I. PENDAHULUAN
Iran memiliki andil besar dalam penyebaran Islam dan pengembangan budaya Islam. Perluasan wilayah Islam seperti ke Asia Tengah, India, Afghanistan, dan Cina bergantung pada peran bangsa Iran. Hal ini dimungkinkan karena letak Iran yang sangat strategis sebagai gerbang ke belahan dunia Timur. Di bidang kebudayaan Islam, bangsa Iran yang telah mengenal peradaban sebelum bangsa Arab mengenalnya, juga berpengaruh besar. Cendekiawan-cendekiawan Iran cepat beradaptasi dan ikut serta dalam kelompok elite pada masa Abbasiyah. Bahasa Persia juga menjadi bahasa Islam kedua setelah bahasa Arab.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai negara Iran. Bagaimana kondisi geografis, sejarah masuknya islam di Iran, sistem pemerintahannya dan karakteristik Islam di Iran.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kondisi geografis wilayah negara Iran?
2. Bagaimana Sejarah perkembangan Islam di Iran?
3. Bagaimana sistem pemerintahan, keadaan ekonomi dan sosial negara Iran?
4. Bagaimana karakteristik Islam di Iran?
III. PEMBAHASAN
1. Kondisi Geografis Wilayah Iran
Iran (Republik Islam Iran) beribukota di Teheran. Negara pegunungan yang terletak di daerah Timur Tengah di belahan Utara bumi, antara 25˚ dan 40˚ garis lintang serta 44˚ dan 63˚ garis bujur. Disebelah utara berbatasan dengan Republik Armenia, Laut Kaspia, dan Republik Turkimenistan, disebelah Barat Daya dengan Irak, disebelah Timur Laut dengan Afganistan dan Pakistan, disebelah Barat Laut dengan Turki dan disebelah Selatan dengan Oman dan Teluk Persia. Luas wilayah Iran 1.638.057 km2, terbagi atas 24 provinsi, 195 kotapraja, dan 500 distrik. Provinsi terbesar ialah Khurasan dengan luas 315.687 km2, sedangkan provinsi terkecil adalah Gilan yang luasnya 14.820 km.
Dahulu Iran lebih dikenal dengan sebutan negara Persia. Sejak tahun 1935, pada masa kekuasaan Raja Reza Khan (pendiri Dinasti Pahlevi dan ayah syah Muhammad Reza Pahlevi yang ditumbangkan oleh Ayatullah pada tahun 1979). Sebutan Persia diganti dengan Iran (Persia=orang-orang Aria atau keturunan bangsa Aria). Suatu nama yang pernah dipakai oleh nenek moyang bangsa Iran bagi dataran tinggi Iran yang dikuasai mereka pada sekitar tahun 1700 SM. Disebutkan pula bahwa pada masa kekuasaan Darius (salah seorang Maha Raja Iran tempo dulu), kata Iran juga pernah dipakai bagi negeri kekuasaannya.
Diperkirakan bahwa sebelum tahun 5000 SM sudah terdapat bangsa yang menetap di Iran, namun tidak diketahui secara pasti dari mana mereka itu berasal. Akan tetapi, sekitar tahun 2000 SM bangsa Aria yang juga merupakan ras Indo-Eropa itu telah mulai menetap di Iran. Mereka berasal dari suku Fras. Kemudian pada tahun 1000 SM datang pula suku Media yang juga berasal dari bangsa Aria dan menetap di wilayah Utara Iran.[1]
2. Sejarah perkembangan Islam di Iran
Ketika memasuki wilayah Iran, kaum muslimin tidak mendapatkan perlawanan apapun dari penduduk setempat. Sebelumnya, bangsa Persia (Iran) pernah mendapatkan penindasan dan kekerasan dari pemerintahan Sasani pada masa akhir pemerintahannya. Penindasan dan kekerasan sontak memicu kemarahan rakyatnya sendiri. Mereka sangat marah dan membenci para pemimpin mereka, terutama setelah negara menetapkan Zoroaster sebagai agama resmi negara, yang sebelumnya agama itu sangat dibenci oleh para penduduk.
Pembebasan dari bangsa Arab dilakukan dalam bentuk penyelamatan terhadap para penduduk Persia dari penderitaan yang sedang mereka alami. Para penduduk Persiapun menyambut gembira kedatangan Arab-pertama-karena mereka ingin sekali terbebas dari kesewenangan para pemimpinnya dan kedua ingin sekali memeluk agama yang mereka inginkan.[2]
Imperium Persia jatuh ke tangan kaum muslimin yang waktu itu dipimpin oleh Khalifah Umar bin Khatab (634-644) pada tahun 637 melalui perang Qadisiyyah, Kemudian pada tahun 641, setelah melalui peperangan Nahavand, seluruh Imperium Persia yang waktu itu dipimpin oleh Yazdajird jatuh ke tangan kaum muslimin. Sejak itu Persia yang menganut agama Zoroaster beralih ke agama Islam. Akhirnya agama Islam pun bisa berkembang disana.
Sampai tahun 820 seluruh wilayah Persia praktis berada dibawah kekuasaan penuh khalifah di Baghdad. Tetapi sejak tahun 820, muncullah dinasti-dinasti kecil maupun besar di berbagai wilayah Persia. Dinasti-dinasti itu antara lain: Dinasti Samanid (892-999), Gaznawi (999-1037), dan Seljuk (1037-1157). [3]
Iran muncul sebagai sebuah negara pada abad ke-10 H/16 M. Dengan keluarga Safawiyah sebagai penguasanya (907-1148 H/ 1502-1735 M.) dan mengumumkan madzhab Syi’ah sebagai madzhab resmi negara.[4]
3. Sistem pemerintahan, kebudayaan dan kondisi ekonomi negara Iran
Sejak tahun 1906, Iran telah menjadi negeri Monarchi Konstitusional. Dewan Legislatif (pembuat undang-undang) dicetuskan dalam Majelis Dewan Konsultatif Nasional, terdiri dari 200 anggota yang dipilih 5 tahun sekali, termasuk nanti sebagai senat atau Majelis Tinggi. Senat terdiri dari 60 anggota, 30 atas usul Shah dan 30 lainnya hasil pemilihan. Lembaga Eksekutif adalah menteri kabinet, para menteri bertanggung jawab pada Dewan Legislatif dan Shah biasanya menunjuk Perdana Menterinya yang nanti memimpin dan menyeleksi para Menteri.
Politik Iran berkisah pada tokoh-tokoh partai atau program-programnya. Hanya ada satu partai polotik yang berbau Barat, yakni Partai Tudeh, yang kemudian sejak tahun 1953 dilarang hidup. Untuk tujuan-tujuan administratif Iran membagi provinsinya kedalam 21 provinsi (ustans) yang dipimpin oleh Gubernur Jendral (Ustandar). Ustan dibagi lagi dalam sub provinsi (Shahristans) selanjutnya dibagi lagi kedalam distrik-distrik. Kebanyakan kota memiliki dewan kota (wali kota) yang memungut retribusi pajak. Kantor-kantor departemen daerah seperti, kesehatan, pendidikan dan kepolisian bertanggung jawab kepada menterinya di Teheran dan memiliki kekuasaan atas keputusannya.
Pemerintahan Iran sekarang menjadi negara modern dengan sebutan Republik Islam Iran sejak tanggal 11 Februari 1979 melalui revolusi Islam yang dipimpin oleh ulama terkemuka Iran, almarhum Ayatullah Khomeini (1320 H/ 1900 M-1409 H/ 1989 M)[5]. Disamping itu, ada pemerintah dan parlemen yang menjalankan dan mengawasi jalannya sistem pemerintahan ada juga Faqih atau ulama’ karismatik yang ikut mengontrol jalannya pemerintahan dan sosial-keagamaan penduduk kawasan ini. Lembaga ini disebut wilayah al-Faqih (pimpinan tertinggi bidang agama dan politik) yang sejak tahun 1979 dipimpin oleh Imam Khamaini, tokoh revolusi Iran, setelah wafat telah digantikan oleh para ulama’-ulama’ karismatik lainnya. Sekarang dan untuk menghindari konflik, kedudukan pemimpinnya sejak tahun 4 Juni 1989 digantikan oleh anak Imam Khamaini, yakni Ali Khamaini.
Dalam sistem pemerintahan wilayah Al-Faqih ini, Iran juga mengenal istilah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Kepala pemerintahan dipegang oleh seorang presiden. Pemilu dilakukan 4 tahun sekali, untuk memilih 290 anggota majelis legislatif.[6]
Dari sisi kebudayaan dan peradaban, peranan bangsa Iran sangat besar. Bangsa Iran telah mengenal peradaban jauh sebelum bangsa Arab mengenalnya. Mereka dengan cepat mewarnai perkembangan peradaban Islam. Hampir setiap disiplin ilmu yang berkembang saat itu dikuasai oleh sebagian besar orang-orang Persia. Pada masa itu, bahasa Persia yang digunakan di Iran hingga saat ini merupakan bahasa kedua Islam setelah bahasa Arab. [7]
Kota penting pada masa kerajaan Safawi diantaranya adalah kota Isfahan. Kota ini merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yaitu Jayy, (dulunya merupakan Ibu kota provinsi Persia pada waktu itu), dan kota Yahudiyyah.[8]
Berdasarkan taksiran pasti 30% - 35% wilayah negeri ini adalah padang pasir dan gurun, kira-kira 10% - 15% hutan, 15% tanah pengembalaan dan kurang dari 20%nya adalah lahan potensial yang dapat diolah. Lahan ini menyongkong hasil tanaman biji-bijian: gandum, gerst (gandum pembuat bir), dan padi-padian sebagai beras, terutama disekitar Kaspia. Disini juga terdapat lahan luas penghasil sayuran dan buah-buahan (pir, apel, persik, prem, delima, aprikot, kurma, melon dan jeruk). Hasil lainnya, kapas tembakau, minyak mentah, dan gula bit. Sehingga dalam banyak kasus irigasi sangat dibutuhkan di wilayah ini.
Gandum merupakan hasil biji-bijian yang terbesar. Iran tengah dan selatan bergantung pada gandum dan gers Azerbaijan. Beras dalam jumlah banyak sebagai bahan bangan ketiga dapat diekspor ke Rusia. Iran mengandalkan minyak dan gas bumi, batu bara, tembaga, bijih besi, timah dan sulfur. Minyak adalah aset mineral yang sangat bernilai sehingga Iran menjadi peringkat ke-4 di dunia. Awal penemuannya tahun 1908 dan dikembangkan sampai nasionalisasi tahun 1951.
Mineral-mineral lainnya ditemukan juga tetapi dalam jumlah yang sedikit, terutama didaerah terpencil yang sulit dilakukan eksplorasi. Kurang 2% populasi rakyat Iran bekerja di industri, setengahnya dipekerjakan dalam produksi barang-barang manufaktur di rumah-rumah seperti pakaian dan permadani. Produksi penting adalah tekstil (kapas, kantun, wol, sutra, rami/roni).[9]
4. Karakteristik Islam di Iran
Madzhab resmi Islam di Iran adalah Syi’ah Itsna ‘Asariyah (madzab Ja’fary) yang telah diterapkan sejak masa Shah Isma’il 1 dinasti Safawy abad ke-16. Isma’il berkuasa selama 23 tahun, yakni antara tahun 1501-1524 M. Hanya selang waktu 10 tahun wilayah kekuasaan Isma’il sudah meliputi Persia dan bagian Timur bulan sabit subur (Fertile Crescent)[10]
Berdasarkan data tahun 1991, dari jumlah penduduk 57.050.000 jiwa penduduk Iran yang memeluk Islam Syi’ah sebanyak 91%, Islam Sunni 7,8% dan lain-lain 1,2%. Tersebarnya ajaran Syi’ah telah dimulai pada adbad pertama Hijriah, yakni bersamaan dengan berkembangnya aliran itu didunia Islam. Kota-kota seperti Qum, Kasyan, dan Khurasan yang merupakan pusat Syi’ah hingga dewasa ini memang sejak semula didominasi oleh penduduk yang menganut ajaran Syi’ah.[11]
Di Iran berbeda dengan dunia masyarakat sunni lainnya, mereka memiliki para anggota Imam yang terdiri dari para Mujtahid dan Mullah. Mereka adalah para penafsir Al-Qur’an yang berwenang dalam menerapkannya pada kehidupan sehari-hari di masyarakat Iran. Dalam tradisi intelektual, mereka melebihi dunia Islam Sunni terutama saat-saat terjadi kevakeman ijtihad pada periode pertengahan. Mereka terus giat mengembangkan warisan intelektual muslim sunni, terutama dalam bidang filsafat Islam, khususnya theosofi isyiraqiyah dan Ibn ‘Araby, hingga lahirlah tokoh-tokoh seperti Mulla Shadra, Shadr al-Din al-Qunnawy dan sebagainya. Pada periode modern lahir pula tokoh-tokoh intelektual seperti, Thabathabai, Mutahhari, Ali Syariati, Al-Baqilany dan sebagainya.[12]
[1] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hove, 1997) hlm. 241-242
[2] Syauqi Abu Khalil, Atlas Penyebaran Islam, (Jakarta: AlMAHIRA, 2012), hlm.115-116.
[3] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam,...., hlm. 242.
[4]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.300.
[5] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam,...., hlm. 243.
[6] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm.190-191.
[7] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam,...., hlm. 243-244.
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003), hlm. 284.
[9] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam..., hlm.195-197.
[10] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 2009), hlm. 140
[11] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam,...., hlm.244.
[12] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam..., hlm.193-194.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar