Kamis, 21 November 2013

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN SERTA FILSAFAT YUNANI

I. PENDAHULUAN

Dalam perkembangannya filsafat Islam telah melahirkan pemikiran-pemikiran yang khas dalam bidang hidup dan kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta. Dan berkembang pula berbagai macam sistem berpikir yang bercorak filsafat. Macam-macam sistem berfikir yang menghasilkan bermacam-macam pula pandangan filsafat dalam masalah hidup dan kehidupan manusia itu, sedikit banyknya tentu berpengaruh dalam pendidikan atau setidak-tidaknya memberikan corak tertentu terhadap pelaksanaan pendidikan.[1]

Filsafat Islam memiliki sejarah perjalanan yang cukup panjang. Ia dibangun di atas pondasi filsafat Yunani, sehingga bahan-bahan yang digunakan dalam memformulasikan sistemnya adalah sebagaimana bahan-bahan yang digunakan dalam memformulasikan sistem filsafat Yuanani. Namun demikian, bukan berarti filsafat Islam sama persis dengan filsafat Yunani. Filsafat Islam dirumuskan dari bahan-bahan yang digunakan oleh sistem filsafat Yunani, sementara filsafat Yunani dirumuskan dengan logika, maka filsafat Islam mesti bersentuhan dengan logika. Karenanya, kami pemakalah akan membahas mengenai kontak antara Islam dan Ilmu Pengetahuan serta Filsafat Yunani.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Bagaimana Hakikat Islam, Ilmu Pengetahuan serta Filsafat Yunani?
B. Bagaiman kontak antara Islam dan Ilmu Pengetahuan serta Filsafat Yunani?

III. PEMBAHASAN

A. Hakikat Islam, Ilmu Pengetahuan serta Filsafat Yunani

a. Islam

Kata “Islam”, menurut pandangan umum yang berlaku biasanya mempunyai konotasi dengan diartikan sebagai “agama Allah”. Agama Allah berarti jalan Allah, yaitu jalan menuju kepada-Nya dan bersumber dari pada-Nya.

Secara etimologis, kata Islam memang memiliki banyak pengertian, antara lain:

1. Kata Islam yang berasal dari kata kerja aslama, yuslimu, dengan pengertian menyerahkan diri, menyelamatkan diri, taat, patuh dan tunduk.”
2. Kalau dilihat dari segi kata dasar salima mengandung pengertian antara lain selamat, sejahtera, sentosa, bersih dan bebas dari cacat/cela.
3. Sedangkan kalau dilihat dari kata dasar salam maka akan berarti damai, aman dan tenteram.

Dengan demikian kalau dirangkumkan pengertian Islam tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: “Menempuh jalan keselamatan, dengan jalan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan melaksanakan dengan penuh kepatuhan dan ketaatan akan segala ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh-Nya, untuk mencapai kesejahteraan dan kesentosaan hidup dengan penuh keamanan dan kedamaian”.[2]

Seorang Muslim adalah orang atau seseorang yang menyerahkan dirinya secara sungguh-sungguh kepada Allah. Pengertian ini dapat kita rujuk pada Al-Qur’an, misalnya QS. Al-An’am: 79

إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (٧٩)

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.”

Dari ayat di atas, dapat dijelaskan bahwa “wujud pribadi muslim” itu adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah, tunduk dan patuh serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepadanya.[3]

b. Ilmu Pengetahuan

Istilah Ilmu Pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang berasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui.

Ilmu pengetahuan berasal dari kata Ilmu dan Pengetahuan. Dalam pandangan James K. Feiblenan, “Pengetahuan” adalah hubungan antara obyek dan subyek. Dengan kata lain pengetahuan adalah paham suatu subyek mengenai obyek yang dihadapi.[4] Sedangkan The Liang Gie (1987) memberikan pengertian “Ilmu” adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman seccara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.[5]

Dari definisi diatas, Prof. Dr. Ashley Montagu, Guru Besar Antropologi pada Rutgers University menyimpulkan: “Science is sistematized knowledge derived from observation, study, and experimentation curried on order to determine the nature off principles of what being studied” (Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang distudi).[6]

Jadi, Ilmu Pengetahuan adalah suatu pengetahuan tentang objek tertentu yang disusun secara sistematis sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metode tertentu. Atau bisa juga, Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren (bertalian) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan.[7] Adapun menurut Bahm, bangunan dasar (pokok) Ilmu Pengetahuan melibatkan enam macam komponen, yaitu: adanya masalah (Problem), adanya sikap ilmiah (Scientific attitude), menggunakan metode ilmiah (Scientific method), adanya aktifitas ilmiah (Scientific activity), adanya kesimpulan (conclusion), adanya pengaruh (effect)[8].

Dari pengertian di atas, Ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu:

1. Obyek ilmu pengetahuan adalah empiris yaitu fakta-fakta empiris yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan mempergunakan panca inderanya.
2. Ilmu pengetahuan karakteristik tersendiri yaitu mempunyai sistematika, hasil yang diperoleh bersifat rasional dan obyektif, universal dan kumulatif.
3. Ilmu dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, studi, dan pemikiran baik melalui pendekatan deduktif maupun melalui pendekatan induktif maupun kedua-duanya.
4. Sumber dari segala ilmu adalah Tuhan, karena Dia yang menciptakannya.
5. Fungsi ilmu adalah untuk keselamatan, kebahagiaan, pengamanan manusia dari segala sesuatu yang menyulitkan.

c. Filsafat Yunani

Filsafat Yunani sering disebut dengan filsafat Barat. Istilah filsafat Barat adalah sebutan yang digunakan untuk pemikiran-pemikiran filsafat dalam dunia Barat atau Occidental. Pada umumnya, filsafat terdiri dari dua garis besar, yaitu filsafat Barat dan filsafat Timur. filsafat Barat berbeda dengan filsafat Timur atau oriental. Permulaan dari sebutan filsafat Barat ini dari keinginan untuk mengarah kepada pemikiran atau falsafah peradaban Barat.

Tujuh abad pra-Islam dunia sudah diduduki oleh mekarnya kebudayaan Yunani dengan tradisi penikiran kefilsafatannya. Kebudayaan Yunani yang dominan dengan olah rasionya (filsafat) sesungguhnya merupakan respon atas tantangan zamannya yang sarat dengan tradisi mitos, magic, dan sihir. Dalam tahapan selanjutnya, reasonansi kebudayaan Yunani ini mampu menembus wilayah Timur Tengah (Persia), di bawah penaklukan Alexander Agung di tahun 331 SM. Pasca Alexander, kebudayaan Yunani terus berkembang di Timur di bawah era hellenistik dan Romawi.[9]

B. Kontak antara Islam dan Ilmu Pengetahuan serta Filsafat Yunani

Sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan Ilmu Pengetahuan dari agama Islam. Memisahkan antara ilmu kauniyah (alam semesta) dari wahyu. Padahal dalam pandangan Islam keduanya adalah merupakan satu kesatuan. Kebenaran yang ada di alam semesta dikonfirmasikan lewat wahyu, demikian pula sebaliknya kebenaran wahyu dapat dibuktikan melalui kenyataan yang ada di alam semesta, karena memang berasal dari sumber yang satu yaitu Allah.

Agama pada umumnya mempunyai ajaran-ajaran yang diyakini turun kepada masyarakat manusia melalui wahyu, dalam arti bahwa ajaran-ajaran itu berasal dari Tuhan yang maha mengetahui dan oleh karena itu bersifat benar dan tidak berubah-ubah sekalipun masyarakat manusia berubah menurut perkembangan zaman. Ilmu pengetahuan sebaliknya tidak kenal dan tidak terikat pada waktu. Ilmu pengetahuan berpijak dan terikat pada pemikiran rasional. Itulah sebabnya secara populer orang mengatakan bahwa agama bermula dari percaya, sedang ilmu bermula dari tidak percaya. Akan tetapi meskipun titik berangkatnya berbeda, tidaklah berarti antara agama dan ilmu itu dalam posisi yang bertentangan. Kalau agama mempunyai nilai kebenaran mutlak maka ilmu yang sifatnya kebenarannya relatif adalah merupakan alat bagi manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran itu. Dengan menggunakan kekuatan daya pikir dan dengan hati nuraninya manusia dapat menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya secara baik yaitu beramal shaleh. Atau dengan kata lain bahwa ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal shaleh yaitu amal yang dituntut oleh ajaran agama terhadap pemeluknya.

Sejalan dengan itulah Islam memandang kegunaan dan peranan ini sehingga tidak membuat garis pemisah antar agama dan ilmu. Agama adalah nilai-nilai panutan yang memberi pedoman pada tingkah laku manusia dan pandangan hidupnya, ilmu adalah sesuatu hasil yang dicapai oleh manusia berkat bekal kemampuan-kemampuannya sebagai anugerah dari Tuhan Maha Pencipta. Ilmu tidak dibekalkan sebagai barang jadi, ilmu harus dicari dan untuk ikhtiar mencari ilmu ini Tuhan membekali manusia dengan berbagai kemampuan yang memang kodratnya sesuai dengan keinginan untuk mengetahui apa saja.[10]

Maka dapatlah dimengerti mengapa Islam sejak dini sekali menganggap perlunya intregasi antara agama dan ilmu dan sekaligus menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pada posisi yang lebih tinggi. Hal ini dinyatakan dalam Firman Allah:

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11)

Dalam rekaman sejarah, cara terjadinya kontak antara umat islam dan filsafat yunani (juga sains) melalui daerah Suriah, Misokotamia, Persia, dan Mesir. Filsafat Yunani datang ke daerah-daerah ini ketika menaklukkan Alexander Yang Agung ke timur pada abad ke-4 (331 SM). Ia juga mempersatukan orang-orang yunani dan persia dalam satu negara besar dengan cara berikut:

1. Ia angkat pembesar dan pembantunya dari orang arab dan persia
2. Ia mendorong perkawinan campuran antara Yunani dan persia. Bahkan, ia pernah menyelenggarakan perkawinan massal 24 jenderal dan 10.000 prajuritnya dengan wanita-wanita persia di Susa.
3. Sementara itu, ia sendiri kawin dengan Satria, putri Darius, Raja Persia yang kalah perang.
4. Ia mendirikan kota-kota dan pemukiman yang dihuni bersama oleh orang-orang Yunani dan Persia.

Dengan demikian, bercampurlah kebudayaan Yunani dan kebudayaan Persia. Sebagai bukti dalam hal ini Kota Alexandria di Mesir yang dalam bahasa Arab disebut al-Iskandaria, merupakan warisan dari usaha di atas.[11]

Selanjutnya filsafat Yunani dikembangkan ke Timur oleh kaum emigran Kristen Barat akibat pertentangan sekte sejak abad ke-3M. Di antara mereka ada yang mendirikan tempat-tempat perguruan filsafat di Qannasrin (Syria), Harran (daerah Irak), dan Jundisapur Persia.

Setelah daerah-daerah tersebut dikuasai oleh umat Islam, dengan berdirinya bait al-hikmah, kemudian oleh al-Makmun diharuskan untuk mengajarkan seluruh jenis ilmu naql dan ‘aql. Pada perkembangan selanjutnya berdirilah semacam fakultas logika yang dipimpin oleh Abu Bisyr matta ibn Yunus, seorang ahli logika Syria yang terkenal. Para penerusnya ialah al-Farabi dan Yahya ibn Adi serta para murid mereka.[12]

Dilihat dari aspek sejarah, kelahiran ilmu filsafat Islam dilatarbelakangi oleh adanya usaha penerjemahan naskah-naskah ilmu filsafat ke dalam bahasa Arab yang telah dilakukan sejak masa klasik Islam. Usaha ini melahirkan sejumlah filosuf besar Muslim. Dunia Islam belahan Timur yang berpusat di Baghdad, Irak lebih dahulu melahirkan filosuf Muslim daripada dunia Islam belahan Barat yang berpusat di Cordoba, Spanyol.[13]

Pada dasarnya dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang erat antara filsafat Islam dengan ilmu kalam, tasawuf dan ushul fiqh. hubungan yang serupa terjadi pula antara filsafat islam dan sains. Sebagaimana diketahui, filsafat merupakan suatu Ilmu yang mencakup seluruh lapangan ilmu pengetahuan, baik yang teoritis maupun yang praktis. Kenyataan ini dapat disaksikan dalam temuan-temuan yang dihasilkan oleh filosof-filosof Islam sendiri, seperti Al-Kindi ahli ilmu pasti dan ahli falak yang tersohor, Ibnu Sina termashur dengan ilmu kedokteran yang menyusun kitab Al Qanun yang menjadi rujukan baik di barat maupun di timur, serta terdapat pula filosof lainnya seperti Al-Farabi, Miskawih, Ibnu Thufail, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Bajjah, Nasiruddin at-Tusy, dan filosof-filosof lainnya.

Begitu pula halnya ilmuan lainnya, seperti Ali Al Hasan Ibnu Haitam (965-1038M) menemukan Ilmu pasti, Abu Musa Jabir Ibnu Hayiian (700-777M) dalam bidang kimia, Abu Raihan Ibnu Ahmad Al Baruni (973-1051M) dalam bidang Ilmu Falak, Muhammad Al Syarif Al Idrisi (1100-1166M) dalam bidang Ilmu bumu alam, Abu zakariyya yahya ibnu awwam (W. 1185M) dalam bidang pertanian, Abu Usman Amr Ibnu Bahr Al Zahiz (776-869M) dalam bidang Ilmu Hewan, dan lain-lain.

                                   
[1] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 137.
[2] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 35.
[3] Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011), hlm. 30-31
[4] Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 106.
[5] Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm. 108-109.
[6] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 9-10.
[7] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 17.
[8] Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm. 110-114.
[9] Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 56-58.
[10] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 56-58.
[11] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 32-33.
[12] Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 75.
[13] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep, Filosuf, dan Ajarannya), (bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar