatannya dalam masyarakat. Selain itu untuk melihat tipe pendidik yang berkompeten, dalam proses maupun hasil sekolah, dapat ditinjau dari persiapan ( perencanaan ) dan pelaksanaan pengajaran di kelas yang meliputi persiapan progam satuan pembelajaran, kehadiran pengjaran, penggunaan media dan metode pengajaran, penguasaan bahan pengajaran, dinamika kelas, serta pelaksanaan evaluasi. Seorang pendidik juga dituntut untuk dapat metode pembelajaran yang disesuaikan dengan bahan pelajaran sehingga dapat dipahami dengan baik oleh para siswa dan mampu membangkitkan kreativitas dan produktivitas siswa dalam bnelajar, serta mampu menghasilkan inovasi-inovasi dalam pendidikan. Dengan hanya penguasaan bahan dan metode pengajaran yang baik oleh pendidik, maka diharapakan akan terjadi proses dinamika dikelas. Dalam hal ini seorang pendidik tidak hanya menyampaikan bahan pelajaran secara sepihak kepada siswa, tetapi siswapun terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah-masalah yang terdapat dalam proses pembelajaran.[5]
Guru agama sebagai pengemban amanah pembelajaran Pendidikan Agama Islam haruslah orang yang memiliki pribadi yang saleh. Hal ini merupakan konsekuensi logis karena dialah yang akan mencetak anak didiknya menjadi anak yang saleh. Adapun peran seorang guru Agama Islam ialah sebagai pembimbing yang mana berkaitan erat dengan praktik keseharian. Untuk dapat menjadi seorang pemkbimbing, seorang pendidik harus mampu memperlakukan para siswa dengan menghormati dan menyayanginya. Kedua yaitu sebagai model ( uswah), dalam aktifitas dan proses pembelalajaran, termasuk pemebelajaran Pendidikan Agama Islam proses pembelajaran yang berlangsung dikelas maupun di luar kelas memberikan kesan segalanya berbicara terhadap siswa. Karekteristik pendidik selalu diteropong dan sekaligus dijadikan cermin oleh siswa-siswanya. Pada intinya, pendidik yang memiliki kedekatan dengan lingkungan siswa di sekolah akan di jadiakan contoh oleh siswanya. Ketiga yaitu sebagai penasihat, seorang pendidik memiliki jalinan ikatan batin atau emosional dengan para siswa yang di ajarnya. Dalam hubungan ini pendidik berperan aktif sebagai penasihat. Peran pendidik bukan hanya sekedar menyampaikan pelajaran di kelas lalu menyerahkan sepenuhnya kepada siswa dalam memahami materi pelajaran yang disampaikannya tersebut. Namun, lebih dari itu, ia juga harus mmapu memberikan nasihat bagi siswanya yang membutuhkan, baik diminta ataupun tidak.[6]
Adapun kompetensi guru Pendidikan Agama Islam ( PAI ) meliputi:
1.      Menginterprestasikan materi, stuktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
2.      Menganalisis materi, stuktur, konsep, dan pola-pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan Pendidikan Agama Islam.[7]
B.     Dasar Hukum Kompetensi Guru
Bertolak dari ketentuan perundangan (PP No. 19 tahun 2005 tentang standar mutu nasional pendidikan), dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan nasional dapat terwujud bila kedelapan standar minimal, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan dapat dipenuhi.[8]
Adapun peraturan dan perundang – undangan yang dijadikan sebagai landasan hukum untuk menetapkan standar kompetensi guru:
1.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).
2.      Undang-Undang  Nomor  14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586).
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
4.      Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik  Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006.
5.       Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005.[9]
C.    Macam – macam Kompetensi Guru beserta Indikatornya.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana telah tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:
1.      Kompetensi pedagogikyaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum / silabus, perancangan pembelajaran pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Adapun indikator kompetensi pendagogik sebagai berikut:
1.      Memahami peserta didiksecara mendalam.
 Indikatornya:
a.       Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prisip-prinsip perkembangan  komunitif.
b. Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsispkepribadian.
c. Mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
2.      Merancang pembelajaran,termasuk  memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pemebelajaran.
Indikatornya:
a. Memahami landasan pendidikan.
b. Menerapkan teori belajar dan pembelajaran.
c. Menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang kan dicapai dan materi ajar.
d. Menyususn rancangan pembelajaran berdasarkan strategi ynag di pilih.
3.       Melaksanakan pembelajaran.
  Indikatornya:
a. Menata latar pembelajaran.
b. Melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4. Merancang dan melaksanakan evalusi pembelajaran.
a. Merancang dan melaksankan evalusi proses dan hasil beljar secara berkesinambungan dengan berbagai metode.
b. Menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menetukan ketuntasan hasil belajar.
c. Memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas progam pembelajaran secara umum.
5. Mengembangkan peserta didik unutuk mengaktualisasikan berbagai potensinya.
a. Memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik.
b.Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi akademik.
c. Memfasilitasi peserta didik unutuk mengembangkan berbagai potensi non-akademik.[10]
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara berlanjut.
1.      Kepribadian yang mantap dan stabil.
Indikator:
a.       Bertindak sesuai dengan norma hukum.
b.      Bertindak sesuai dengan norma sosial.
c.       Bangga sebagai guru.
d.      Memiliki konsistensi dalam  bertindak sesuai dengan norma.
2.      Kepribadian yang dewasa.
Indikator:
a.       Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik.
b.      Memiliki etos kerja sebgai guru.
3.      Kepribadian yang arif.
Indikatornya:
a.       Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat.
b.      Menunjukkanketerbukaan dalam berfikir dan bertindak.
4.      Kepribadian yang berwibawa.
Indikatornya:
a.       Memililki prilaku ynag berpengaruh terhadap peserta didik.
b.      Memiliki prilku yang disegani.
5.      Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan.
a.       Bertindak sesuai dengan norma religius.
b.      Memiliki prilaku yang diteldani peserta didik.
3.Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan,  orang tua / wali peserta didik dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
1.      Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif denagn peserta didik.
Indikator:
a.       Komunikasi secara efektif dengan pserta didik.
2.      Mampu berkomunakasi secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
Indikator:
a.       Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
3.      Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua atau wali peserta didik dan masyrakat sekitarnya.
Indikator:
a.       Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua atau wali pserta didik dan masyarakat sekitar.

4.      Kompetensi professional merupakan kemampuan penguasaan  materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: konsep, struktur, dan metoda keilmuan/ teknologi/ seni yang menaungi/ koheren dengan materi ajar, materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah/madrasah, hubungan konsep antara mata pelajaran terkait, penerapan konsep – konsep keilmuan dalam kehidupan sehari- hari, dan kompetensi secara professional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.[11]
1.      Menguasahi substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi.
a.       Memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah.
b.      Memahami struktur, konsep, dan metode keillmuan yang menaungi atau koheren dengan meteri ajar.
c.       Memahami hubungn konsep antar mata pelajaran yang terkait.
d.      Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Menguasahi struktur dan metode keilmuan.
a.       Menguasahi langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memmperdalam pengetahuan atau  materi bidang studi.



[1]Iyoh Mastiyah, dkk, Kompetensi Guru Sains di Madrasah,(Jakarta : Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2010), hal. 15.
[2] Ahmad Barizi, Menjadi guru unggul, ( Yogyakarta: AR-RUZZ Media Group, 2010), hal. 141-142.
[3] Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Misaka Galisa, 2003), hlm. 85-86.
[4] Thoifuri, menjadi guru inisiator, (Semarang: Rasail Media Group, 2008), hlm. 3.
[5] Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: Misaka Galisa, 2003), hlm. 100-101.
[6] Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: Misaka Galiza), hlm. 93-96.
[7]Permendiknas No. 16 Tahun 2007.
[8]Iyoh Mastiyah, dkk, Kompetensi Guru Sain Di Madrasah, (Jakarta: Pusltbank Agama dan Keagamaan, 2010), hlm. 13.
[9]Permendiknas No. 16 Tahun 2007 .
[10] Kunandar, guru profesional, ( jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 76-77.
[11]Iyoh Mastiyah,dkk,Kompetensi Guru Sains...,hlm. 18-19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar