Senin, 08 April 2013

HADIST TARBAWI METODE PENDIDIKAN MENURUT RASULULLAH SAW

A.   PENDAHULUAN
Penggunaan metode dalam pendidikan merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan oleh seorang pendidik, karena salah satu faktor diterimanya pembelajaran dari seorang Guru adalah penggunaan metode yang tepat dalam menyampaikan pengajaran.
Di sini metode tidak hanya diartikan sebagai cara mengajar dalam proses belajar mengajar bagi seorang guru, tetapi dipandang sebagai upaya perbaikan komprehensif dari semua elemen pendidikan sehingga menjadi sebuah iklim yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Metode juga bagian dari pembelajaran yang tujuannya adalah menciptakan suasana belajar.
Dengan penggunaan metode yang tepat memungkinkan semakin mudah untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam beberapa cuplikan hadis dalam makalah yang akan kami sampaikan ini.
Pada makalah ini akan kami paparkan beberapa hadis yang berkaitan dengan metode pendidikan, yaitu tentang metode  mempermudah pengajaran, mengulangi ucapan, serta tamsil atau perumpamaan ( Rasulullah dan anak yatim dalam surga dan seorang laki-laki dan anjing yang kehausan ).
B.     HADIS DAN TERJEMAH

1.    Perintah Mempermudah dan Mengompakkan Peserta Didik
عن ابي بُرْدَةَ عن ابي موسى قال كَانَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم اِذَا بَعَثَ اَحَدًا مِنْ اَصْحَا بِهِ فِي بَعْدِ اَمْرِهِ قال بَشِّرُوْا وَلَا تُنَفِّرُوْا وَيَسِّرُوْا وَلَا تُعَسِّرُوْ ( اخرجه مسلم في الجهاد )[1]
“Dari abi Burdah dari abi Musa ia berkata, Rasulullah SAW jika mengutus salah seorang sahabatnya dalam suatu perkaranya Nabi bersabda: “ buatlah mereka bahagia dan jangan kau buat takut, dan permudahlah jangan kau persulit”. ( H.R Muslim dalam kitab jihad )[2]

2.    Pembicaraan Bila Perlu Diulang
عن انس بن مالك انّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم كَانَ اِذَا سَلَّمَ سَلّمَ ثَلَا ثًا وَاِذَا تَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ اَعَادَ هَا ثَلَا ثًا.( اخرجه مسلم فى الاستئذان و الادب ) [3]
“Dari Anas bin Malik sesungguhnya Rasulullah SAW jika memberi salam Ia memberi salam tiga kali, dan jika berbicara suatu kalimat nabi mengulanginya tiga kali.

3.    Kedudukan Rasul dan Penanggung Jawab Anak Yatim di Surga
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كَا فِلُ الْيَتِيْمِ لَهُ اَوْ لِغَيْرِهِ اَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي اْلجَنَّةِ وَاَشَارَ مَا لِكٌ بِالسَّبَا بَةِ. ( اخرجه مسلم في الزهد والرقا ئق )[4]
Dari Abi Hurairah ra. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “orang yang mencukupi anak yatim miliknya atau milik orang lain, Aku dan orang yang menanggung (mengurusi) anak yatim berada di Surga adalah seperti ini.’ Imam malik  mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.” (HR. al-Bukhari dari Sahabat Sahl bin Sa’d).

4.      Orang Laki-laki dan Anjing Kehausan
عن ابي هريرة رضي الله عنه انّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قا ل: (بيَنَا رَجُلٍ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَليْهِ اْلعَطَشُ, فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مَنْها, ثُمَّ خَرَجَ فَاءِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَئْا كُلُ الثَّرَى مِنَ اْلعَطَشِ, فقال : لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِى بَلَغَ بِيْ. فَمَلَاءَ خُفَّهُ ثُمَّ اَمْسَكَهُ بِفِيْهِ, ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ, فَشَكَرَالله لَهُ فَغَفَرَ لَهُ ). قا ل : يا رسول الله وَاِنَّ لَنَا فِي البَهَا ئِمِ اَجْرًا ؟. قا ل : ( فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ اَجْرًا). (اخرجه البخا ري في المشقا ت )[5]
“Dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Bersabda: suatu Ketika seorang lelaki yang melakukan perjalanan pada  tengah jalan, seorang laki-laki itu mengalami kehausan yang sangat. Dia turun ke suatu sumur dan meminum darinya. Tatkala ia keluar tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang sedang kehausan sehingga menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah yang basah. Orang itu berkata: “Sungguh anjing ini telah tertimpa (dahaga) seperti yang telah menimpaku.” Ia (turun lagi ke sumur) untuk memenuhi sepatu kulitnya (dengan air) kemudian memegang sepatu itu dengan mulutnya lalu naik dan memberi minum anjing tersebut. Maka Allah berterima kasih terhadap perbuatannya dan memberikan ampunan kepadanya.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasullulah, apakah kita mendapat pahala (bila berbuat baik) pada binatang?” Beliau bersabda: “Pada setiap yang memiliki hati yang basah maka ada pahala.” (HR. Al-Bukhari dalam kitab Musaqat).

C.      PEMBAHASAN
1.    Perintah Mempermudah dan Mengompakkan Murid
Di dalam hadis tersebut terdapat perkara yang terkandung di dalamnya berupa memudahkan dalam segala urusan, meninggalkan sesuatu yang memberatkan.[6]
Teladan penting yang perlu kita teladani dari seorang pendidik yang diabaikan dalam sirah Nabi kita yang mulia adalah tidak pernah memberatkan murid. Sebaliknya, beliau selalu memberikan kemudahan kepada mereka; sebagaimana yang beliau tuturkan sendiri.
Imam Muslim Meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdullah dari Nabi, bahwa beliau bersabda :
عن جابر ابن عبدالله عن النبى صلى الله عليه وسلم قال: اِنِّ الله َلَمْ يَبْعَثْنِيْ مُعَنَتِّاً وَلَكِنْ بَعَثَنِيْ مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا ( رواه مسلم )
 Dari Jabir bin Abdullah dari Nabi SAW. “Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang menyusahkan (hamba-Nya) dan orang yang mencari-cari kesalahan. Akan tetapi, Dia mengutusku sebagai seorang guru yang memberi kemudahan”[7]
Imam Muhammad bin Khulaif al-Wasytaany  dalam syarah “Mukammilul Ikmalul mu’allim” dalam Shohih Muslim mengatakan bahwa Dalam hadis tersebut terdapat perkara yang wajib yang berupa mempermudah dalam berbagai perkara, lemah lembut terhadap Manusia yang bisa menambahkan iman, dan meninggalkan keberatan yang menyebabkan takutnya hati. Apalagi kepada orang yang masanya dekat dengan iman.[8]
Dengan demikian dalam menyampaikan pengajaran yang baik  di tuntut untuk tidak menggunakan metode yang memberatkan dan membuat siswa itu tertekan, tetapi menggunakan cara/metode yang menyenangkan dan mudah. Abdurrahman Mas’ud dalam menggagas konsep  pendidikan islam yang lebih maju menunjuk metode reward lebih baik daripada metode punishment. Karena penggunaan metode ini tidak memberatkan siswa tetapi membuat murid merasa tertantang dalam meningkatkan prestasi.
Nabi Muhammad adalah sebagai bashir( pemberi kabar gembira), kehadirannya sebagai  bashir  dalam proses pendidikan islam tampak lebih dominan dan signifikan. Sebagai bashir,  yakni tokoh yang membawa berita gembira dan keselamatan lahir batin , Nabi tidak menawarkan  reward  dalam bentuk materi, tetapi merangsang kecerdasan para murid, memperhalus budi pekerti, dam mempertajam spiritual keagamaan mereka.
Implikasi status bashir dalam pendidikan islam adalah bahwa seorang guru, seperti Nabi Muhammad, harus bertindak sebagai promoter of learning, baik di dalam maupun di luar kelas, serta harus mampu berinteraksi dengan siswa secara antusias dan penuh kasih sayang. Dengan prinsip ini , hukuman fisik bagi siswa merupakan hal yang tidak populer dalam kamus pendidikan islam.[9]
Oleh karena itu dalam melakukan pengajaran menggunakan metode yang baik dan tidak memberatkan siswa merupakan metode yang di ajarkan oleh Nabi sesuai dalam banyak hadis yang menyebutkan tentang metode pengajaran. 
2.      Pembicaraan Bila Perlu di Ulang
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari  interaksi dengan lingkungannya.[10]Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan atau latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental di mana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik  yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik.
Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
Pelajaran lain yang kita temukan dalam sirah Rasul kita yang mulia adalah pada beberapa situasi dan kondisi tertentu, beliau mengulangi perkataannya saat memberikan pelajaran. Setidaknya ada tiga bentuk pengulangan yang pernah beliau lakukan:
1.      Mengulangi perkataan karena adanya permintaan;
2.      Mengulangi perkataan tanpa adanya permintaan dalam satu kesempatan yang sama;
3.       Mengulangi perkataan tanpa adanya permintaan dalam kesempatan yang berbeda.[11]
3.      Kedudukan Rasul dan Penanggung Jawab Anak Yatim di Surga
Orang yang menanggung anak  yatim yang menetapi dengan beberapa perkaranya yakni berupa nafkah, pakaian, perilaku, pendidikan dan yang lainnya, merupakan  keutamaan. Dan ini adalah dihasilkan dari orang yang menanggung anak yatim itu sendiri atau harta anak yatim dengan kekuasaan syar’iyyah. Yakni orang yang menanggung berupa kerabatnya dan bagi yang lainnya itu adalah orang lain.
Dalam hal ini Nabi menggambarkan kedudukan seorang yang menanggung kehidupan Anak yatim akan berada dalam surga seperti di isyaratkan menggunakan kedua jari beliau.[12]
Adakalanya Nabi yang mulia menyampaikan pelajaran dan pengajarannya pada para sahabatnya  melalui perumpamaan atau tamsil. Adapun tujuan di buatnya perumpamaan sebagaimana di jelaskan di atas ialah untuk memahamkan sesuatu yang bersifat abstrak ( kepada orang yang diajak berbicara ) dengan cara menyerupakan kepada sesuatu yang bersifat konkret. Atau, menyerupakan sesuatu yang bersifat konkret dengan sesuatu yang bersifat konkret yang lebih jelas.
Imam Ibnu Qayyim al- Jauziyyah menjelaskan beberapa manfaat di buatnya perumpamaan sebagai berikut.
“Satu hal yang sudah disepakati bahwa sebuah tamsil/perumpamaan dapat membuat jiwa lebih dekat dan lebih cepat dalam menerima sebuah penjelasan, hingga pada gilirannya akan membuat jiwa tersebut tunduk terhadap kebenaran yang diumpamakan dengan tamsil tersebut. Semakin lugas sebuah tamsil, semakin jelas pula maksud yang sampai. Tamsil adalah penguat dan penegas bagi pesan yang ingin di sampaikan. Ia seperti tanaman yang mengeluarkan tunas, lalu tunas itu menjadikan tanaman tersebut semakin kokoh, besar, dan tegak di atas batangnya. Tamsil adalah kekhususan, inti, sekaligus buah dari akal”.[13]
4.      Orang laki-laki dan anjing yang kehausan
Manusia sering di sebut mahluk sosial, mahluk ekonomi, mahluk aktualisasi diri, dan mahluk yang berbicara atau mahluk berfikir. Penyebutan ini sangat bergantung pada berbagai ilmu yang dipergunakan untuk mengupas makna dan hakikat manusia.  Oleh karena itu , sebagai mahluk sosial manusia adalah mahluk bermasyarakat yang senang berkumpul dan saling tolong-menolong antara satu dan lainnya.[14]
Cerita termasuk salah satu media pengajaran yang sukses. Ia merupakan suatu cara pendidikan yang disenangi anak-anak dan orang dewasa. Murid-murid setiap tingkatan umur menyukai cerita-cerita tertentu dan senang membacanya. Boleh jadi metode cerita tersebut merupakan suatu faktor pendidikan yang penting untuk menumbuhkan sikap, mengubah nilai-nilai, menyeru pada kebaikan, serta menghias diri dengan akhlak, karena  cerita mempunyai daya kekuatan, pengaruh dan kekuatan bimbingan. [15]
Metode kisah sangat penting, karena: a. Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, selanjutnya akan menimbulkan kesan dalam hati, b. Mendidik rasa keimanan dengan cara membangkitkan berbagai perasaan seperti kauf, rido dan cinta, melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga terlibat secara emosional.[16]


[1] Al Imam Muslim bin Al-hajjaj Al-Qusyairi An-Naisyaburi, Shohih Muslim,(Semarang: Maktabah, tp.th), hlm.70.
[2] Al Imam Muslim bin Al-hajjaj Al-Qusyairi An-Naisyaburi, Shohih Muslim, ( Beirut: Darul Kutub Al Alamiyah, 1971), hlm. 101.
[3] Al Imam Muslim bin Al hajjaj al Qusyairy an Naisabury, Shohih Muslim Juz II, (Bandung : Syirkah Al- ma’arif, tp.th), hlm. 257.
[4] Al Imam Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisyaburi, Shohih Muslim Juz II, (Beirut: Darul Kutub Al-Alamiyah, tp.th), hlm. 591.
[5] Al Imam Abi ‘abdillah Muhammad bin Ismail ibn Ibrahim bin Mughiroh bin Bardizbah Al- Bukhori, Shohih al Bukhori, ( Beirut: Darul Kutub Al-alamiyah, 1992), hlm. 109.
[6] Muhammad Ibnu Yusuf As-Sunushi Al-Husaini, Syarah Sahih Muslim Jus 6, (Bairut: Daruk Kutub Alamiah, tp.th), hlm. 296.
[7] Fadhl Ilahi, Bersama  Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2010), hlm. 379.
[8] Imam Muslim ibn Al- Hajjaj al- Qusyairy, Shohih Muslim Juz 6,( Beirut: Daul Kutub Al alamiyah,tp.th), hlm.296.
[9] Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Pendidikan Nondikotomik, ( Yogyakarta: Gama Media, 2000), hlm.187.
[10] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 2.
[11] Fadhl Ilahi, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2010), hlm. 141.
[12] Imam Yahya bin Syarafa An-Nawawi al-Damsyaqy as-Syafi’I, Syarh Sohih Muslim Juz VII,(Beirut: Darul  Kutub al-Alamiyah, 1995), hlm. 88.
[13] Fadhl Ilahi, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman,(Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2010), hlm.141-142.
[14] Atang ABD. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodology Study Islam, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 222
[15] Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hlm. 66.
[16] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 144.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar