Sabtu, 16 Agustus 2014

STUDI KAWASAN ISLAM DI MESIR


I. PENDAHULUAN
Bangsa Mesir termasuk bangsa-bangsa yang paling tua dalam sejarah. Negeri mesir telah di diami oleh bangsa Mesir semenjak beribu tahun yang lalu. Bangsa ini telah maju dalam segala macam corak penghidupan. Berilmu pengetahuan yang luas dan berkebudayaan tinggi. Mereka dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan itu telah mendahului bangsa-bangsa yang lain beribu tahun lamanya.
Bekas-bekas peninggalan mereka yang berupa bangunan-bangunan, paramida-paramida, candi-candi, tugu-tugu (obelisk) serta arca-arca besar dan kecil masih berdiri dengan emgah sampai sekarang. Arca-arca dan obelisk itu sekarang ada yang berdiri di Mesir ada yang sudah di pindahkan ke musium Mesir.
Semua itu menunjukan ketinggian ilmu pengetahuan teknologi dan kebudayaan mereka masa di masa bahari itu, yaitu masa yan di kenal dalam sejarah dengan sebutan “mesir lama” atau masa para Fir’aun.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Letak Geografis Negara Mesir
B. Sejarah Masuknya Mesir
C. Perkembangan Islam di Mesir

III. PEMBEHASAN
A. Letak Geografis Negara Mesir
Dalam bahasa Semit, negeri ini disebut misr, darikata ma-sa-ra yang berarti Istana tuhan Ra, orang Mesir sendiri menamakan negeri mereka sebelum zaman Fir’aun dengan Kemy atau negeri yang hitam tanahnya. Adapun Egypt berasal dari kata Hecoptah, yang diambil dari sebutan orang Mesir sendiri terhadap ibu kota kerajaan mereka di Menaf (Memphis) yang berarti tempat bersemayaman roh tuhan Bietah, tuhan perindustrian Mesir. Dalam Al-Qur’an kata Misr disebutkan sebanyak lima kali ada kemungkinan bahwa kata Misr menuju pada suatu daerah yang kita kenal sekarang ini. Misr juga berarti pemberian atau karunia karena Mesir menurut kepaercayaan Mesir kuno merupakan pemberian dari sungai Nil. Negeri ini mendapatkan banyak julukan, seperti Ard al-Kinahah, Ard al- anbiya’, Hibat an-Nil, Kunuz al Atsar, Turab al-Ajdad, Mahd al-hadarat, Ukht az-Zaman dan Qiblah al-Anbiya’.[1]
Mesir adalah sebuah Negara Republik di sudut Timur Laut Benua Afrika. Negara ini berbatasan dengan Laut Tengah (Utara), Laut Merah (Timur), Sudan (Selatan), dan Libia (Barat). Luas daerah 1.001.450 km2 dengan kelompok etnik terpenting adalah Mesir, Badui dan Nubia. Ibukota negaranya adalah Kairo dengan bahasa resminya Arab dan Pound Mesir sebagai mata uang.[2]
Mesir terletak diantara benua Asia dan Afrika. Namun orang lebih condong mengangapnya sebagai bagian dari Afrika, karena lebih dari 90 persen daratannya berada di Afrika. Daratan mesir yang berdampingan dengan Asia dan berseberangan dengan benua Eropa membuat posisinya menjadi strategis. Mesir mencakup semenanjung Sinai yang dianggap sebagai bagian dari Asia Barat Daya. Mesir merupakan negara Arab yang paling banyak penduduknya, sekitar 74 juta jiwa. Hampir seluruh populasi Mesir terpusat di sepanjang sungai Nil, terutama Iskandariyah dan Kairo, dan sepanjang delta Nil dan dekat Teruzan Suez. Hampir 90 persen dari populasinya adalah pemeluk Islam, mayoritas Sunni dan sebagian menganut ajaran sufi lokal serta sisanya kristen, terutama Koptik.[3]
Sungai Nil adalah sumber kehidupan Mesir karena lembahnya merupakan daratan subur yang memanjang (17.000 km) dengan dinding karang setinggi 200-400 M di kedua sisinya. Delta sungai Nil di utara Kairo (lebih kurang 23.000 km2) merupakan dataran rendah. Ekonomi Mesir sangat tergantung pada pertanian yang di aliri sungai Nil melalui bendungan Aswan sejak tahun 1970 peranannya diambil alih oleh bendungan sad al-‘Ali (bendungan tinggi). Hasil pertanian terpenting di Mesir adalah kapas, padi-padian, sayur-sayuran, tebu dan buah-buahan. Di samping itu, di Mesir terdapat industri tekstil, pariwisata, bahan kimia, baja, semen, pupuk dan lain-lain. Selain lembah sungai Nil tersebut terdapat padang pasir, baik disebelah Barat maupun Timur.[4]

B. Sejarah Islam di Mesir
Sejak lima ribu tahun sebelum masehi, Mesir telah menjadi imperium besar dan memiliki peradaban adiluhung; imperium dan peradaban Pharaonic, Mesir Kuno, keberadaannya merentang tak kurang dari empat ribu tahun. Dinasti-dinasti imperium Mesir Kuno banyak meninggalkan bangunan dan bukti kesejarahan lainnya yang tak tertandingi; kuil-kuil, universitas, istana piramida, hingga artefak-artefak dan kitab kematian. Bangsa Mesir jauh lebih dahulu mengenal ilmu pengetahuan dan system tata Negara daripada bangsa Persia danYunani.[5]
Setelah binasanya Fir’aun yang memerintah Mesir di masa Nabi Musa AS, maka melemahlah kekusaan para Fir’aun setelahnya. Persia kemudian menduduki Mesir pada tahun 305 SM. Setelah itu Pada paruh pertama abad ke-3 masehi, Alexander Agung, sang emperor dari Macedonia, merentangkan sayap kekuasaannya dan berhasil menaklukan Mesir. Mesir pun menjadi wilayah bagian Yunani, bahkan teryunanikan. Alexander juga membangun ibu kota imperiumnya di Alexandria, yaitu di tepi pantai utara Mesir. Pada gilirannya, selama berabad-abad kemudian, Alexandria menjadi kota tereksotik, megah dan jantung ilmu pengetahuan Yunani. Para pewaris tahta Alexander kemudian menguasai Mesir. Mereka dikenal dengan dinasti Ptolemi.[6]
Lalu Mesir berada dibawah pemerintahan Potolemus, menyusul kemudian orang-orang Romawi. Sejak itulah menyebar agama Kristen dan penduduknya kemudian dikenal dengan sebutan Qibthi. Kondisi ini terus berlangsung demikian hingga datangnya pasukan Islam dan melepaskan mereka dari kesesatan.[7]
Setelah Pasukan kaum muslimin berhasil membebaskan negeri Suriah. Panglima pasukan Amr bin Ash meminta izin kepada Amirul Mukminin Umar bin Khathab RA untuk bergerak ke Mesir dan membebaskanya. Umar setuju dan memerintahkan Amr untuk menuju Mesir. Khalifah kedua itu juga membantunya dengan mengirim Zubair bin Awwam, Busr bin Arthah, Kharijah bin Hudzafah, dan Umair bin Wahb Al-Jumahi. Mereka bertemu di dekat pintu masuk Mesir. Mereka kemudian bertemu Uskup Abu Maryam yang diutus oleh Muqauqis dari Iskandariyah.
Amr bin Ash menawarkan penduduk Mesir 3 pilihan: Masuk Islam, membayar Jizyah atau perang. Mereka diberi waktu tiga hari untuk membuat keputusan. Namun, mereka meminta tambahan waktu. Amr kemudian memberi tambahan sehari untuk membicarakan penawaran tersebut. Kedua orang tersebut menghadap Muqawqis. Disamping gubernur Mesir itu ada Arthabun, panglima Romawi untuk wilayah Mesir. Muqawqis mempertimbangkan seruan Amr, sementara Arthabun menolaknya. Akan tetapi, Mereka akhirnya memilih perang dan kalah. Penduduk Mesir akhirnya setuju berdamai. Amr bin Ash lalu mengirimkan Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi ke Ain Syam untuk membebaskan kota itu. Mereka akhirnya setuju berdamai sebagaimana penduduk Fustat. Begitu pula dengan Iskandariyah, tempat Muqauqis berada. Raja Muqauqis akhirnya menunjuk Abdullah bin Hudzafah sebagai penguasa di Iskandariyah.[8]

C. Perkembangan Islam di Mesir
Mesir merupakan wilayah dunia islam yang terpenting pada masa ini, karena letak geografisnya yang berhadapan langsung dengan orang-orang salib. Posisinya semakin bertambah penting setelah dibukanya Terusan Suez. Pada massa kerajaan, negeri ini merupakan pemerintahan terkuat karena merupakan pusat khalifah Utsmaniyah. Setelah penghancuranya oleh Mamulk pada tahun 923 H/ 1517 M, posisinya semakin kurang. Istanbul telah menjadi pusat Khalifah Utsmaniyah dan Mamulk telah melakukan pembagian wilayah di Mesir ini.
1. Gerakan Ali Bek al-Kabir (1182-1187 H/ 1768- 1772 M)
Sebelumnya Ali Bek al-Kabir adalah pemimpin Mesir yang berasal dari Mamulk. Kemudian ia mengumumkan kemerdekaan, lalu menggabungkan Hijaz dan Suriah. Ia dibunuh oleh panglima pasukanya.
Setelah kematian Ali Bek, negeri ini menghadapi masa sulit yang berkepanjangan. Selama masa itu sejumlah raja telah mengendalikan kekuasaan dan menundukkanya untuk kepentingan hawa nafsunya. Perselisihan dan pertikaian diantara raja-raja terjadi dengan sengitnya. Dan pada tahun 1206 H/ 1791 M Mesir dialanda wabah Tha’un yang berat yang membinasakan warganya.
2. Penyerbuan Pasukan perancis terhadap Mesir dan Syam (1213-1216 H/ 1798-1801 M)
Perancis datang ke Mesir dengan kepemimpinan Napoleon Bonaparte. Mereka menggunakan cara yang sadis, kemudian mereka bergerak menuju Syam, lalu merebut Gaza dan Yafa namun gagal mengepung Akka. Maka, mereka kembali ke Mesir.
Kemudian Napoleon kembali ke Perancis disebabkan oleh kondisi dalam negerinya, yang kemudian pasukanya juga kembali ke Perancis pada tahun 1216 H.
3. Muhammad Ali (1220-1265 H/ 1805-1849 M)
a. Usaha-usaha mengalahkan pemerintahan Saudi
Orang-orang Utsmaniyah membebaninya untuk mengalahkan orang-orang Saudi. Maka, berangkatlah dua pasukan ke jazirah Arab. Lalu, mereka menundukkan Hijaz dan mengalahkan pemerintahan Saudi pada tahun 1233 H/ 1817 M, hingga Usair.
b. Pembinasaan raja-raja
Muhammad Ali merasa takut ketika mengirimkan pasukanya untuk mengalahkan pemerintahan Saudi terhadap ancaman dari raja-raja yang ada didalam pemerintahan ini. Maka ia mengumpulkan mereka kemudian mengeluarkan perintah untuk membunuh mereka.
c. Usaha-usaha utamanya
Menundukkan Sudan pada tahun 1236 H/ 1821 M,. Pasukan Mesir kalah besar di Yunani pada tahun 1243 H/ 1827 M dari pasukan sekutu Inggris, Perancis dan Rusia. Ini merupakan hasil kesepakatan untuk mendapatkan dukungan Inggris bagi kemerdekaan Mesir. Dia menguasai negeri Syam dan mengalahkan tentara Utsmaniyah pada tahun 1247 H/ 1831 M. Akan tetapi karena tekanan dari Inggris terpaksa ia menarik kembali pasukanya dari Anatolia, dan meninggalkan negeri Syam dan Hijaz demi kemerdekaan di Mesir.
d. Upaya-upayanya dalam membenahi kondisi dalam negeri
Muhammad Ali berupaya menjadikan Mesir sebagai negara Modern. Maka, pada masa kekuaaanya terjadilah kebangkitan besar, industri-industri mulai memasuki negeri itu, sekolah-sekolah tinggi juga percetakan-percetakan mulai berkembang. Dia juga melakukan pembenahan dalam bidang pertanian, industri dan perdagangan.[9]
Di saat perhatian dunia terfokus pada konfontrasi yang berlarut-larut antara kelompok Islamis dan rezim Aljazair, para pengamat mengabaikan sebuah pertarungan yang lebih kuat memontumnya, yaitu antara pemerintah Mesir dan oposisi Islamis. Sejak awal era 90an, Mesir menyaksikan suatu perang skala kecil, pergesekan antara rezim dan kaum Islamis, yang memangsa lebih dari seribu nyawa dan menimbulkan kerugian miliaran dolar dari sektor pariwisata. Pada awal decade 1990an, para pejabat Amerika khawatir akan situasi keamanan Mesir yang makin rusak serta perbedaan kubu antara pemerintah dan masyarakat. Menurut sebuah laporan yang tidak dikonfirmasi, dimuat dalam harian Sunday Times Landon pada awal 1993, National Intelligence Estimate—yang merepresentasikan masukan kolektif dari semua dinas (agencies) amerika serikat—meramalkan bahwa “teroris-teroris fundamintalis Islam akan terus mengambil keuntungan diseluruh Mesir, dan mengarah ke penjatuhan pemerintahan Mubarak” (Fawaz A. Gergez, 2002;221)
Walaupun beberapa pejabat AS menampik penilaian itu, faktanya Amerika sangat khawatir akan perkembangan peristiwa di Kairo. Hanya di sedikit negara Timur Tengah keterlibatan kepentingan Amerika sama seperti di Mesir. Mesir merupakan gerbang masuk ke dunia Arab dan jangkar dari kebijakan Amerika mengenai Timur Tengah karena kaitan eratnya dengan daerah Teluk penghasil minyak serta keterlibatan aktifnya dalam proses perdamaian Arab-Israel. Amerika telah menanam investasi besar-besaran di Mesir, memberinya bantuan ekonomi dan militer sebesar lebih dari US$ 2 miliar pertahun. Sejak 1979 Kairo telah menjadi sekutu dekat Washington—melalui proses perdamaian, memmfasilitasi negosiasi-negosiasi antara Arab dan Israel, meneguhkan koalisi pimpinan AS melawan Irak. Karena semua alasan ini, para petinggi Amerika berharap Mesir merupakan obor stabilitas di kawasan yang rawan itu. (Fawaz A. Gergez, 2002;222)
Kekhawatiran Amerika semakin berlarut-larut dengan adanya gerakan kelompok politik Islam yang sudah lama muncul dengan membawa misi dakwah Islam, yaitu Ikhwanul Muslimin.
Di Mesir terdapat kelompok politik Islam Ikhwanul Muslimin dan di Paksitan terdapat Jamaat-i Islami. Gerakan politik Islam di Mesir hadir sebagai elternatif bagi warga Mesir, di mana pemerintah Mesir yang kerapkali memaksakan kebijakannya dengan cara-cara represif dan sangat korup, tidak popular dari sebagian warga Mesir. Gerakan politik Islam di Mesir menjadi semakin terargonisasi dan berkecimpung di bidang pendidikan, kesehatan dan gerakan sosial. Hal dapat dilakukan menjadi daya tarik bagi warga Mesir, karena pemerintah kadang kala tidak mampu untuk menyediakan sarana-sarana tersebut. Mubarak, seperti pemerintah-pemerintah lainnya di Timur Tengah, mengatakan bahwa tidak ada kelompok moderat di dalam gerakan politik Islam. Mubarok tidak segan-segan melakukan tindakan represif terhadap gerakan politik Islam. Lebih jauh lagi dia menyarankan agar kelompok intelektual-moderat Muslim untuk lebih menunjukkan gigi mereka. (Sihbudi, 2007;30)
Namun represif pemerintah itu musnah setelah adanya demontrasi besaran-besaran di Mesir, tepatnya pada hari Sabtu tanggal 25 Januari 2011. Para demontran menuntuk kepada Husni Mubarak untuk turun dari tahta kepresidenan dikarenakan dalam menjalani pemerintahan tidak pecus dan seringkali mencekal kondisi umat Islam di Mesir. Dengan terjadinya demontran dan tuntutan kepada Husni Mubarak untuk turun tahta akhirnya Mubarak jatuh kerezimannya terhadap masyarakat Mesir.
Pasca dari jatuhnya Mubarak, Ikhwanul Muslim tampil berani untuk menyerukan kepada masyarakat Mesir bagaimana Mesir dijalankan. Sehingga dari usaha itu mendapat banyak dukungan dari masyarakat Mesir dan akhirnya , pemerintahan Mesir dipimpin oleh Mohammed Morsi. Meskipun pada hakikatnya, tujuan dari menyerukan itu tiada lain hanya sekedar ingin berpartisipasi dalam demokrasi di Mesir bukan mendominasi dalam pemerintahan.[10]

                                                    


[1] Mohammad Syafi’i Antonio,Dkk, Ensiklopedia Peradaban Islam: Kairo, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2012), hlm. 6.
[2] Alaiddin koto, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012) hlm. 163.
[3] Mohammad Syafi’i Antonio,Dkk, Ensiklopedia Peradaban Islam: Kairo..., hlm. 4-5.
[4] Alaiddin koto, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012) hlm. 163-164
[5] Alaiddin koto, Sejarah Peradaban Islam.., hlm.166
[6]
[7] Ahmad Al-Usairi, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Hingga Abad Xx), (Jakarta: AKBAR MEDIA, 2003), Hlm. 57.
[8] Dar Al-‘Ilm, Atlas Sejarah Islam, (Jakarta: Kaysa Media, 2011), Hlm.49
[9] Ahmad Al-Usairi, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Hingga Abad Xx), (Jakarta: AKBAR MEDIA, 2003), Hlm. 416-419
[10] https://www.facebook.com/notes/ryan-poetra-kemboja-kayonghappyslalu/negara-islam-pada-periode-modern-yang-meliputi-turki-mesir-asia-barat-iran-anak-/526731147388806 diunduh pada 26 Maret 2014 pukul 16:15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar