Kamis, 25 Juli 2013

Membangun Dunia Kerja Sendiri

Membangun Dunia Kerja Sendiri

Tulisan ini hanya menggugah rekan rekan terkhusus bagi yang ingin mandiri.
Secara jujur kita akui bahwa saat ini cara berpikir kita didalam mencari kerja masih tergantung terhadap orang lain dengan kata lain menjadi PNS atau Karyawan disuatu perusahaan dan jarang kita berpikir bagai mana berusaha secara mandiri, memang didalam hal ini memerlukan modal baik uang ataupun keterampilan. Tampa kedua hal tersebut akan sulit didalam menerapkan judul diatas.
Didalam tulisan postingan ini saya mencoba mebantu sedikit dan semoga berguna dan bermanfaat didalam menerapkan judul diatas.
Silahkan diklik link dibawah ini pelajari dan perhatikan dengan baik dan sungguh sungguh dan dapat diterapkan secara nyata. Insya Allah pada positingan yang akan datang saya coba tampilkan yang lainnya

1.       TEKNIK SABLON

Rabu, 24 Juli 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASA REMAJA

 1. Faktor Ajar, Faktor Luar (External)

Ada dua golongan besar yang termasuk faktor luar yang mempengaruhi manusia. Dua golongan itu ialah golongan organis, yaitu manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, dan golongan anorganis, termasuk didalamnya adalah keadaan alam dan benda-benda.

Ini semua ikut memberi warna dalam perkembangan seseorang. Oleh karena itu sikap seseorang anak kota berlainan dengan anak desa. Bukan perbedaan kualitas dan yang lainnya, melainkan hanya berbeda dalam bentuk atau gambarnya. Perbedaan ini disebabkan oleh factor dalamnya.

Suatu contoh: Pada suatu hari, di sebuah desa kedatangan seseorang dari kota, yang berpakaian rapi, mencari burung dengan senjata angin, dengan naik mobil dan membeli apa saja yang dapat dibeli untuk oleh-oleh. Kedatangan orang itu membawa pengaruh banyak sekali kepada anak-anak desa itu. Yang seorang tertarik dengan pakaiannya yang rapi, sehingga anak itu menjadi seorang gubernur, yang seorang lagi tertarik oleh senapannya, akhirnya anak itu tumbuh menjadi seorang jendral, yang seorang lagi tertarik oleh uangnya yang banyak, sehingga akhirnya anak itu tumbuh menjadi lintah darat, dan sebagainya.

Dengan contoh di atas, mengertilah kiranya apa yang dimaksud oleh WILLIAM STERN dengan teorinya itu. Dan inilah yang menyebabkan tidak satupun seseorang yang sama dengan orang lain, dalam bentuk atau gambarnya, sekalipun orang itu kembar dari sebuah telur.[1]

2. Faktor Dalam, Faktor Dasar (intern)

a. Perkembangan Seksualitas

Terbawa oleh perkembangan jasmani yang mendekati dalam masa remaja ini, matang jugalah kelenjar-kelenjar kelamin dalam dirinya, baik bagi anak putri maupun bagi anak putra. Hal ini menumbuhkan adanya desakan-desakan baru didalam jiwa si anak, yaitu desakan yang menghendaki layanan seksualitas. Inilah sebabnya anak putra dan anak putri saling bersedia kembali bekerjasama seperti sebelum berpisah pada fase pueral.

Kesediaan bekerjasama yang lebih mendalam (sampai pemenuhan kebutuhan) rohani ini, menyebabkan keduanya saling menyelidik, sampai di manakah kiranya seluruh kebutuhan ini dapat dilayani oleh lawan jenisnya ini. Tentulah makin cepat mereka mendapatkan pelayanan berarti makin mudah mendapatkan pemenuhan dan itu berarti kurang teliti dalam memilihnya.

Perkawinan semacam inilah yang sering menyebabkan perceraian, oleh karena itu di kemudian hari ternyata pelayanan itu tidak menyeluruh. Untuk mencegah agar hal-hal yang tidak dikehendaki semacam itu, perlu diteliti terlebih dahulu, apakah pertumbuhan kepada lain jenis itu disertai sikap saling hormat menghormati, harga menghargai dan saling melindungi. Bila sifat-sifat itu juga didalamnya, dapat diharapkan bahwa kebutuhan pemenuhan perkembangan seksualitas yang mendesak diri remaja tersebut dapat bertemu didalam bentuk perkawinan yang bahagia.

b. Perkembangan Fantasi

Perkembangan fantasi ini, bermula pada fase kanak-kanak. Tetapi arah perkembangannya berubah pada waktu fase remaja. Setelah menyaksikan tumbuhnya tubuh yang lain dari biasanya pada lawan jenisnya. Melihat itu, mereka saling berfantasi, oleh karena keduanya saling tidak mengerti apakah faedahnya sebelum ia melakukan fungsinya yang sebenarnya.

Si laki-laki bangga dengan kumisnya, tetapi ia tidak mengerti untuk apakah sebenarnya kumis itu. Si wanita bangga dengan miliknya yang menghiasi dadanya, tetapi ia pun belum mengerti faedahnya sebelum kelahiran bayinya. Keduanya saling berfantasi, dan demikian suburlah perkembangan fantasi remaja waktu itu. Dan inilah yang dipergunakan sebagai modal untuk menulis surat dengan bunga-bunga bahasa yang dirasakan bagus sekali untuk dinikmati. Inilah sebabnya mengapa masalah cinta pertama yang sering sukar dihapuskan bekasnya bagi siapapun juga yang mengalaminya.

c. Perkembangan Emosi

Perkembangan ini mulai nampak pada masa remaja fase negative. Pada saat itu emosi remaja serba tidak menentu. Ia sangat gelisah tetapi ia tidak mengerti, mengapa ia demikian resah, gelisah, sedih. Ia bersikap menolak perintah, harapan, anjuran, maupun keinginan orang tua/gurunya, tetapi ia tidak mengerti apa yang akan diperbuat setelah menolak semuanya itu.

Pada akhir fase ini, ia berusaha untuk menjadi pusat perhatian dari lingkungannya. Ia bersikap egois, bahkan ia merasa serba super, sehingga mau tidak mau lawan jenisnya tertarik, mengagumi dan akhirnya berserah diri padanya. Darahnya mudah menggelora, ia adalah pemberani yang kadang-kadang kurang perhitungan, tingkah lakunya kasar, penaik darah, mudah tersinggung dan tidak takut mati. Ini semua hanya berlangsung singkat, kemudian ia berkembang menjadi harmonis sedikit demi sedikit.

Ia mulai memuja sesuatu yang baik, apakah itu keadaan alam, sesuatu hasil seni ataukah itu lawan jenisnya. Ia bersikap memuja, baik kepada gurunya yang meghargai karyanya ataukah itu orang tuanya, yang memuji kepandaiannya, apakah itu seorang gadis yang mengaguminya entah karena apanyapun. Disinilah ia mulai menemukan akunya kembali. Ia mulai percaya kepadanya dan makin harmonislah keadaannya.

d. Perkembangan Kemauan/keinginan

Perkembangan kemauan/keinginan ini sedikit demi sedikit berbelok kearah yang dibutuhkan oleh desakan jasmani dan rohaninya waktu itu. Kadang-kadang keinginan itu demikian mendesak menuntut pemenuhan, sekalipun hanya berujud ketemu gadis pujaan. Inilah mengapwaktu berpacaran, si pacar selalu ingin bertemu, untuk sekedar bertemu muka, jalan-jalan, menonton dan sebagainya.

Tetapi kadang-kadang oleh karena terjadi hal-hal yang lebih mendesak sebagai akibat daripada rangsangan yang kuat maka keinginan itu mudah berkobar, sehingga tidak jarang terjadi hal-hal yang di luar dugaan.

Oleh karena itu sekalipun mereka mendapat kebebasan dari kedua orang tua, namun harus disertai batas-batas kebebasan yang sesuai dengan norma yang baik yang berlaku di masyarakat yang bermoral. Suasana ethis harus diciptakan salama mereka saling bertemu dan orang tua menyaksikan pertemuan itu meskipun hanya untuk sementara.

e. Perkembangan Estetika

Jika pada masa negatif, aspek estetika seakan-akan mengalami kemunduran, maka pada masa-masa berikutnya, sedikit demi sedikit mulai bangun kembali. Jiwa remaja menjelang dewasa ini telah mampu menghayati dunia luar lebih mendalam, sehingga mampu meresapkan apa yang dilihat, didengar dan dirasakannya yang mampu menggerakkan jiwanya.[2]

f. Perkembangan Religi

Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan sebagai mana dijelaskan oleh Adams dan Gullota (1983) agama memberikan kerangka moral sehingga membuat seorang mampu membandingkan tingkahlakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa mamberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunua ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman terutama bagi remaja yang telah mencari eksistensi dirinya.[3]

                
[1] Drs Agus Sujanto, Psikologi perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), hal. 191-192
[2] Ibid, hal. 195-198
[3] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 208.

FASE-FASE PERKEMBANGAN PADA MASA REMAJA

Pacaran
1. Fase Pueral

Pueral, dari kata ”puer” artinya anak besar. Masa pueral merupakan masa akhir dari masa anak sekolah. Puer adalah anak yang tidak suka lagi diperlakukan sebagai anak tetapi ia belum termasuk golongan orang dewasa.

Perkembangan jasmani: tidak banyak yang kita ketahui tentang perkembangan jasmani ini karena masa pueral dialami dalam tempo yang singkat. Anak laki-laki merasa badannya bertambah kuat dari keadaannya dimasa masa yang lalu. Pertambahan kekuatan itu diikuti tanda-tanda lebih berani, senang beramai-ramai, suka mengganggu orang lain, menimbulkan perselisihan dan perkelahian. Sebagian besar sifat-sifat yang tampak pada anak laki-laki itu tidak begitu jelas kelihatan pada anak perempuan. Suatu keistimewaan pada anak-anak perempuan ialah mereka suka tertawa riuh dan gembira sekali.

Perkembangan psikis:

a. Pueral ingin diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Ia tidak mau selalu diperlakukan sebagai anak-anak. Mereka suka mencetuskan perasaannya, jika dianggap perlu sampai memberontak tetapi belum dapat dikatakan menentang kewibawaan orang tua atau gurunya. Segera setelah kejadian itu biasanya mereka ingin damai kembali.

b. Mereka menganggap kekuasaan orang tua sebagai suatu hal yang sudah semestinya, asalkan orang tua bertindak bijaksana. Mereka membutuhkan pimpinan yang jujur, tegas dan tindakannya tidak menyinggung rasa harga dirinya.

c. Guru yang baik sikapnya ditaati karena pueral sudah kritis, tidak begitu saja menerima segala sesuatu. Perbuatan yang buruk dipandang buruk karena perbiuatan itu merugikan bagi dirinya sendiri, bukan karena bentuk perbuatan itu memang buruk adanya.

Dalam masa pueral perasaan harga diri bertambah kuat, keberanian melewati batas, suka menyombongkan diri, sering bertindak tidak sopan, dan gemar akan pengalaman yang luar biasa.

2. Fase Prapubertas

Sebenarnya prapubertas masih termasuk kedalam masa peralihan. Masa ini dialami anak perempuan lebih singkat daripada lamanya dialami anak laki-laki. Kedua jenis berangsur-angsur melepaskan dirinya dari ikatan orang tuanya untuk memungkinkan mereka dapat bertindak dan berpikir lebih bebas. Andaikan mereka tidak dapat melepaskan dirinya dari keterikatan itu dan merasa kemerdekaannya terancam, ada kemungkinan mereka akan berontak atau sekurang-kurangnya tidak mau nengikuti peritah, tidak tunduk kepada peraturan. Bila sudah sampai pada menentang orang tua dan lingkungannya, hal ini dapat mempersukar guru dalam melaksanakan tugasnya.

Sehubungan dengan sikap seperti diatas itu, Oswald Kroh menyebutkannya ”masa menentang”. Datangnya masa ini disertai dengan gajala-gejala seperti mudah kena pengaruh buruk dari teman-temannya, kegiatannya cenderung merusak keadaan, suka mengganggu ketertiban umum, bertindak sesuka hatinya, sering bertindak tidak sopan, suka melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kebiasaan, suka mencela tetapi ia sendiri belum mampu berbuat lebih baik.

Masa Negatif: Hetzer dan Bartling telah meneliti tentang masa negatif ini. Dalam masa ini perubahan-perubahan kejiwaan sangat sukar diteliti secara objektif karena perasaannya sangat tertegun dan kelakuannya sangat pasif. Untuk mendapatkan informasi yang jelas hendaknya penelitian dilakukan denagn pengamatan yang sistematis. Diantara sifat-sifat yang nampak pada masa negatif antara lain:

a. Kemampuan bekerja menurun.
b. Kewajiban dan hobinya sering diabaikan.
c. Merasa gelisah dan kurang senang terhadap keadaan lingkungannya.
d. Mereka sombong, selain masih memperlihatkan sifat-sifat kelemahannya.

Dalam masa negatif mudah terjadi pelanggaran moral, khususnya bagi mereka yang pendidikannya kurang baik dan lingkungannya tidak turut mencegah keadaan yang kurang baik itu. Dalam keadaan seperti inilah mereka membutuhkan bimbingan agar dapat mengerti tentang keadaan dan tingkah lakunya. Charlotte Buhler menggambarkan keadaan prapuber itu dengan kata-kata: ”saya sanagt bermuram hati, tetapi saya tak tahu apa sebabnya.”

Masa Merindu puja: dalam masa prapubertas timbul rasa merindu puja. Merindu puja tidak ditujukan kepada manusia saja, juga kepada hal-hal yang abstrak yang sangat dikagumunya seperti keindahan alam, kebaikan, dan kecantikan. Dalam hal ini jelas ada unsur kejasmanian karena reaksi terhadap lingkungan umumnya bersifat psikofisik. Selain itu juga terdapat aspek nafsu, yaitu ingin mencari kepuasan dan kegembiraan, tetapi keinginan itu bukan berasal dari motif kejiwaan. Jika kita gambarkan dengan kata-kata, merindu puja mengalami proses sebagai berikut:

- Seseorang dipuja karena bentuk, sifat-sifat lahir yang dimilikinya, dan sifat-sifat batinnya.

- Pujaan itu berdasarkan nilai kultur yang didukung oleh individu itu sendiri, misalnya seorang pemimpin, seorang tokoh, seorang aktor, dan sebagainya.[1]

3. Fase Pubertas

Masa pubertas disebut sebagai masa bangkitnya kepribadian ketika minat-minatnya lebih ditujukan kepada perkembangan pribadi sendiri.[2] Dan merupakan inti dari seluruh masa remaja. Ciri-ciri fase ini didasarkan atas adanya pertumbuhan alat-alat kelamin, baik yang nampak diluar maupun yang ada di dalam tubuhnya. Motorik anak (cara bergerak) mulai berubah, sehingga cara berjalanpun mengalami perubahan. Anak laki-laki nampak lebih kaku dan kasar, sedanag anak perempuan nampak lebih canggung. Mulai tahu manghias diri, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka berusaha menarik perhatian dengan memamerkan segala perkembangannya, tetapi malu-malu.[3]

4. Fase Adolesen

Masa adolesen berada diantara usia 17 dan 20 tahun. Atau mengambil batas-batas permulaannya pada saat-saat remaja mengalami perkembangan jasmani yang sangat menonjol, sedangakan batas-batas akhir pada saat berakhirnya perkembangan jasmani. Menurut Michaelis, pada awal adolesen seseorang mengalami perkembangan jasmani yang pesat karena organ-organ pada tubuh pada waktu itu sedang mampu-mampunya mengatasi gangguan apa saja yang didorong oleh perkembangan kelenjar. Beberapa diantara sifat-sifat adolesen ialah:

a. Mulai jelas sikapnya terhadap nilai-nilai hidup.
b. Jika pada masa pubertas mengalami keguncangan, dalam masa ini jiwanya mulai tampak tenang.
c. Sekarang ia mulai menyadari bahwa mengecam itu memang mudah, tetapi ternyata sukar melaksanakannya.
d. Ia menunjukkan perhatiannya kepada masalah kehidupan yang sebenarnya.[4]


                           
[1] Drs. Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (BAndung: PT Remaja Rosdakarya, 1986), hal. 67-69
[2] Ibid, hal. 70
[3] Drs Agus Sujanto, Psikologi perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), hal. 185-187
[4] Drs Zulkifli L, op. cit, hal. 71-72

PERKEMBANGAN MORAL ANAK USIA DINI

PERKEMBANGAN MORAL ANAK USIA DINI
PERKEMBANGAN MORAL ANAK USIA DINI
  •  Perkembangan Moral Anak Usia Dini
Manusia merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami kaidah-kaidah moral dan mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan berperilaku. Kemampuan seperti di atas bukan merupakan kemampuan bawaan melainkan harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto, 2005: 67). Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan manusia maka manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi perkembangan moralnya.
  •  Konsep-konsep Pengembangan Moral Anak Usia Dini
Menurut Megawangi, dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.36), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tangguang jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Usaha tersebut harus dilakukan secara terencana, terfokus, dan komprehensif. Pengembangan moral anak usia dini melalui pengembangan pembiasaan berperilaku dalam keluarga dan sekolah.

a. Pengembangan berperilaku yang baik dimulai dari dalam keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan paling efektif untuk melatih berbagai kebiasaan yang baik pada anak.
Menurut Thomas Lickona, sebagimana pendapatnya dikutip oleh Siti Aisyah dkk. (2007: 8.38 – 8.41), ada 10 hal penting yang harus diperhatikan dan dijadikan prinsip dalam mengembangkan karakter anak dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.
1) Moralitas penghormatan
Hormat merupakan kuci utama untuk dapar hidup harmonis dengan masyarkat. Moralitas penghormatan mencakup:
a) Penghormatan kepada diri sendiri untuk mencegah agar diri sendiri tidak terlibat dalam perilaku yang merugikan diri sendiri.
b) Penghormatan kepada sesame manusia meskipun berbeda suku, agama, kemampuan ekonomi, dst.
c) Penghormatan kepada lingkungan fisik yang merupakan ciptaan Tuhan.
2) Perkembangan moralitas kehormatan berjalan secara bertahap
Anak-anak tidak bisa langsung berkembang menjadi manusia yang bermoral, tetapi memerlukan waktu dan proses yang terus menerus, dan memerlukan kesabaran orang tua untuk melakukan pendidikan tersebut.
3) Mengajarkan prinsip menghormati
Anak-anak akan belajar menghormati orang lain jika dirinya merasa bahwa pihak lain menghormatinya. Oleh karena itu orang tua hendaknya menghormati anaknya. Penghormatan orang tua kepada anak dapat dilakukan misalnya dengan menghargai pendapat anak, menjelaskan kenapa suatu aturan dibuat untuk anak, dst.
4) Mengajarkan dengan contoh
Pembentukan perilaku pada anak mudah dilakukan melalui contoh. Oleh karena itu contoh nyata dari orang tua bagaimana seharusnya anak berperilaku harus diberikan. Selain itu, orang tua juga bisa membacakan buku-buku yang di dalamnya terdapat pesan-pesan moral. Orang tua hendaknya mengontrol acara-acara televisi yang sering ditonton anaknya, jangan sampai acara yang disukai anak adalah acara yang berpengaruh buruk pada perkembangan moralnya.
5) Mengajarkan dengan kata-kata
Selain mengajar dengan contoh, orang tua hendaknya menjelaskan dengan kata-kata apa yang ia contohkan. Misalnya anak dijelaskan mengapa berdusta dikatakan sebagai tindakan yang buruk, karena orang lain tidak akan percaya kepadanya.
6) Mendorong anak unruk merefleksikan tindakannya
Ketika anak telah melakukan tindakan yang salah, misalnya merebut mainan adiknya sehingga adiknya menangis, anak disuruh untuk berpikir jika ada anak lain yang merebut mainannya, apa reaksinya.
7) Mengajarkan anak untuk mengemban tanggung jawab
Anak-anak harus dididik untuk menjadi pribadi-pribadi yang altruistik, yaitu peduli pada sesamana. Untuk itu sejak dini anak harus dilatih melalui pemberian tanggung jawab.
8) Mengajarkan keseimbangan antara kebebasan dan kontrol
Keseimbangan antara kebebasan dan kontrol diperlukan pengembangan moral anak. Anak diberi pilihan untuk menentukn apa yang akan dilakukannya namun aturan-aturan yang berlaku harus ditaati.
9) Cintailah anak, karena cinta merupakan dasar dari pembentukan moral
Perhatian dan cinta orang tua kepada anak merupakan kontribusi penting dalam pembentukan karakter yang baik pada anak. Jika anak-anak diperhatikan dan disayangi maka mereka juga belajar memperhatikan dan menyayangi orang lain.
10) Menciptakan keluarga bahagia
Pendidikan moral kepada anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Usaha menjadikan anak menjadi pribadi yang bermoral akan lebih mudah jika jika anak mendapatkan pendidikan dari lingkungan keluarga yang bahagia. Untuk itu usaha mewujudkan keluarga yang bahagia merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua sehubungan dengan erkembangan moral anaknya.

b. Pengembangan kebiasaan berperilaku yang baik di sekolah

Perkembangan moral anak tidak terlepas dari lingkungan di luar rumah. Menurut Goleman (1997) dan Megawangi 2004) dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.41 – 8.42), bahwa lingkungan sekolah berperan dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan moral pada lembaga pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti pendidikan pad ataman kanak-kanak. Menurut Schweinhart (Siti Aisyah dkk., 2007: 8.42), pengalaman yang diperoleh anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan pengaruh positif pada pada perkembangan anak selanjutnya.
Di lembaga pendidikan formal anak usia dini, peran pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting. Oleh karena itu, menurut Megawangi (Siti Aisyah, 2007: 8.45), pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1) Memperlakukan anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.
2) Memberikan perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal secara baik anak didiknya.
3) Menjadikan dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan.
4) Membetulkan perilaku yang salah pada anak didik.

c. Strategi dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia Dini

Pengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi dan menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, 2. Strategi aktivitas dan bermain, dan 3. Strategi pembelajaran (Wantah, 2005: 109).
1. Strategi Latihan dan Pembiasaan
Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan latihan dan pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap. Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua atau orang dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu menghormati kakaknya atau orang tuanya.
2. Strategi Aktivitas Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak. Menurut hasil penelitian Piaget (dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan bahwa perkembangan perilaku moral anak usia dini terjadi melalui kegiatan bermain. Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan menggunakan mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan mainan namun dilakukan sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama temannya namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang berlaku.
3. Strategi Pembelajaran
Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan watak yang diharapkan dapat dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti kejujuran, keberanian, persahabatan, dan penghargaan (Wantah, 2005: 123).
Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.
Secara umum ada berbagai teknik yang dapat diterapkan untuk mengembangkan moral anak usia dini. Menurut Wantah (2005: 129) teknik-teknik dimaksud adalah: 1. membiarkan, 2. tidak menghiraukan, 3. memberikan contoh (modelling), 4. mengalihkan arah (redirecting), 5. memuji, 6. mengajak, dan 7. menantang (challanging).

d. Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Usia Dini

Menurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk., 2008: 1.9), agama suatu keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, dan sikap. Perkembangan nilai-nilai agama artinya perkembangan dalam kemampuan memahami, mempercayai, dan menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta, dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap dan bertingkah laku dalam berbgaia situasi.
Pemahaman anak akan nilai-nilai agama menurut Ernest Harms (dalam Lilis Suryani dkk., 2008; 1.10 – 1.11) berlangsung melalui 3 tahap, yaitu sebagai berikut.
1. Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage)
Tingkat ini dialami oleh anak yang berusia 3 – 6 tahun. Ciri-ciri perilaku anak pada masa ini masih banyak dipengaruhi oleh daya fantasinya sehingga dalam menyerap materi ajar agama anak juga masih banyak menggunakan daya fantasinya.
2. Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage)
Tingkat ini dialami anak usia 7 – 15 tahun. Pada masa ini anak sudah dapat menyerap materi ajar agama berdasarkan kenyataan-kenyataan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Anak sudah tertarik pada apa yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan. Segala bentuk tindak amal keagamaan mereka ikuti dan tertarik untuk mempelajari lebih jauh.
3. Tingkat Individu (The Individual Stage)
Tingkat individu dialami oleh anak yang berusia 15 ke atas. Konsep keagaamaan yang individualistic ini terbagi atas tiga bagian, yaitu: a. konsep keagamaan yang konvensional dan konservatif yang dipengaruhi oleh sebagian kecil fantasi, b. konsep keagamaan yang murni dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal, dan c. konsep keagamaan yang humanistic. Agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Pengembangan nilai-nilai agama pada anak harus didasarkan pada karakteristik perkembangan anak. Jika memperhatikan pendapat Ernest Harms sebagaimana dikemukakan di atas, maka usaha pengembangan nilai-nilai agama menjadi efektif jika dilakukan melalui cerita-cerita yang di dalamnya terkandung ajaran-ajaran agama. Dengan demikian daya fantasi anak berperan dalam menyerap nilai-nilai agama yang terdapat dalam cerita yang diterimanya.


Referensi
Lilis Suryani dkk. (2008) Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.
Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Slamet Suyanto. (2005) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Wantah, Maria J. (2005) Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.

HADITS TENTANG PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN


I. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kegiatan yang penting dalam kemajuan manusia. Islam mengajarkan umatnya untuk selalu gigih dalam menuntut ilmu seperti yang diperintahkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan hadist. Kegiatan pendidikan pada dasarnya selalu terkait dua belah pihak, yaitu: pendidik dan peserta didik. Dalam proses belajar mengajar, pendidik memiliki peran utama dalam menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Yakni memberikan pengetahuan (cognitive), sikap dan nilai (affektif) dan keterampilan (psikomotor) dengan kata lain tugas dan peran pendidik yang utama terletak dibidang pengajaran.

Metode mengajar ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru, dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing. Sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan guru. Oleh karena itu, metode mengajar yang baik adalah metode yang menumbuhkan kegiatan belajar siswa.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Bagaimana Hadist Anas bin Malik tentang Membuat Mudah, Gembira dan Kompak?
B. Bagaimana Hadist Aisyah tentang Menyampaikan Perkataan yang Jelas dan Terang?
C. Bagaimana Hadist Abu Hurairah tentang Metode Cerita (Kisah)?
D. Bagaimana Hadist Abu Hurairah tentang Metode Tanya Jawab?
E. Bagaimana Hadist Anas bin Malik tentang Metode Diskusi?
F. Bagaimana Hadist Abu Hurairah tentang Alat Peraga?

III. PEMBAHASAN

A. Hadist Anas bin Malik tentang Membuat Mudah, Gembira dan Kompak


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا وَبَسِّرُواوَلاَتُنَفِّرُوا (اخرجه البخاري في كتاب العلم


Artinya: Dari Anas bin Malik dari Nabi SAW ”mudahkanlah dan jangan kamu persulit. Gembirakanlah dan jangan kamu membuat lari”. (HR. Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori al-Ju’fi)[1]

Hadist di atas menjelaskan bahwa proses pembelajaran harus dibuat dengan mudah sekaligus menyenangkan agar siswa tidak tertekan secara psikologis dan tidak merasa bosan terhadap suasana di kelas, serta apa yang diajarkan oleh gurunya. Dan suatu pembelajaran juga harus menggunakan metode yang tepat disesuaikan dengan situasi dan kondisi, terutama dengan mempertimbangkan keadaan orang yang akan belajar.[2]

Meskipun dalam islam banyak hal yang telah dimudahkan oleh Allah akan tetapi perlu diperhatikan bahwa maksud kemudahan islam bukan berarti kita boleh menyepelekan syari’at islam dalam hal pendidikan, mencari-cari ketergelinciran atau mencari pendapat lemah sebagian ulama agar kita bisa seenaknya, namun kemudahan itu diberikan dengan alasan agar kita selalu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[3]

B. Hadist Aisyah tentang Menyampaikan Perkataan yang Jelas dan Terang


عَنْ عَائِشَةََرَحِمَهاَاللهُ قَالَتْ كَانَ كَلاَمُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلاَماًَفَصْلاَيَفْهَمُهُ كُلُّ مَنْ سَمِعَهُ (اخرجه ابوداود في كتاب الادب


Artinya: Dari Aisyah rahimahallah berkata: ”Sesungguhnya perkataan Rasulullah SAW adalah perkataan yang jelas memahamkan setiap orang yang mendengarnya. (HR. Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’as al-Sjastani al-Azdi)[4]

Hadist tersebut untuk kita sebagai calon guru agar dalam pengucapan suatu perkataan hendaklah dengan terang dan jelas, supaya orang yang mendengarkan (peserta didik) dapat memahami maksud yang disampaikan. Dan apabila dengan ucapan pertamanya belum menjelaskan kepada murid, ,maka guru itu wajib mengulanginya agar murid tersebut bisa paham dalam pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

Perkataan yang jelas dan terang akan menjadi salah satu faktor keberhasilan suatu pendidikan, karena jika tidak demikian dikhawatirkan nantinya akan terjadi salah pengertian, ketika terjadi salah pengertian bukan tidak mungkin justru peserta didik akan melenceng dari yang diharapkan. Diharapkan dengan adanya perkataan yang jelas dan terang tersebut anak didik mampu mmenyerap dan memahami apa yang diharapkan oleh pendidik.[5]

C. Hadist Abu Hurairah tentang Metode Cerita (Kisah)


عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِي الله عَنْه اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَا رَجُلٌُ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ العَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَاِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ العَطَشِ فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلاَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيْهِ ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الكَلْبَ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَارَسُوْلَ اللهِ وَإِنَّ لَنَا فِي البَهَا ئِمِ أَجْرًا قَالَ فِي كُلِّ كَبِدٍرَطْبَةٍ أَجْرٌ (اخرجه البخاري في كتاب المشقات


Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: ”Ketika seorang laki-laki sedang berjalan-jalan, tiba-tiba ia merasakan sangat haus sekali. Kemudian ia menemukan sumur lalu ia masuk kedalamnya dan minum, kemudian ia keluar (dari sumur) kemudian datang seekor anjing yang menjulur-julurkan lidahnya ia menjilati tanah karena sangat haus, lelaki itu berkata: anjing sangat haus sebagaimana aku, kemudian ia masuk kedalam sumur lagi dan ia memenuhi sepatunya (dengan air) kemudian (ia naik lagi) sambil menggigit sepatunya dan ia memberi minum anjing itu kemudian Allah bersyukur kepadanya dan mengampuninya. Sahabat bertanya: ”Wahai Rasulullah, adakah kita mendapat pahala karena menolong hewan?”, Nabi menjawab: ”Disetiap yang mempunyai limpa hidup ada pahalanya.”(HR. Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori al-Ju’fi)[6]

Dari hadist di atas menerangkan bahwa apabila kita berbuat baik kepada sesama makhluk Allah SWT walaupun perbuatan tersebut hanya sebesar biji jagung, maka perbuatan kita akan mendapat pahala dan ridho Allah SWT. Misalnya memberi minum hewan yang najis.

Sehingga dapat dijelaskan bahwa pendidikan metode kisah atau cerita ini dapat menimbulkan kesan mendalam pada jiwa seorang anak didik, sehingga dapat membuka hati nuraninya dan berupaya melakukan hal-hal yang baik dan menjauhkan dari perbuatan yang buruk sebagai dampak dari kisah itu, apalagi penyampaikan kisah-kisah tersebut dilakukan dengan cara menyentuh hati dan perasaan. Al-Qur’an mempergunakan meode cerita untuk seluruh pendidikan dan bimbingan yang mencakup seluruh metodologi pendidikannya, yaitu untuk pendidikan mental, akal dan jasmani serta menaruh jaringan-jaringan yang berlawanan yang terdapat didalam jiwanya itu, pendidikan melalui teladan dan pendidikan melalui nasehat. Oleh karena itu, cerita merupakan kumpulan bimbingan yang snagat baik.[7]

D. Hadist Abu Hurairah tentang Metode Tanya Jawab


عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَجُلٌُ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ؟ قَالَ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوْكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ (أخرجه مسلم في كتاب البروالصلة والاداب


Artinya: Dari Abi Hurairah, ia berkata: ada seorang laki-laki datang pada Rasulullah SAW kemudian ia bertanya: ”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku hormati?”. Beliau menjawab Ibumu, ia berkata kemudian siapa?” Beliau menjawab kemudian ibumu, ia berkata kemudian siapa? Beliau menjawab kemudian ibumu, ia berkata kemudian siapa? Beliau menjawab kemudian Bapakmu dan saudara-saudara dekatmu.(HR. Muslim bin al-Hijaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi)[8]

Hadist di atas menerangkan bahwa suatu ketika ada seseorang laki-laki datang kepada Rasulullah, kemudian bertanya tentang orang-orang yang paling berhak untuk dihormatinya. Kemudian terjadilah dialog antara Rasulullah dan laki-laki tersebut dan Rasulullanpun mengajarinya tentang akhlak terhadap orang tuanya terutama ibunya, maka terjadilah tanya jawab antar keduanya.

Metode tanya jawab merupakan metode yang paling tua digunakan disamping metode yang lain, karena metode ini banyak sekali digunakan para Nabi terdahulu. Dan dalam penggunaan metode ini, pengertian dan pemahaman akan terasa lebih mantap. Sehingga segala bentuk kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari semaksimal mungkin.

Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat Two Wag Traffic, sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dengan siswa, dalam komunikasi ini terlihat adanya timbal balik secara langsung antara guru dengan siswa. Metode ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah dikuasai oleh siswa, untuk merangsang siswa berfikir, dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan maslah yang belum paham.[9]

E. Hadist Anas bin Malik tentang Metode Diskusi


عَنْ أَنَسٍ رَضِي الله عَنْه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًاأَوْ مَظْلُوْمًا قَالُوا يَارَسُوْلَ اللهِ هَذَا نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُفَوْقَ يَدَيْهِ (أخرجه البخاري في كتاب الظالم والغضب


Artinya: Dari Anas bin Malik ra, ia berkata: Rasulullah telah bersabda: tolonglah saudaramu yang dzalim maupun yang didhalimi. Mereka bertanya: wahai Rasulullah, bagaimana menolong orang dzalim?, Rasulullah menjawab tahanlah (hentikan) dia dan kembalikan dari kedzaliman, karena sesungguhnya itu merupakan pertolongan kepadanya.(HR. Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori al-Ju’fi)[10]

Hadist ini menjelaskan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan kepada kita untuk menolong orang yang dzalim dan yang didzalimi. Anas berkata ia telah menolong orang yang didzalimi, kemudian ia berkata kepada Rasulullah bagaimana cara menolong orang yang dzalim? Rasul pun menjawab untuk menghentikannya dan mengembalikannya dari kedzaliman. Diskusi terdapat pada permasalahan bagaimana cara menghentikan orang dzalim tersebut dan mengembalikan dia dari kedzalimannya.[11]

Diskusi pada dasarnya tukar menukar informasi, pendapat dan unsur-unsur penaglaman, secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama. Oleh karena itu diskusi bukan debat atau perang mulut. Dalam diskusi tiap orang diharapkan memberikan smbangan sehingga seluruh kelompok kembali dengan paham yang dibina bersama.[12]

F. Hadist Abu Hurairah tentang Alat Peraga


عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَافِلُ اليَتِيْمِ لَهُ أَوْلِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الجَنَّةِوَأَشَارَمَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِوَالوُسْطَى(اخرجه مسلم في الزهدوالرقائق


Artinya: ”Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda : ” Aku akan bersama orang-orang yang menyantuni anak yatim di surga akan seperti ini (Rasulullah menunjukkan dua jari, jari telunjuk dan tengah yang saling menempel)”.(HR. Muslim bin al-Hijaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi)[13]

Hadits ini memang tidak secara eksplisit menerangkan tentang penggunaan alat peraga dalam metode pengajaran akan tetapi secara implisit Nabi Muhammad SAW memberikan contoh tentang penggunaan alat peraga dalam memberikan penjelasan dengan cara menunjukkan kedua jari Beliau sebagai perumpamaan. Dari hadits ini kita mendapati bahwa dalam memahami konsep yang abstrak, kita membutuhkan suatu media yang kongkrit agar pengetahuan menjadi mudah dipahami.

Alat peraga merupakan salah satu komponen penentu efektivitas belajar. Alat peraga mengubah materi ajar yang abstrak menjadi kongkrit dan realistik. Penyediaan alat peraga merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan belajar sesuai dengan tipe belajar siswa. Pembelajaran menggunakan alat peraga berarti mengoptimalkan fungsi seluruh panca indera siswa untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa dengan cara mendengar, melihat, meraba dan menggunakan pikirannya secara logis dan realistis. Ada beragam jenis alat peraga pembelajaran, mulai dari benda aslinya, tiruannya, yang sederhana sampai yang canggih, diberikan di dalam kelas atau luar kelas. Bisa juga berupa bidang dua dimensi (gambar), bidang tiga dimensi (ruang), animasi/flash (gerak), video (rekaman atau simulasi). Teknologi telah mengubah harimau yang ganas yang tidak mungkin dibawa dalam kelas bisa tampak di dalam kelas dalam habitat kehidupan yang sesungguhnya. [14]


                         
[1] Ahmadi Toha, Terjemah Sahih Bukhori, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986), hlm. 89
[2] Ismail SM., Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbaisis PIKEM, (Semarang: Rasail Media Group, 2008), hlm. 13
[3] http : // abrubaidah.com/benang tipis, AntaraKemudahan-dan-bermudah-mudahan-dalam-mengambil-syari’at-islam-html.
[4] Abu Daud, Sunan Abu Daud juz 3-4, (Jakarta: Dar Al-Fikr, 1990), hlm 443
[5] Ismail SM, Op., Cit., hlm. 47
[6] Ahmad Soenarto dkk, Terjemah Shahih Bukhori, (Semarang: CV As-Syifa, 1993), hlm. 30
[7] Muhammad Quth, Sisitem Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993), hlm. 342
[8] Imam Muslim, Shahih Muslim, (Bairut : Dar Al-Kutub Al-Amaliyah juz 10, 1994), hlm 1
[9] Dr. Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1995), hlm. 78
[10] Ahmadi Toha, Op., Cit., hlm. 217
[11] Ibid., hlm 248
[12] Dr. Nana Sudjana, Op., Cit., hlm. 80
[13] Imam Muslih, Op., Cit., hal. 42
[14] http:/en.wikipedia.org/wiki/learning-style