Sabtu, 16 Agustus 2014

STUDI KAWASAN ISLAM DI PALESTINA

I. PENDAHULUAN
Sejak dahulu Palestina merupakan sebuah negara sebagai jembatan penghubung antar manusia. Ketika Palestina berada di bawah naungan Pemerintah Islam Islam, wilayah ini menjadi lokasi sentral (pusat) yang memikat sebagian orang yang mau bermukim dan hidup dalam kemakmuran.
Palestina memiliki keistimewaan tersendiri. Di tanah inilah jejak semua agama samawi bermuara. Lokasi yang strategis Palestina memungkinkan untuk menghubungkan berbagai benua bagi dunia kuno Asia, Afrika, dan Eropa. Sehingga Palestina pun menjadi tempat yang dapat dijadikan pintu masuk bagi perjalanan ke negara-negara tetangga.
Namun, sejak sebagaian tanah Palestina dirampas kaum Yahudi dengan bantuan Inggris dan Amerika, negeri ini berada dalam kepungan konflik. Untuk penjelasan lebih jauh mengenai seluk beluk dari Palestina akan dibahas dalam makalah ini.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana letak geografis Palestina?
B. Bagaimana sejarah perkembangan masuknya Islam di Palestina?
C. Bagaimana karakteristik Islam di Palestina?

III. PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Palestina
Palestina adalah sebuah negeri di kawasan Timur Tengah yang mengandung arti negeri orang-orang Filistin. Dalam Alkitab, Palestina disebut juga tanah Israel, tanah Tuhan, tanah suci, dan tanah bangsa Ibrani. Negeri ini mempunya sejarah yang panjang bagi agama-agama Yahudi, Kristen, dan Islam.[1]
Pada tahun 1917 Inggris berhasil menguasai Palestina dari Kesultanan Ottoman. Kemudian, pada 1992 melalui Konferensi Lausanne, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan kepercayaan kepada Britania Raya (Inggris) untuk mengatur Mandat bagi Palestina. Pada tahun 1922-1948, populasi penduduk Palestina meningkat sangat derastis akibat migrasi kaum Yahudi dari berbagai negara. Akibatnya dua pertiga wilayah Palestina didiami orang Yahudi, sementara orang Arab (umat Islam dan Kristen) hanya mendiami sekitar sepertiganya. Ketika masa mandat berakhir, status Yerussalem berada dalam hukum internasional. Namun, Israel melanggar status hukum kota ini hingga meletuslah peperangan pada 1948. Pada tahun inilah orang-orang Yahudi mendirikan negara Israel di sebagian tanah Palestina atas dukungan kuat Amerika Serikat dan negara-negara sekutu.
Palestina terletak di bagian barat Benua Asia, membentang antara garis lintang meridian 15-34 dan 40-35 ke arah timur, dan antara garis lintang meridian 30-29 dan 15-33 ke arah utara. Perbatasan Palestina dengan Lebanon dimulai dari Ras El-Nakoura di wilayah Laut Tengah (Laut Mediterania), dengan garis lurus mengarah ke timur sampai ke daerah di dekat kota kecil Bent Jubayel (Lebanon). Garis pemisah antara kedua negara ini menyerong ke utara dengan sudut yang hampir lurus. Pada titik ini, perbatasan mengitari mata air Sungai Yordan yang menjadi bagian Palestina. Perbatasan merupakan jalan yang membatasinya dari wilayah timur dengan wilayah Suriah dan Danau al-Hola, Lout, dan Tabariyya.
Perbatasan Palestina dengan Yordania dimulai dari wilayah selatan Danau Tabariyya hingga sepanjang Sungai Yordan. Dari mata air Sungai Yordan, perbatasan mengarah ke selatan membelah Laut Mati dan Lembah Araba, hingga sampai pada daerah Aqaba. Perbatasan dengan Mesir dapat digambarkan dengan garis yang hampir membentuk garis lurus yang membelah antara daerah Seena dan Padang Pasir al-Naqab. Perbatasan ini dimulai di Rafah di Laut Tengah hingga sampai ke daerah Taba di teluk Aqaba. Di bagian barat, Palestina terletak di sebelah perairan lepas internasional dari Laut Tengah dengan jarak sekitar 250 km dari Ras el-Nakoura di sebelah selatan, hingga Rafah di bagian selatan.[2]

B. Sejarah Perkembangan Masuknya Islam di Palestina
Palestina terletak di pesisir timur Laut Tengah, di Asia Barat. Dahulu negeri ini bernama Bumi Kan’an. Yerussalem (Al-Quds) dibangun sekitar tahun 3000 SM oleh orang-orang Kan’an. Selama sekitar 1000 tahun, tempat ini dikuasai oleh orang-orang Yahudi di bawah pimpinan Nabi Daud a.s., lalu digantikan oleh anaknya Sulaiman a.s. kemudian orang-orang Asyuriyah menguasainya di bawah pimpinan Nebukadnezar. Dia menghancurkan, mencerai-beraikan, dan memusnahkkan orang-orang Yahudi. Dengan ini berakhirlah kekuasaan keluarga Daus, lalu kerajaan Israel lenyap pada tahun 586 SM.
Pada tahun 332 SM Iskandar Macedoni menguasai Palestina. Lalu, digantikan oleh orang-orang Romawi yang menjadikan Palestina dan wilayah-wilayah sekitar Syam berada di bawah kekuasaanya. Pada tahun 66 M Yahudi memantapkan penguasaannya atas Yerussalem. Lalu, mereka membunuh dan menggelandang orang-orang Yahudi. Pada tahun 614 M, Persia meguasai negeri Syam. Namun, pada tahun 627 M Romawi berhasil mengalahkan Persia dan mengusir mereka dari Syam.
Pada masa inilah Islam muncul. Tahun 15 H/636 M pasukan Islam berhasil memperoleh kemenangan mereka atas Al-Quds dan negeri Syam. Ini terjadi pada masa khalifah Umar al-Khattab. Umar datang sendiri ke Palestina dan menerima kunci-kunci gerbang Al-Quds tetap berada dalam naungan orang-orang Arab Islam. Kemudian secara berturut-turut dikuasai oleh raja-raja Islam (Khulafaur Rasyidin, Pemerintahan Ummayah, Abbasiyah, Bani Thulun, Akhsaydiyah, Fathimiyah, Ayyubiyah, dan Al-Mamalik). Kemudian orang-orang Turki Utsmaniyah menguasai wilayah ini sampai dengan tahun 1367 H/1948 M, kecuali pada perang Salib yaitu pada tahun 493 H-538 H/1099-1187 M.[3]
Pada akhir kekuasaan Turki Utsmani, terjadi imigrasi besar-besaran orang-orang Yahudi dari Eropa menuju empat kota penting di Palestina, yaitu Jerussalem, Safed, Tiberias, dan Hebron. Keempat daerah tersebut pada masa-masa selanjutnya bertransformasi menjadi pemukiman-pemukiman Yahudi. Ketika itu pula gerakan Zionisme mulai tumbuh dan berkembang luas. Gerakan zionisme adalah sebuah gerakan politik yang dilegitimasi oleh doktrin-doktrin agama yang menghendaki agar orang-orang Yahudi menguasai seluruh wilayah Palestina tanpa terkecuali. Inilah awal munculnya konflik berkepanjangan di Palestina dan wilayah-wilayah Arab lainnya.[4]
Setelah negara Israel diproklamirkan tahun 1948, PBB pada tahun 1949 mengeluarkan undang-undang yang membagi Palestina menjadi dua bagian. Pihak Yahudi mendapatkan daerah pesisir sekitar Tel Aviv, daerah di sekitar Danau Galilea dan daerah di Gurun Negev; Yerussalem dan Betlehem berada di bawah kendali internasional; adapun pihak Arab memperoleh sisanya. Secara kuantitatif pihak Yahudi mendapat 55% dari total area tanah Palestina. Namun pada kenyataannya Israel tetap saja berusaha mencaplok dari bagian bangsa Palestina. Dari luas Palestina yang sekitar 27.010 km2, seluruhnya berada di bawah penjajahan Israel. Hanya sebagian kecil dari wilayah itu yang berada di bawah kekuasaan Palestina. Data tahun 1998 menunjukkan bahwa penduduknya mencapai 7.200.000 jiwa.
Negara Palestina diproklamasikan oleh Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat pada 15 November 1988., di Aljiria, ibukota Aljazair. Selain itu ditetapkan pula bahwa Yerussalem Timur (akan) menjadi ibukota Negara; sebagian Tepi barat dan seluruh jalur Gaza merupakan wilayah negara Palestina. Walaupun telah merdeka, penduduk Palestina belum merasakan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang merdeka sepenuhnya, karena mereka kerap menghadapi intimidasi, kekerasan, dan bahkan serangan tentara Israel.[5]

C. Karakteristik Islam di Palestina
Sejarah Palestina di masa-masa awal Islam sesungguhnya telah dimulai pada zaman Nabi Muhammad SAW. Peristiwa Isra’ yang dialami Rasulullah dari Masjid Al-Aqsha di Jerussalem menandai awal hubungan historis antara Islam dan Palestina. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-11 dari masa kenabian Rasulullah. Wilayah Palestina, yang ketika itu bernama Syam secra territorial berada di bawah kekuasaan Romawi yang berpusat di Konstatinopel. Orang-orang Yahudi yang mula-mula menghuni wilayah tersebut diusir secara paksa sejak pertama kali Romawi menguasai wilayah ini pada abad ke-2 Masehi.
Palestina mulai berada di bawah pengaruh Islam tatkala ditaklukan oleh Umar bin Khattab, khalifah kedua sepeninggal Rasulullah menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar menunjukkan sikap dan kebijakan yang toleran kepada para penduduk di daerah ini tanpa membeda-bedakan agama yang mereka anut. Umat Islam dan Kristen pun dapat hidup berdampingan dengan aman dan damai karena sedari awal, kedatangan kaum Muslim di Palestina memang tidak dengan membawa jiwa perang, tetapi dengan perdamaian dan kasih sayang, sebagaimana dilukiskan oleh Karen Amstrong sebagai berikut :
“Ketika khalifah Umar memasuki Jerussalem dengan mengendarai seekor kuda putih, ia dikawal oleh Uskup Yunani Sofronius yang juga bertindak sebagai pemuka kota. Sang khalifah minta agar diantarkan ke Haram Assyarif, tempat Nabi Muhammad SAW. melakukan mi’raj. Umar pun berlutut dan berdo’a di tempat ini. Lalu, Umar juga minta diantarkan untuk mengujungi tempat-tempat suci kaum Nasrani. Ketika mereka berada di Gereja Holy Sepulchre, waktu shalat pun tiba. Sang uskup kemudian mempersilahkan untuk shalat di gereja tersebut. Namun, Umar menolaknya dengan santun sembari beralasan bahwa jika ia berdo’a dan beribadah di dalam gereja, dikhawatirkan umat Islam di kemudian hari akan mengenang kejadian tersebut dan mendirikan sebuah masjid di sana yang berarti akan memusnahkan keberadaan Gereja Holy Sepulchre. Sang uskup terdiam sejenak terpukau seolah tak percaya mendengar ucapan Umar tersebut. Umar pun segera bergegas pergi shalat di tempat yang agak jauh dari gereja tersebut, yang kebetulan di tempat yang langsung berhadapan dengan Holy Sepulchre.”
Kini, ditempat itu berdiri sebuah masjid kecil yang dibangun sebagai persembahan untuk Umar bin Khattab. Selain masjid tersebut, didirikan pula sebuah masjid besar untuk menandai penaklukan Palestina oleh umat Islam dan Masjid Al-Aqsha guna mengenang Isra’ yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. sikap simpatik Umar pun berlanjut tatkala ia dan umat Islam lainnya membersihkan sampah-sampah ditempat reruntuhan biara Yahudi. Selama bertahun-tahun, kaum Nasrani menggunakannya sebagai tempat pembungan sampah kota. Penaklukan Palestina oleh kaum Muslim menjadi pintu masuk untuk membangun Islam di kota suci ketiga bagi umat Islam tersebut.[6]
Adapun madzhab yang berkembang pesat di Palestina yaitu mazhab Syafi’i yang tidak terlepas dari andil Hakim Agung Imam Abu Zur’ah Ad-Dimasyq di pertengahan abad ke 4 hijriyah. Sebelum itu, masyarakat Syam (Syria, Yordania, Libanon dan Palestina saat ini) menganut mazhab serta menjalankan lembaga Qadha’ / peradilan sesuai mazhab Imam Awza’i. Membesarnya pengaruh mazhab Syafi’i di Syam inilah yang kelak mempengaruhi para pendiri dinasti Ayyubiyyah di Mesir (dimana daerah kekuasaannya juga meliputi Syam).
Di masa pemerintahan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, banyak madrasah mazhab Syafi’i yang didirikan di Syam terutama di daerah Damaskus. Hal ini juga yang membuat mazhab Syafi’i memiliki banyak penganut disana. Ahmad Taymur Basya memperkirakan bahwa mazhab Syafi’i dianut oleh seperempat penduduk Syam.[7]
Pada dasarnya, karakteristik Islam di Palestina tidak jauh berbeda dengan Islam yang ada di Arab jika ditinjau dari aspek historisnya. Karena Islam di Palestina merupakan perluasan atau penyebaran dari Islam yang ada di Arab. Sehingga budaya masyarakat muslim Palestina sama seperti masyarakat muslim Arab. Namun, yang perlu diidentifikasi tentang karakteristik Islam di Palestina ialah mengenai kegigihan mereka melawan berbagai serangan dari kaum Yahudi atau disebut Intifada. Menurut imam masjidil Aqsha, gerakan intifada mempunya 4 keistimewaan atau sifat. Pertama, intifada terjadi diseluruh wilayah. Kedua, melibatkan seluruh kelompok rakyat Palestina. Ketiga, kontinuitas. Keempat, majunya para syuhada’.[8]

                         
[1] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 74
[2] Muhammad Syafi’i Antonio dkk., Ensiklopedia Peradaban Islam Yerusalem, (Jakarta Selatan: Tazkia Piblishing, 2012), hlm. 52-61
[3] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX), (Jakarta: Akbar Media, 2003), hal. 484-485.
[4] Bawono Kumoro, HAMAS Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009), hal. 39.
[5] Muhammad Syafi’i Antonio dkk., Ensiklopedia Peradaban..., hlm. 54-58.
[6] Bawono Kumoro, HAMAS Ikon Perlawanan … , (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009), hal. 30-33.
[7] Zamzami Saleh, http://zamzamisaleh.blogspot.com/2013/12/demografi-mazhab-syafii.html, di unduh pada Jum’at, 30 Mei 2013 pukul 19.00.
[8] Riza Sihbudi, et.al., PALESTINA:Solidaritas Islam Tata Politik Dunia Baru, (Jakarta:PUSTAKA HIDAYAH, 1992), hlm. 104.

STUDI KAWASAN ISLAM DI TURKI

I. PENDAHULUAN
Peradaban Islam dengan pengaruh Arab dan Persia menjadi warisan yang mendalam bagi masyarakat Turki sebagai peninggalan Dinasti Usmani. Islam di masa kekhalifahan Turki Utsmani diterapkan sebagai agama yang mengatur hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan Khalik, dan juga suatu sistem sosial yang melandasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perkembangan selanjutnya memperlihatkan pengaruh yang kuat kedua peradaban tersebut (Arab-Persia) ke dalam kebudayaan bangsa Turki. Kondisi ini sering kali menimbulkan kekeliruan pada masyarakat awam yang sering menganggap bahwa bangsa Turki sama dengan bangsa Arab
Turki merupakan Negara yang unik dilihat dari segi letak. Turki merupakan Negara yang berada di 2 benua, yaitu Eropa dan Asia Barat Daya. Selain letaknya yang unik, sejarah Islam di Turki juga sangat menarik. Ini disebabkan Turki pernah menjadi pusat kekhalifahan Islam dan pusat peradaban Dunia. Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai letak geografis Turki, Sistem Pemerintahan, Perkembangan islam disana serta karakteristik islam diTurki.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Letak Geografis dan Sistem Pemerintahan Turki?
B. Bagaimana Perkembangan Islam di Turki serta Faktor yang Mempengaruhinya?
C. Bagaimana Karakteristik Islam di Turki?

III. PEMBAHASAN
A. Letak Geografis dan Sistem Pemerintahan
1. Letak Geografis
Turki terletak di Asia Barat Daya. Turki yang sekarang sebelah barat berbatasan dengan selat Dardanela dan Yunani, sebelah selatan berbatasan dengan pulau Siprus, Suriah dan Irak, sebelah timur berbatasan dengan Armenia, dan Irak, sebelah utara berbatasan dengan Laut Hitam, dan Bulgaria.
Ibukota Turki di Ankara, sedangkan kota terbesar dan terpenting adalah Istanbul. Luas wilayah 780.580 yang terbagi menjadi 81 provinsi. Jumlah penduduk sekitar 69.660.559 jiwa dengan angka kepadadatan penduduk 89 jiwa/. Mayoritas penduduk beragama Islam. Mayoritas suku bangsa adalah Turki, dan sebagian kecil Kurdi, Arab, Yunani, dan Yahudi.
Hasil sumber alamnya berupa antomoni, asbes, batu bara, kromium, mercury, minyak, tembaga, dan lain-lain. Hasil pertanian berupa kacang-kacanganan, gula, opium, sereal, tembakau, dan lain-lain. Hasil industry adalah baja, kertas, mebel, barang pecah-belah, sepatu, sutra, tekstil, dan lain-lain.

2. Sistem Pemerintahan
Bentuk pemerintahan Turki adalah Republik Parlementer setelah sebelumnya Kesultanan hingga tahun 1922 dengan Sultan Muhammed sebagai Sultan terakhir. Kepala Negara adalah Presiden dan Kepala Pemerintahan adalah Perdana Menteri.
Dari Sultan Tughril I sampai Sultan Malik Shah II merupakan sultan-sultan dari Kesultanan Seljuk. Pada tahun 1104 Kesultanan Seljuk terpecah dari Sultan Ustman hingga Sultan Muhammed VI merupakan sultan-sultan dari Kesultanan Ottoman. Setelah pemerinytahan Sultan Muhammed VI Turki menjadi Negara Republik. Mustafa Kemal Ataturk menjadi Presiden pertama Turki. [1]

B. Perkembangan Islam di Turki dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
1. Sejarah Masuknya Islam di Turki
Sebelum dibahas bagaimana perkembangan Islam di Turki perlu di ketahui dulu bagaimana sejarah masuknya Islam di sana.
Memasuki tahun pertama Masehi, wilayah Turki yang saat itu bernama Kerajaan Bizantium dikuasai Romawi selama empat abad. Kekuasaan Romawi dijatuhkan kaum Barbar. Pada masa inilah ibukota kerajaan dipindahkan dari Roma ke Konstatinopel (sekarang Istanbul).
Pada abad ke-12 Bizantium jatuh ke dalam kekuasaan Kerajaan Ottoman yang dipimpin Raja Osman I. Inilah masa keemasan Turki Ottoman. Pada masa inilah pemerintahan Turki Ottoman memperoleh pengaruh Islam yang kuat .
Setelah Osman I meninggal, kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah kemudian merambah sampai ke bagian Timur Mediterania dan Balkan. Dan menjadi awal penyebaran agama Islam di Eropa.[2]

2. Perkembangan Islam di Turki
a. Era Ustmaniyah
Islam adalah agama terbesar di Turki sejak zaman Kesultanan Utsmaniyah menguasai Turki pada tahun 1400-an pemeluk Islam di Turki semakin banyak. Kini sekitar 99,8% penduduk Turki adalah Muslim, Kebanyakan Muslim di Turki adalah Sunni dengan 70-80%, sisanya adalah Alevis dan Syiah dengan 20-30%. Ada juga pengikut Dua Belas Imam dengan 3%[3].
Memasuki tahun pertama Masehi, wilayah Turki yang saat itu bernama Kerajaan Bizantium dikuasai Romawi selama empat abad. Kekuasaan Romawi dijatuhkan kaum Barbar. Pada masa inilah ibukota kerajaan dipindahkan dari Roma ke Konstantinopel (sekarang Istambul). Pada abad ke-12 Bizantium jatuh ke dalam kekuasaan Kerajaan Ottoman yang dipimpin Raja Osman I. Inilah masa keemasan Turki Ottoman. Pada masa inilah pemerintahan Turki Ottoman memperoleh pengaruh Islam yang kuat .
Setelah Osman I meninggal, kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah kemudian merambah sampai ke bagian Timur Mediterania dan Balkan. Dan menjadi awal penyebaran agama Islam di Eropa.[4]
b. Era Modern
Pada tanggal 29 Oktober 1923 republik Turki diproklamirkan setelah kesultanan dihapuskan pada tanggal 1 November 1922. Presiden pertama yang dipilih adalah Mustafa Kemal Atarturk sekaligus pendiri Turki modern. Sejak tahun 1928 Turki berubah menjadi Negara sekuler dengan dihapuskannya ketentuan mengenai “Islam sebagai agama resmi Negara” dalam undang-undang yang berlaku. Walaupun demikian, umat islam tetap merupakan mayoritas dan bebas melakuka ajaran agamanya serta berhasil memberikan kemajuan bagi negaranya.

Perkembangan Islam di Turki modern terbagi atas empat bagian yaitu sistem konstitusional, proses politik, perubahan sosial dan pembaharuan bidang agama. Untuk sistem constitutionalnya, konstitusi Turki sekarang ini yang berlaku sejak tahun 1961 mengatur agama baik dalam teksnya maupun dalam rujukannya kepada serangkaian hukum organis menyangkut sekulerisasi yang merupakan bagian dari hukum Negara sejak tahun 1920-an.[5]

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Islam di Turki
Turki adalah bekas jantung tempat salah satu kekhalifahan terbesar islam yakni Turki Utsmani. Oleh karena itu, keterkaitan bangsa Turki terhadap islam berlangsung sangat kuat sebab mereka adalah bangsa terkemuka di dunia Islam selama beratus-ratus tahun lamanya. Ini merupakan suatu indikasi tentang betapa pentingnya Islam dalam kehidupan nasional rakyat Turki. [6]
Mustafa Kemal (1881-1938) mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing reruntuhan kekhalifahan Turki Usmani dengan prinsip pembaharuannya Westwenalisne, Sekularisme, dan Nasionalisme. Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama kali memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp (1875-1924), seorang sosiolog Turki yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah sintesa antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu ke-Turki-an, Islam serta Modernisme.
Pada tahun 1928 negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama. Sembilan tahun kemudian, yaitu setelah prinsip sekulerisme dimasukkan ke dalam konstitusi di tahun 1937, Republik Turki dengan resmmi menjadi Negara sekuler.
Perlu dipahami bahwa, sekulerisasi yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan agama. Sekulerisasinya berpusat pada kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan dalam soal politik. Yang terutama ditentangnya ialah ide negara Islam dan pembentukan negara Islam. Negara mesti dipisahkan dari agama. Institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus bebas dari kekauasaan syari’at. Namun, negara tetap menjamin kebebasan beragama bagi Rakyat.[7]

C. Karakteristik Islam di Turki
Pada periode awal, syari’at Islam dilaksanakan dengan murni sesuai dengan ajaran Alquran dan sunnah. Sedangkan pada periode pertengahan sudah ada usaha untuk memasukkan hukum Islam ke dalam perundang-undangan negara yaitu ketika khalifah al-Manshur menyerukan untuk membuat suatu undang-undang yang diambil dari Alquran dan Sunnah yang berlaku untuk semua negeri. Usaha ini dilakukan setelah melihat adanya perbedaan pendapat di kalangan fukaha dan perbedaan putusan di kalangan hakim-hakim dalam memutuskan suatu persoalan yang sama. Usaha tersebut tidak berhasil karena para fukaha tidak ingin memaksakan pendapatnya untuk diikuti dan karena menyadari bahwa ijtihad yang dilakukannya bisa saja salah.[8]
Pada masa Turki Utsmani mayoritas muslim yang merupakan penduduk pribumi kerajaan tersebut sama sekali bukan monolitas. Mayoritas tersebut adalah penganut versi islam sunni (ortodhoks) dan negara utsmani menurut ideologi resminya adalah pelindung islam ortodoks didunia. Secara resmi negara memerangi umat muslim heterodoks bahkan lebih bengis ketimbang memerangi umat kristen.
Kelahiran republik turki yang diproklamirkan oleh musthafa kemal pada 29 oktober 1923 merupakan metamorfisis dari imperium usmaniah yang lain sama sekali. Dalam lapangan agama dan kebudayaan, musthafa kemal membuat sejumlah kebijakan yang sama sekali baru, pada 28 juni 1928 ia misalnya memperkenalkan bangku gereja serta jam kamar kedlam masjid, orang shalat dengan memakai sepatunya, menggunakan bahasa turki dalam shalat dan untuk membuat shalat dimasjid itu indah dan untuk membuat shalat dimasjid itu indah, mudah mendapat inspirasi serta memiliki nilai spiritual maka masjid perlu melatih mara musikus dan alat-alat musik.
Sepeninggal Kemal Attaturk, Ismet Inano diangkat menjadi presiden. Sejak itu kajian islam mulai semarak kembali. Perkembangan ini membawa sikap toleran terhadap agama dan rakyat mulai menyuarakan pandangan-pandangan agama mereka secara lebih bebas. Pada 1950 untuk pertama kalinya partai demokrat memperoleh kemenangan dalam pemilu. Sejak itu pula upaya-upaya untuk merehabilitasi keadaan dillakukan, misalnya dengan mengembalikan adzan dengan memakai bahasa arab.[9]


                          
[1] Gamal Komandoko, Ensiklopedeia Pelajar dan Umum, (Jakarta: PT Buku Kita, 2010) hlm. 575.
[2] Embryo Erchitect, Sejarah Perkembangan Islam Di Negara Turki, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka,2003) hlm.102.
[3] http://kota-islam.blogspot.com/2013/03/islam-di-turki.html dunduh pada 22 april 2014 pukul 10.00
[4] http://fbeshefi.blogspot.com/2010/06/sejarah-perkembangan-islam-di-negara.html, 15 April 2014, Pukul. 15.00 WIB.
[5] Dewan Redaksi Ensiklopedi islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm 115
[6] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Dikawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, tth) hlm, 218.
[7] Ajid Tohir, Studi Kawasan Dunia Islam ( Jakarta: PT Raja Grafndo Persada,2011) hlm. 229-230.
[8]http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/perkembangan-hukum-islam-di-turki/, 22 April 2014, Pukul. 10.00 WIB.
[9] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban..., hlm, 227

STUDI KAWASAN ISLAM DI AFGANISTAN

I. Pendahuluan
Pertumbuhan jumlah umat Islam di dunia, akhir akhir ini begitu cepat, Islam tersebar ke seluruh pelosok dunia dan berkembang di berbagai benua. Agama Islam lahir pada abad ke-7 M di wilayah Asia Barat, tepatnya di kota suci Mekah, Arab Saudi. Dari kota suci Mekah ini, Islam menyebar ke berbagai wilayah di benua Asia, yakni wilayah-wilayah Asia Barat, Asia Tengah, Kaukasus, Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara.
Di persimpangan Asia, ada sebuah negara yang mayoritas beragama Islam, yaitu Afghanistan. Negara Afghanistan umumnya dianggap sebagai bagian dari Asia Tengah, kadang-kadang dianggap berasal dari sebuah blok regional baik di Asia Selatan atau Timur Tengah, karena memiliki hubungan budaya, etnolinguistik, dan geografis dengan sebagian besar negara tetangganya. Afghanistan harfiah diterjemahkan menjadi “tanah Afghan”.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang letak geografis, sejarah perkembangan Islam, dan pemerintahan di Afghanistan.

II. Rumusan Masalah
A. Bagaimana letak geografis Afghanistan?
B. Bagaimana sejarah perkembangan Islam di Afghanistan?
C. Bagaimana pemerintahan di Afghanistan?

III. Pembahasan
A. Letak Geografis Afghanistan
Secara geografis, Afghanistan merupakan kawasan negara yang terletak di Timur Tengah. Dikatakan juga bahwa Afghanistan sebagai Kerajaan yang terletak di Asia Tengah. Wilayah Afghanistan dibatasi di sebelah utara oleh U.S.S.R (Turkmenistan, Uzbekistan, dan Tajikistan Republik), sebelah barat dibatasi oleh Iran, di sebelah Timur dan selatan dibatasi oleh Pakistan bagian barat. Pada bagian timur laut bersentuhan dengan Sinkiang Uighur daerah swatantra China dan Huanza di Kashmir. Ibukota Afghanistan adalah Kabul.[1]
Luas wilayah Afghanistan mencapai 652.225 km2. Jumlah penduduknya berdasarkan data statistik tahun 1419 H/1998 M mencapai 23.100.000 jiwa. Presentase penduduk pedalaman di Afghanistan mencapai 80%. Kota-kota terkenal di sana adalah Kabul, Kandaran, dan Herat.[2] Adapun bahasa resmi di Afghanistan ada dua bahasa resmi yaitu: Persia Afgan (50%), dan Pashtun (35%), beberapa bahasa lainnya yaitu bahasa-bahasa Turkik (Uzbek dan Turkmenistan) yang digunakan oleh 11% rakyatnya, dan 30 bahasa-bahasa kecil, terutama Baluchi dan Pashai (4%). Banyak orang Afghanistan yang mampu menggunakan dua bahasa atau lebih.[3]
Adapun presentase penduduk Muslim di Afghanistan sebesar 99% (80% sunni dan selebihnya adalah syi’ah). Di samping itu, juga terdapat sejumlah kecil orang-orang Hindu, Yahudi, Zoroster, namun jumlah mereka hanya sekitar 1%.
Afghanistan ialah negeri yang bergunung-gunung, walau ada dataran di utara dan barat daya. Titik tertinggi di Afghanistan, Nowshak, ialah 7485 mdpl. Sebagian besar negara ini kering, dan pasokan air bersih terbatas. Afghanistan memiliki iklim tanah, dengan musim panas yang panas dan musim salju yang dingin. Negara ini sering menjadi pusat gempa bumi.
Di samping ibu kotanya Kabul, Herat, Jalalabad, Mazar-e Sharif dan Kandahar ialah kota-kota utama negara ini. Afghanistan terdiri dari 34 buah provinsi. Afghanistan memiliki berbagai sumber daya alam, di antaranya gas alam, minyak bumi, batubara, tembaga, sulfur, barit, timah, seng bijih besi, serta batu-batu mulia. Akibat perang antar etnik telah menghancurkan perekonomian mereka. Apalagi negara barat seperti Amerika Serikat terus menekan Afghanistan dengan tudingan melindungi Osama bin Laden yang dianggap sebagai tokoh yang terus mengajak melawan barat.[4]

B. Sejarah Perkembangan Islam di Afghanistan
Islam masuk di Afghanistan sejak masa Khalifah Umar bin Khattab melalui ekspedisi yang dipimpin oleh Asim bin Umarat-Tamimy. Pada masa Usman bin Affan, Islam berhasil masuk wilayah Kabul dan sejak tahun 870 M peradaban Islam secara praktis telah mengakar ke seluruh Afghanistan. Dari masa Umawiyah di Damaskus dan Abbasiyah di Bagdad hingga sampai dipegang oleh dinasti-dinasti kecil seperti Ghaznawiyah.[5] Kekuasaan Islam belum pernah kuat di wilayah Afghanistan kecuali pada masa pemerintahan Ghaznawiyah. Dinasti Ghaznawiyah berkuasa pada tahun 366-582 H/ 976-1182 M di Afghanistan dan Punjab. Pendiri Dinasti Ghaznawiyah adalah Subuktigin. Ketika itu, pada masa kekhalifahan Abbasiyah yang ke dua puluh empat.
Terbentuknya dinasti Ghaznawiyah berawal dari Amir Dinasti Samaniyah yang menguasai wilayah Asia Tengah yaitu yang bernama Abdul-Malik Ibn Nuh (343-350 H/ 954-961 M ) yang membeli seorang budak yang bernama Alptigin. Pada mulanya Ia hanya seorang budak kemudian diangkat menjadi wali di wilayah Khurasan.
Alptigin mengalami pemecatan oleh Amir yang kedua yaitu Mansur Ibn Nuh. Kemudian Ia pergi ke Afghanistan beserta tentaranya menetap di kota Ghazna dan selanjutnya Alptigin membentuk pemerintahan di Ghazna. Setelah Alptigin wafat kepemimpinannya diteruskan oleh anaknya, Abu Ishaq Ibn alptigin. Dia mempunyai seorang budak yang kemudian menjadi menantunya bernama Subuktigin. Subuktigin inilah yang kemudian membentuk dinasti Ghaznawiyah.[6]
Terakhir pada abad ke-19 Inggris menginvasi wilayah Afghanistan, sampai ia melepaskannya pada 1919.[7] Pada tahun 1933 Muhammad Zahir Syah naik sebagai raja, kemudian Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha menanamkan pengaruhnya. Tahun 1953, Raja Zahir mengangkat Muhammad Daud (kader komunis) sebagai perdana menteri. Kemudian umat Islam mulai bergerak, yaitu dengan munculnya organisasi Perjuangan Gabungan Muslim yang bernama ”Juanan Muslim” kemudian pada tahun 1968 berubah nama menjadi Al-Jamiah Al-Islamiyah di bawah pimpinan Burhanudin Rabbani.
Uni Soviet semakin marah melihat perkembangan Islam itu. Kemudian pada tahun 1972 di bawah pengaruh Uni Soviet, Muhammad Daud menggantikan Zair. Pada tahun 1978 Daud tewas dibunuh dan diganti oleh Nur Taraki sebagai Presiden. Para Ulama mengeluarkan fatwa untuk mengutuk Taraki dan mewajibkan perang jihad untuk menggulingkannya. Akibatnya timbul perjuangan mujahidin Afghanistan. Kemudian pada tahun 1970 Uni Soviet memasuki Afghanistan dengan membawa presiden bonekanya, Babrak Kamal. Perjuangan Mujahidin semakin kuat dengan tujuan menegakkan kalimat Allah SWT, memerdekakan negara Afghanistan dari kekuasaan kafir dan komunis dengan mendirikan pemerintahan Islam di Afghanistan.
Pada tahun 1987 peperangan memuncak, dengan bantuan senjata dari Amerika dan Inggris, dan berakhir dengan Uni Soviet menderita kerugian besar. Akhirnya, pada tahun 1989 Uni Soviet menarik seluruh tentaranya dari Afghanistan. Pejuang Mujahidin terus melawan pemerintah Najibullah (sejak 1987), karena para Ulama mengeluarkan fatwa bahwa rezim tersebut adalah kafir dan mati dalam peperangan melawan rezim adalah mati syahid.[8]
Setelah menderita malapetaka dan kerugian, pada tahun 1992, Najibullah menyerahkan kekuasaan kepada kaum mujahidin yang sebelumnya telah mengepung ibukota Kabul. Mereka lalu menerima kekuasaan dan membentuk pemerintahan di bawah pimpinan Burhanudin Rabbani dan Gulbuddin Hekmatyar sebagai perdana menterinya. Saat Mujahidin berkuasa kondisi dalam negeri Afghanistan sangatlah kacau. Terjadi pemerasan dan perampokan di mana – mana. Sampai suatu saat ada suatu kaum Islam terpelajar (Thalib) yang ikut menumpas para pembuat onar di negeri Afghanistan tersebut.
Awalnya usaha penumpasan tersebut hanya dilakukan di daerah Kandahar, namun lambat laun aksi dari kaum Thalib tersebut meluas ke seluruh penjuru negeri Afghanistan. Akibat dari aksi heroik kaum Thalib tersebut, rakyat Afghanistan pun mulai menaruh simpati kepada mereka dan akhirnya mendukung mereka untuk menggantikan posisi kelompok Mujahidin di pemerintahan. Akhirnya Pada tahun 1996 Taliban mampu menggulingkan pemerintahan dan mengatur pemerintahannya sendiri, di bawah pimpinan Mullah Umar. Sewaktu memerintah Afghanistan, mereka telah melaksanakan pemerintahan islam secara ekstrem walaupun belum sempurna sebagai Raja.

C. Pemerintahan di Afghanistan
Bicara tentang politik dan pemerintahan negara Afghanistan tidak terlepas dari sejarahnya. Afghanistan pada mulanya berbentuk monarki absolut, sampai pada pertengahan abad 20 terjadi sebuah kudeta untuk menggulingkan raja yang berkuasa dan mendirikan Negara Republik Afghanistan (1973). Pada tahun 1978 terjadi kudeta yang kedua yang dipelopori oleh Dewan Revolusioner Afghanistan, kelompok ini kemudian mendirikan Negara Demokratik Republik Afghanistan. Kekacauan politik dalam negeri Afghanistan terus berlanjut ketika terjadi kudeta ketiga pada tahun 1979. Kondisi ini diperburuk dengan adanya invasi Uni Soviet ke Afghanistan. Uni Soviet mulai menancapkan pengaruhnya di Afghanistan dengan mendirikan pemerintahan yang berhalauan komunis.
Jika dilihat dari sejarahnya hingga saat ini memang pemerintahan pusat Afghanistan belumlah stabil. Bahkan pemerintahan daerah mereka memiliki posisi lebih kuat dan stabil daripada pemerintah pusatnya. Hal ini dikarenakan rakyat Afghanistan lebih percaya pada tokoh masyarakat lokalnya. Saat ini sistem politik yang digunakan oleh Afghanistan adalah sistem presidensial dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Pemerintahan pusat mengatur semua kebijakan negara yang bersifat strategis dan fundamental. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden Afghanistan dibantu oleh dua Wakil Presiden beserta Menteri-Menterinya. Presiden beserta wakil-wakilnya tersebut dipilih melalui pemilihan umum langsung dengan masa jabatan lima tahun.
Lembaga Parlemen Afghanistan terdiri dari tiga kamar (Trikameral). Pertama adalah Wolesi Jirga (Majelis Rendah/ House of Representatives/HoR) berisi 249 orang yang bertugas untuk menyusun undang – undang. Ada yang unik dalam majelis ini karena setidaknya harus ada 68 wakil perempuan yang diambil dari masing-masing provinsi di Afghanistan. Majelis kedua adalah Meshrano Jirga (House of Elders) anggota dari majelis ini terdiri dari pilihan Presiden, perwakilan masing-masing provinsi, perwakilan warga difabel, dan perwakilan warga nomaden di Afghanistan. Majelis yang terakhir adalah Loya Jirga (Dewan Agung/High Council) merupakan majelis khas Afghanistan yang berisi para ketua adat dan suku yang ada di Afghanistan. Majelis ini bertugas untuk membahas masalah-masalah sosial, sengketa hingga penyusunan konstitusi baru.[9]
Konstitusi baru diratifikasikan oleh Jirga Loya (Majlis Nasional Agung) tahun 2003 yang menetapkan pemerintahan sebagai satu republik islam yang terdiri dari tiga cabang, kekuasaan, eksekutif, legislatif dan yudikatif yang sesuai dengan hukum islam. Tahun 2004 dilakukan pemilihan presiden oleh Afghan yang berjalan relatif aman di mana Hamid Karzai menang dengan 55.4% dari pemilihan suara. Akan tetapi 2009, pemilihan presiden di golongkan sebagai kurang aman dan kredibel, partisipasi pemilihan rendah dan kecurangan pemilihan besar. Pada bulan Agustus 2009, dilakukan pemilihan presiden bersamaan dengan pemilihan -pemilihan untuk 420 kursi dewan provinsi, tetapi mengalami kebuntuan politik karena adanya salah perhitungan dan penipuan pemilihan. dan tanggal 7 November di lakukan pemilihan babak kedua dengan adil dan saling terbuka.[10]

                 
[1]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 282.
[2]Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar, 2008), hlm. 498.
[3]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban..., hlm. 285
[4]Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno Linguistik dan Geo Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 202.
[5]Ajid Thohir, Studi Kawasan..., hlm. 199.
[6]Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam dari Arab Sebelum Islam Hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras 2012), hlm. 153 – 154.
[7]Ajid Thohir, Studi Kawasan..., hlm. 199.
[8]Bustamam Ismail, “Perkembangan Islam di dunia”, dalam http://hbis.wordpress.com/arisan-iksa-jaya/, diakses pada 30 Mei 2014, pkl. 20.15 WIB.
[9] Antonius Mario, “Politik dan Pemerintahan Afghanistan”, dalam http://antoniusmario.blogspot.com/2013/04/politik-dan-pemerintahan-afghanistan.html, diakses pada 30 Mei 2014, pkl. 20.15 WIB.
[10] Aprinaldo, “Afghanistan Sejarah Asia Selatan”, http://aprinaldo.wordpress.com/makalah-afghanistan-sejarah-asia-selatan/, diakses pada 30 Mei 2014, pkl. 20.15 WIB.

STUDI KAWASAN ISLAM DI ARAB SAUDI

I. PENDAHULUAN
Islam merupakan sebuah agama yang paling baik diantara berbagai macam agama yang ada dipenjuru dunia karena agama Islam merupakan rahmat seluruh alam. Dengan ajaran yang mudah dan tidak membanding – bandingkan ras, agama islam dapat diterima dan berkembang pesat di seluruh penjuru dunia. Dan yang menjadi tempat pertama kali agama islam muncul yaitu di jarirah Arab atau arab Saudi.
Negara Arab Saudi merupakan salah satu negara Islam yang strategis , dilihat dari letak geografis yang merupakan jalur pusat perdagangan dimasanya, dengan adanya mukjizat Allah yaitu Baitullah di Mekah yang menjadi pusat ibadah haji kaum muslim seluruh dunia, fakta lainnya yaitu bahwa Rasulullah Muhammad saw juga dilahirkan di sana hingga menerima wahyu dalam bentuk Al-Qur’an. Yang menjadi awal mula peradaban besar didunia. Maka dari itu pada kesempatan kali ini pemakalah akan mengkaji tentang peradaban Islam di Arab Saudi.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana letak geografis daerah Arab?
B. Bagaimana sejarah perkembangan Islam di Arab?
C. Bagaimanakah Karakteristik agama Islam di Arab?

III. PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Daerah Arab
Jazirah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang berarti Kepulauan, arab secara etimologi berasal dari kata arabika yang bearti gurun pasir atau sahara, menurut Nudelke, seorang ahli ketimuran dari Jerman sebab sebagian besar wilayah arab terdiri dari gurun pasir.
Arab Saudi adalah sebuah negara yang terletak di sebelah Barat Daya Benua Asia, mencangkup bagian terbesar di semenanjung Arab, dan luasnya kira-kira mencapai 2.250.000 km.[1] Jazirah Arab dibentuk oleh empat persegi panjang yang amat luas.[2] Arab Saudi merupakan tempat tinggal bangsa Arab terdahulu, tempat munculnya Risalah Islam dan dakwah Rasulullah saw, yang merupakan penutup Risalah Allah. Di sana terdapat dua tempat suci yang mulia yaitu kota suci Mekah yang merupakan kiblat kaum muslim di seluruh dunia dan juga kota suci Madinah, di mana disana terdapat kuburan Rasulullah saw.[3] Hal inilah yang melatar belakangi munculnya kalimat syahadat di dalam benderanya
Dari segi geografis sebenarnya arab bukanlah sebuah Kepulauan sebab dari empat penjuru perbatasannya masih ada satu yang tidak berbatasan dengan laut, yaitu
1. Disebelah utara Jazirah Arab berbatasan dengan gurun Iran dan gurun Syiria,
2. Disebelah selatan berbatasan dengan lautan Indonesia,
3. Disebelah barat berbatasan dengan lautan merah dan
4. Disebelah timur berbatasan dengan Teluk Persia dan laut Oman.
Jazirah arab terletak di sebelah barat daya asia, terbagi atas dua bagian yaitu bagian tengah dan bagian tepi.[4] Kawasan semenanjung arab ini sebagian besar terdiri dari gurun yang terhampar luas ditengah-tengah semenanjung. Secara keseluruhan, iklim semenanjung arab sangat panas dengan suhu udara yang sangat tinggi.[5]
Rounded Rectangle: Gbr. 1.1. Peta Saudi Arabia

B. Sejarah Berkembangnya Islam Di Arab Saudi
1. Lahirnya Islam di Arab Saudi
Agama bangsa Arab sebelum kedatangan Islam sangat beragam, ada yang menyembah Allah, ada yang menyembah matahari, bulan, bintang bahkan adapula yang menyembah patung dan api. Adapula yang beragama Nasrani dan Yahudi. Kehidupan masyarakat terdiri atas turunan suku-suku yang hidup pada zaman sebelumnya. Sejarawan membagi ada 3 garis kesukuan yang berkembang biak dan menelurkan banyak bangsa di wilayah jazirah Arab. Yaitu:
1. Arab Ba'idah: arab terdahulu yg sudah tidak terlacak sejarahnya seperti kaum 'Aad dan Tsamud. Mereka didengar dari informasi seperti dalam ayat Al Qur’an.
2. Arab Aribah disebut pula Arab Qahthaniyah. Merupakan keturunan Ya'rub Yasyjub bin Qahthan. Mereka berkembang di wilayah Yaman dengan dua kabilah yang berkembang ke berbagai wilayah.
3. Arab Musta'rabah dikenal juga sebagai Arab Adnaniyah. Yaitu keturunan Ismail bin Ibrahim as yang asalnya dari wilayah tepian sungai Eufrat di dekat Kufah. [6]
Dalam lingkungan masyarakat ini, yang menyadarkan peradabannya sejak ribuan tahun kepada sumber agama, dilahirkan para Rasul yang membawa agama-agama yang kita kenali sampai saat ini. Berhadapan dengan agama masehi yang terkenal. Berdiri pula kesatuan Majusi di India, hingga terjadi pertarungan langsung antar kepercayaan, peradaban barat dan Timur.[7]
Kepercayaan terhadap agama tauhid ini lama-kelamaan berubah menjadi penyebab terhadap berhala. Menurut riwayat Ibnu Khalbi dalam kitab al-Ashnam, perubahan kepercayaan itu terjadi karena adat bangsa arab untuk membawa batu yang diambil dari sekeliling ka’bah bila mereka akan meninggalkan kota Makkah.[8]
Dahulu kala disaat Islam belum lahir masyarakat Arab pada umumnya, seperti Hijaz, Mekah, Yastrib (Madinah) dll (Sekarang menjadi satu dengan Arab Saudi) dikenal sebagai masyarakat jahiliyah, kejahiliahannya ini tercermin dalam berbagai sikap dan berbagai tindakan dalam kehidupanya :
a. Menyimpang dari segi ketahuitan, (Meng Esa kan Tuhan). Masyarakat Arab Jahiliyah mempunyai kebiasaan sering mengadakan kontes atau semacam perlombaan dalam banyaknya berhala yang disembah.
b. Menyimpang dalam hal cara beribadah, dahulu cara beribadah itu laki-laki dan perempuan telanjang bulat bersama di depan Kakbah. Jika laki-laki dan perempuan telanjang berdua dalam satu tempat maka bisa ditebak yang selanjutnya terjadi adalah kemaksiatan.
c. Masyarakat ini dikenal sangat kejam, yakni menimbun anak perempuan dalam keadaan hidup-hidup.[9]

2. Sejarah Berdirinya Arab Saudi
Sebagai sebuah wilayah Islam yang cukup tua (Arab Saudi sekarang) sangat diperhitungkan dengan sebutan sebagai wilayah "Haramain". Bahkan sejak abad ke 10 M ketika berbagai kerajaan kecil (al Duwailat) muncul, seperti halnya dinasti Fatimiyah yang ingin menyaingi Abbasiyah di Baghdad, ketika itu mereka berupaya ingin meningkatkan statusnya sebagai kekhalifahan, akhirnya wilyah "Haramain" telah menjadi perebutan status kekuatan spiritual politik dunia Islam, di mana sang khalif (salah satu raja di Arab) ingin disebut sebagai penjaga tanah haram, yakni Makkah-Madinah. Dalam beberapa ratusan tahun berikutnya wilayah ini masih terus bertahan sebagai suatu wilayah yang masing-masing dipegang oleh suku-suku etnik Arab. Hingga tahun 1500-an Kesultanan Turki Usmani akhirnya berhasil menyatukan kembali dan menguasai seluruh Jazirah Arabia, termasuk daerah-daerah sekitar Utara dan daerah sekitar Barat Laut.
Meski sejak abad ke 16 (1512 M) secara formal Arab telah dikuasai Turki Ottoman (Utsmaniyah), namun berbagai keamiran kecil tetap berkuasa. Inilah yang membuat wilayah tersebut terus bergolak hingga akhir abad ke19 M. Di antara banyak keamiran itu, Amir dinasti Saud muncul sebagai kekuatan politik yang paling berpengaruh dan paling menonjol.
Mereka mulai muncul sejak abad ke 18 M sebagai kepala suku di wilayah Hijaz, kekuasaannya berpusat di kota Dariyah (dekat kota Riyadh sekarang). Pada tahun 1744 M, dinasti Saud kian memperluas wilayah kekuasaannya, satu demi satu keamiran yang lemah ditaklukkannya. Penguasaan terhadap daerah Makkah-Madinah sebagai "Haramain" semakin memperbesar pengaruh politiknya. Untuk menahan pengaruhnya, pemerintahan Ottoman Turki mengirim pasukannya ke Arab. Namun, bisa dipatahkan. Bersamaan dengan ini ibukota pemerintahan Arab dipindahkan dari Dariyah ke Riyadh, Saudi akhirnya menjadi pemerintah yang berkuasa atas seluruh tanah Arab.[10]
Negara Arab Saudi ini terbentuk sekitar abad ke-19 M, Arab Saudi memiliki sejarah panjang yang berakar kuat dengan sejarah etnik Arab yang paling tua. Wilayah politik negara ini mulai dikenal sejak zaman Rasulullah Saw, Setelah tahun 634 M daulah Islamiyah di tanah ini dilanjutkan oleh Khulafaurrasyidin dengan sistem kekhalifahan yang masih sama-sama di Madinah. Lalu, Sejak tahun 660 M dilanjutkan oleh keluarga (dinasti) Amawiyah, dan memindahkan ibukota pemerintahannya ke Damaskus, Syiria. Tahun 750 M pemerintahan Islam Abbasiyah menggantikan Amawiyah dan memindahkan pusat pemerintahannya di Baghdad.
Keberhasilan keluarga Saud mengambil alih wilayah-wilayah dari Turki Usmani karena didukung oleh gerakan keagamaan kelompok Wahhabi yang bergerak di Nejd dari tahun 1744 M. Berkat saling dukungan ini Makkah dikuasainya tahun 1803 M dari tangan Turki Usmani, yang saat itu berada di bawah pengawasan Mohammad Ali Pasha di Mesir. Para ahli Timur Tengah menilai bahwa gerakan Wahabiyah dalam membangun nasionalisme Arab Saudi terasa sangat besar, mereka telah memberikan kontribusi yang kuat terutama dalam membangun ideologi, moralitas, dan legitimasi bagi pola kepemimpinan sebuah wilayah agama yang bersih dari praktik penyimpangan agama, seperti khufarat dan bid'ah. Periode berikutnya terjadi kegoyahan pemerintahan akibat perebutan kekuasaan antarkeluarga hingga tahun 1902 M, muncul figur muda yang berpengaruh dari dinasti itu, yakni Abdul Aziz ibnu Saud berdomisili di Riyadh dengan dukungan Wahhabi. Satu demi satu daerah-daerah yang terpecah dapat disatukan kembali; tahun 1913 M kekuasaan Turki keluar dari daerah Hasa, tahun 1925 M, keluarga Hasyimiyah juga menyerahkan Hijaz. Akhirnya pada 23 September tahun 1932 M diproklamirkan seluruh wilayah ini sebagai Kerajaan Saudi Arabia dengan Abdul Aziz sebagai Rajanya.
Sampai tahun 2005 Saudi Arabia dipimpin oleh raja Fahd bin Abdul Aziz yang memerintah sejak 13 Juni 1982 M. Selaku kepala negara dan raja, ia juga merangkap sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai perdana menteri. Kekuasaan pemerintahan, selebihnya diisi oleh keluarga dan kerabat raja. Saudi Arabia secara otomatis tak mengenal Pemilu.[11]Dari sini secara singkat dapat diketahui bahwa Arab saudi sebelum resmi mengumumkan diri sebagai sebuah negara, Arab Saudi sudah menjadi sebuah kerajaan besar dengan wilayah yang luas dan amat tersohor di daerah Arab.

C. Karakteristik Agama Islam Di Arab
1. Kebudayaan
Bangsa Arab mempunyai budaya yang tinggi, itu dapat diketahui dari Kerajaan – Kerajaan yang berdiri di Yaman. Dari Bani Qathan ini telah berdiri Kerajaan-kerajaan yang berkuasa didaerah Yaman, diantaranya yang terpenting adalah Kerajaan Ma’in, Qutban, Saba’ dan Himyar.
Berkah minyak bumi inilah yang telah mendorong modernisasi di saudi Arabia sehingga angka melek huruf pun cukup tinggi, 62,8 %. Sekalipun pada sisi lain dampak modernisasi ini telah menimbulkan kesenjangan antara kehidupan kota dengan penduduk pedalaman, termasuk juga antara golongan muda dan tua serta para ulama. Para wanita misalnya, meski diluar rumah selalu mengenakan semacam pakaian jubah yang biasa disebut “abha” , namun di dalam rumah mereka terbiasa mengenakan pakaian barat, termasuk memakai berbagai produk kosmetik barat serta menonton berbagai tayangan televisi yang selama ini ditabukan.[12]

2. Teologi
Bangsa arab sebelum Islam sudah menganut agama yang mengakui Allah SWT sebagai Tuhan, suatu kepercayaan yang diwarisi dari Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS. Al –Qur’an mengakui dan menyebut ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS tersebut dengan sebutan Hanif , yaitu keyakinan yang mengakui ke-Esaan Allah SWT. Tuhan pencipta dan pengatur alam Semesta.
Tetapi lama kelamaan keyakinan yang dianut oleh bangsa Arab itu semakin tidak murni seperti yang diajarkan Nabi Ibrahim AS. Takhayul telah menodai kemurnian akidah Agama Hanif tersebut, hingga akhirnya sampai pada penyimpangan yang menyekutukan Allah SWT. Kepercayaan yang menyimpang dari Agama Hanif itu terkenal dengan sebutan Agama Wasaniah ( Berhala), yaitu agama yang menyekutukan Allah SWT. Agama ini mengadakan penyembahan kepada ansab ( batu yang belum mempunyai bentuk) dan Asnam ( Semua jenis patung yang tidak terbuat dari batu).
Bangsa Arab jahiliyah itu masih mengakui Allah Yang Maha Agung, tetapi mereka merasakan adanya jarak yang jauh antara Tuahn dan Manusia. Oleh karena itu diciptakanlah patung-patung berhala sebagai perantaranya. Dari masa ke masa patung berhala semakin berkembang, hingga ada beberapa berhala yang di letakkan di sekeliling ka’bah.
Tidak semua bangsa Arab jahiliyah itu menganut Agama Wasaniyah. Ada juga kabilah yang menganut Agama Yahudi dan Nasrani. Bangsa Arab yang berdomisili di wilayah Selatan Semenanjung Arab telah Berjaya Mandirikan kerajaan-kerajaan besar. Mereka membangun kota-kota dan mendirikan Istana-istana megah. Mereka juga sudah mampu mengolah pertanian dengan system irigasi, ahli dalam seni ukirterutama memahat patung, ahli ilmu nujum atauperbintangan, mempunyai angkatan perang yang tangguh, dan mengadakan hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan tetangga.

3. Pemerintahan
Kehadiran Islam membawa banyak perubahan bagi kehidupan bangsa Arab dalam berbagai Aspek. Bangsa Arab yang tadinya hidup dengan system kabilah yang saling bermusuhan kini telah berhasil di persatukan oleh Rasulullah SAW atas dasar persaudaraan dan persamaan. Setelah Nabi wafat dapat dikatakan bahwa seluruh semenanjung Arab telah memeluk Agama Islam.
Pada masa Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, Arab-Islam mencapai keemasannya. Dalam wilayah dan pemerintahan Islam itu banyak terhimpun suku-suku bangsa non-arab, diantaranya yang twrbesar Persia dan Turki.
Dinasti Abbasiyah banyak sekali menempatkan orang-orag Persia untuk jabatan penting dalam pemerintahan, sehingga persaingan antara orang-orang arab dan Persia semakin ketat dan cenderung terbuka. [13]

4. Hukum
Terkait dengan hukum, khususnya hukum azazi di Saudi Arabia syariat dikelola oleh Mahkamah syar’iyah yang para hakim dan penasehat hukum di situ adalah ulama. Al Qur’an sebagai konstitusi resmi maka keluarga raja memperoleh wewenang yang luas dalam banyak bidang yang tidak ada ketentuan dalam kitab suci. Mahkamah Syar’iyah mendasari basis peradilan di Arab Saudi. Seperti dalam karya-karya klasik Islam. Para hakim punya yuridiksi penuh untuk mempergunakan hukum syariat. Sekalipun begitu, hal itu bukan bermakna mencegah perubahan dalam sistem peradilan. Pembaharuan diperkenalkan yang berakibat penciptaan kementrian kehakiman, untuk menggatikan jabatan keagamaan tradisional dari Syeikhul Islam, yang mengawasi administrasi peradilan dan sistem yang digunakan dalam mahkamah-mahkamah syar’iyah.[14]

                            
[1] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm. 119.
[2] Bernard Lewis, Bangsa Arab Dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta: Pedoman ilmu jaya, 1988 ), hlm.1.
[3] Sayed Ali Asgher Razwy, Muhammad Rasulullah Saw, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004), hlm. 16.
[4] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2010), hlm.13-14
[5] Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam 1, (Jakarta: PT. Ichtiar baru Van Houve, 1993), 154.
[6] atin.staff.stainsalatiga.ac.id/wp-content/.../1-ARAB-PRA-ISLAM.pdf‎, Rabu, 19 Maret 2014, 10.00
[7] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam...hlm.
[8] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam...hlm.22-23
[9] Wawan Susetyo, Cermin Hati, (Solo: Tiga Serangkai, 2006), hlm. 71.
[10] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam... hlm 117-118
[11] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam... hlm. 119.
[12] Ajid Tohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.120-121
[13] Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam 1, (Jakarta: PT. Ichtiar baru Van Houve, 1993), 154-157
[14] John L Esposito, Islam dan Politik , (Jakarta : Bulan Bintang 1990), hlm.148.

STUDI KAWASAN ISLAM DI ASIA TENGAH

I. PENDAHULUAN
Perkembangan peradaban Islam di Asia Tengah berkaitan erat dengan perkembangan perkembangan peradaban Islam di Iran. Islam pertama kali tersebar ke wilayah ini sebagai penaklukan Arab terhadap Iran dan Transoxania dan perpindahan pedagang Muslim dan kaum Sufi dari wilayah perkotaan ke wilayah padang rumput. Islam memiliki sejarah panjang di kawasan Asia Tengah, yang hadir disana sejak abad ke-7 melalui para pedagang Arab. Sejak saat itulah, Islam menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tengah. Negara Islam di Asia sebanyak 28 negara sedangkan Asia Tengah terdiri dari lima Negara yang merupakan bekas republic Soviet yaitu: Azarbaijen, Uzbekistan, Tajikistan, Khazakstan yang akan dijelaskan pada makalah ini.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Letak Geografis Daerah Asia Tengah?
B. Bagaimana Sejarah Perkembangan Islam di Asia Tengah?
C. Bagaimana Kharakterstik Islam di Asia Tengah?
D. Apa Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Islam di Asia Tengah?

III. PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Asia Tengah
Negara Asia Tengah terdiri dari enam negara:
1. Azarbaijan
Terletak terletak disebelah tenggara Kafakasia disebelah gunung Kaukaz dekat dengan laut Qaswin. Luasnya sekitar 86.630 km. Jumlah penduduk berdasarkan data statistic tahun 1419 H/ 1998 M berjumlah 7.900.000 jiwa yang berasal dari keturunan Turki dan Mongolia. Presentasi kaum muslimin mencapai 87%. Perekonomian negeri ini disandarkan pada minyak dan gas alam.[1]
2. Uzbekistan
Negara ini terletak dijantung Asia Tengah yang luasnya sekitar 447.400 km2. Jumlah penduduknya berdasarkan statistic tahun 1419 H/ 1998 M sekitar 24 juta jiwa. Persentase kaum muslimin lebih dari 88%, mereka adalah pengikut madzhab sunni.
Perekonomian disandarkan pada pada kekayaan hasil pertanian dan tambang. Disana juga terdapat kapas, padi dan sutera, disamping minyak dan batu bara.[2]
3. Tajikistan
Terletak disebelah tenggara Asia Tengah. Luasnya mencapai 143.100 km2. Jumlah penduduknya berdasarkan data statistic tahun 1419 H/ 1998 M mencapai 6.100.000 jiwa. Presentasi kaum muslimin dinegeri ini mencapai 98% mayoritas adalah penduduk Syi’ah. Perekonomiannya disandarkan pada pertanian, industry dan minyak.[3]
4. Turkmenistan
Luasnya sekitar 448.100 km2, sebagian bsar berupa gurun . Jumlah penduduknya berdasarkan data statistic tahun 1419 M/ 1998 M mencapai 4.650.000 jiwa dengan persentase penduduk musli sebanyak 90%. Negara ini menyandarkan perekonomiannya pada minyak, barang tambang, dan hasil pertanian.[4]
5. Khazakistan
Luasnya mencapai 2.717.300 km2, dengan jumlah penduduk sekitar 18.200.000 jiwa berdasarkan data statistik tahun 1429 H/ 1998 M. presentase kaum muslimin hanya tinggal 68% saja. Negara ini menyandarkan perekonomiaannya pada pertanian, industri, ternak dan minyak. Negara ini juga merupakan negara terbesar penghasil khrom (elemen logam) di dunia.
6. Georgia
Terletak di bagian timur Asia tengah. Jumlah penduduknya berdasarkan data statistik tahun 1419 H/ 1998 M mencapai 4.700.000 jiwa, mayoritas berasal dari Turki. Luas wilayahnya mencapai 191.300 km2 dengan persentase kaum muslimin sebanyak 80%, mayoritas pengikut Ahlus Sunnah. Perekonomian negeri ini disandarkan kepada barang tambang, pertanian, dan minyak.[5]

B. Sejarah Berkembangnya Islam di Asia Tengah
Dahulu negeri ini dikuasai oleh Timurlank, lalu dibagi- bagi diantara anak- anaknya. Kemudian berdiri sendiri membentuk penguasa- penguasa local hingga dimulainya penjajahan Rusia. Mereka menguasai Bukhara (Transoxania) pada tahun 1338 H/ 1919 M dan mengambil Khawarizm pada tahun 1337 H/ 1918 M, sebelmnya juga Farghanah dan Taskent sejak tahun 1293 H/ 1876 M.[6]
Hubungan antara Iran dan Asia Tengah diperkuat oleh invasi bangsa Mongol. Pada abad ke-13 masyarakat Mongol non Muslim mendirikan pemerintahan mereka di Asia Tengah, sebagian besar wilayah Timur Tengah dan Cina. Penaklukan bangsa Mongol scara cepat memperluas wilayah Asia Tengah dalam berhubungan dengan Timur Tengah mengantarkan daerah- daerah padang rumput disebelah utara laut hitam, laut Caspia, laut Aral kedalam hubungan dengan masyarakat Muslim di Transoxania dan Iran, dan melalui penyatuan Transoxania Muslim dengan wilayah Asia Tengah dan Cina.[7]

C. Karakterstik Islam di Asia Tengah
Islam memiliki sejarah panjang di kawasan Asia Tengah, yang hadir disana sejak abad ke-7 melalui para pedagang Arab, sejak saat itulah, Islam menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tengah. Islam diberbagai wilayah Asia Tengah sejak awal telah memperlihatkan karakteristik penyebaran awalnya. Misalnya, penduduk muslim di Asia Tengah yang masuk pada penaklukan Arab yang cenderung konservatif dan tradisional. Sementara itu, mayoritas masyarakat muslim Asia Tengah adalah berakidah sunni dan bermazhab hanafi, rata-rata mereka berasal dari Turki, dan bertutur bahasa Turki.[8]
Abad ke-13 dan 14 lahir Khusraw va Syirin karya Quthb, Mahabbatnnah karya Khawarismy. Dari generasi Timurid muncul Sakkaki, Ghada’i, Nava’i. Yang jelas sastra- sastra religious sufi sangat dominan mewarnai karakteristik Islam Asia Tengah sampai sekarang, dan hamper bisa dipastikan bahwa tradisi sufisme dikawasan ini lebih dominan dan mengakar. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai ikatan komunalismenya dimana maqam- maqam orang suci selalu dijadikan symbol kesatuan spiritual, sekaligus sumber inspirasi perjuangan mereka dalam mewujudkan tujuan Islam.[9]

D. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Islam di Asia Tengah
Pada pertengahan abad ke-7 masehi, arab berhasil membawa Islam ke trankaukasia timur. Kendatipun ditentang oleh orang Georgia dan orang Yahudi di wilayah ini, namun dakwah Islam berlangsung dengan cepat sehingga pada abad ke delapan, mayoritas penduduk sudah muslim. Islamisasi berlangsung hingga abad ke-12 ketika perlawanan orang yahudi dan orang kristen sudah tidak ada lagi. Periode damai ekspansi Islam ke Asia Tengah datang bersama para pedagang sepanjang rute-rute perdagangan bulu binatang dan sutra yang termasyhur.
Abad ke-13 adalah abad kegelapan bagi Islam di Asia Tengah karena invasi Mongol. Pada mulanya kekuasaan mongol sangat anti-islam karena banyak pemimpin mongol yang beragama Budha dan kristen. Akan tetapi, Islam tetap bertahan berkat usaha dakwah yang dilakukan oleh tarekat-tarekat sufi yang banyak menarik masyarakat masuk Islam dan bahkan penguasa mongol.
Abad ke-14 wilayah-wilayah penting muslim masuk kekaisaran Rusia, seperti Kazan, Astrakhan, dan Siberia Barat. Pada masa ini umat islam diperlakukan sebagai warga Rusia yang tidak mendapatkan hak seperti yang dinikmati oleh orang kristen, dan dibeberapa wilayah para pemimpin agama Islam diusur ke pedalaman dan mesjid-mesjid dihancurkan. Perkembangan islam dinegara ini pun mengalami pasang surut. Masa paling suram terjadi selama hampir tujuh dekade ketika rezim komunis soviet menguasai sebagian besar wilayah Asia Tengah. Saat itu, ribuan pemuka muslim terbunuh dan kehidupan beragama diawali dengan ketat oleh pemerintah. Namun setelah invasi jerman ke Uni Soviet (1941), kebijakan terhadap Islam menjadi lebih moderat.
Pada awal tahun 60-an, Rezim Nikita Khrushchev kembali meningkatkan eskalasi propaganda anti Islam. Lima tahun kemudian penguasa Soviet menutup mayoritas masjid yang masih berfungsi. Hal itu berlanjut hingga tahun 70 dan 80-an. Di Asia Tengah khususnya, dampak perang di Afghanistan terlihat di Uzbekistan dan Tajikistan, yang akhirnya memunculkan gerakan perlawanan di sejumlah negara Asia Tengah, konflik terus berlanjut hingga setelah runtuhnya Uni Soviet berarti lahir lah kembali islam yang dibarengi dengan gerakan dakwah Islam. Ribuan mesjid dan sekolah Islam di buka kembali. Negara Asia Tengah yang merupakan bekas Pasca-Soviet mengobarkan kembali semangat islamnya secara terbuka bahkan melalui jenjang-jenjang jabatan di partai komunis, mendukung islam sebagai keyakinan religius nasional karena keyakinan tulus dan kebutuhan politik, dan terjalin ikatan antara negara-negara muslim baru dan dunia Islam lainnya termasuk kedutaan-kedutaan besar serta anggota asosiasi-asosiasi ekonomi Islam.
Dari perjalanan panjang kesadaran Islam di wilayah-wilayah Soviet di Asia tengah baik secara religius maupun kultural tidak dapat dihapus dengan cara halus maupun kasar. Meskipun ketaatan religius kaum muslim dibekas uni soviet tidak sempurna akibat terisolasi dari dunia Islam yang lebih besar selama hampir delapan dasawarsa, perasaan mereka sebagai bagian umat islam sangat kuat dan meningkat. Di beberapa negara baru bekas koloni soviet, kelompok-kelompok politik penting menyerukan didirikan republik-republik Islam dan selalu menghormati unsur-unsur Islam dalam kekuatanpolitik mereka. Dengan demikian, masyarakat muslim Asia Tengah baru mulai babak baru dalam kehidupan masyarakat dan bernegara yang telah lama kehilangan warisan islamnya.[10]

                                   
[1] Ahmad Al Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003), hal.511.
[2] Ahmad Al Usairy, Sejarah Islam Sejak…, hal.513.
[3] Ahmad Al Usairy, Sejarah Islam Sejak…, hal.514.
[4] Ahmad Al Usairy, Sejarah Islam Sejak…, hal.513
[5] Ahmad Al Usairy, Sejarah Islam Sejak…, hal. 516.
[6] Ahmad Al Usairy, Sejarah Islam Sejak…, hal. 437.
[7]Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 637-638.
[8] Ilaihi Wahyu, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta: Kencna Prenada Media Group, 2007), hal. 141.
[9]Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno Linguistik dan Geo Politik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 247.
[10]Ilaihi Wahyu, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta: Kencna Prenada Media Group, 2007), hal. 142-144.

STUDI KAWASAN ISLAM DI FILIPINA DAN THAILAND


I. PENDAHULUAN
Asia Tenggara adalah sebutan untuk wilayah daratan Asia bagian timur yang terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepualauan yang banyak serta terlingkupi dalam Negara Indonesia dan Philipina. Melihat sejarah masa lalu, terlihat bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh pesat, akan tetapi Islam masuk ke lapisan masyarakat yang waktu itu telah memiliki peradaban, budaya, dan agama. Taufiq Abdullah menulis dalam bukunya Renaisans Islam di Asia Tenggara, bahwa kawasan Asia Tenggara terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan atas pengaruh yang diterima wilayah tersebut.
Pertama, adalah wilayah Indianized Southeast Asia, Asia Tenggara yang dipengaruhi India yang dalam hal ini Hindu dan Budha. Kedua, Sinized South East Asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh China, adalah Vietnam. Ketiga, yatu wilayah Asia Tenggara yag dispanyolkan, atau Hispainized South East Asia, yaitu Philipina
Ketiga pembagian tersebut seolah meniadakan pengaruh Islam yang begitu besar di Asia Tenggara, khususnya Philipina. Seperti tertulis bahwa Philipina termasuk negara yang terpengaruhi oleh Spanyol. Hal itu benar adanya, akan tetapi pranata kehidupan di Philipina juga terpengaruhi oleh Islam pada masa penjajahan Amerika dan Spanyol.
Begitu juga kedatangan Islam ke wilayah Asia Tenggara diduga karena proses perdagangan dan bukan melalui proses penaklukan suatu wilayah. Hal ini bisa dilihat dari peranan wilayah Asia Tenggara pada saat itu sebagai salah satu jalur perdagangan yang diminati oleh para pedagang. Jalur perdagangan itu masyhur dikenal sebagai jalur sutra laut yang membentang dari mulai Laut Merah - Teluk Persia – Gujarat – Bengal – Malabar - Semenanjung Malaka hingga ke China.
Dengan keberadaan jalur perdagangan ini, memudahkan dalam penyebaran agama Islam, terutama di wilayah pesisir pantai hingga akhirnya masuk ke wilayah pedalaman. Selain itu penguasaan wilayah pesisir oleh komunitas muslim pada saat itu semakin mempermudah penyebarluasan dakwah dan syiar Islam kepada penduduk pribumi.
Dalam studi penyebaran Islam di wilayah daratan Asia Tenggara yang meliputi Thailand, Myanmar dan Indo-Cina, pola penyebaran melalui perdagangan sangat dominan sekali. Selain itu adanya emigrasi suatu penduduk untuk mendiami wilayah baru di daratan Asia Tenggara ikut pula mempengaruhi proses penyebaran agama Islam seperti contohnya di wilayah Indo-Cina. Maka dalam makalah ini, pemakalah akan memaparkan tentang Islam di Filipina dan Thailand.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana letak geografis Filipina dan Thailand?
B. Bagaimana sejarah perkembangan Islam di Filipina dan Thailand?
C. Bagaimana karakteristik Islam di Filipina dan Thailand?
D. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Islam di Filipina dan Thailand?

III. PEMBAHASAN
A. Letak Geografis
1. Letak geografis Filipina
Filipina merupakan negara kepulauan yang memanjang dari utara ke selatan di tepi barat Samudera Pasifik. Secara astronomis terletak pada 4º LU - 21º LU dan 116º BT - 126º BT. Luas Filipina sekitar 301.000 km². Terdiri dari kepulauan yang berjumlah sekitar 7000 buah. Batas negara Filipina adalah utara: Selat Taiwan, timur : Samudra Pasifik, selatan : Laut Sulu dan Laut Sulawesi, barat : Laut China Selatan.[1]
Negara Filipina adalah sebuah wilayah yang terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil, yang paling besar adalah Pulau Luzon dan Mindanao., yang merupakan dua pertiga seluruh Filipina. Pulau lainnya yaitu Mindoro, Panay, Negros, Cebu, Bohol, Leyte, Samar, dan Masbate serta Pulau Palawan.
Filipina mempunyai beberapa gunung berapi yang terdapat di pulau Batan dan Babuyan di utara Luzon dan beberapa di selatan Luzon. Di Batangas terdapat gunung berapi Taal, di daerah Albay terdapat gunung Mayon, sedangkan di Negros utara terdapat gunung Camlon. Selanjutnya gunung Apo di Davao. Oleh karenanya, tidak mengherankan kalau Filipina cukup subur, untuk daerah pertanian. Kebanyakan daerah Filipina mempunyai curah hujan yang tinggi, hanya daerah Cagayan, bagian tenggara pulau Negros dan Cebu, daerah Zamboanga, dan hulu teluk Sarangani yang mempunyai curah hujan sangat sedikit dan musim kemarau yang relative panjang.[2]

2. Letak Geografis Thailand
Batas Negara :
Utara : Myanmar dan Laos
Timur : Laos dan Kamboja
Selatan : Malaysia dan Teluk Siam
Barat : Myanmar dan Samudera Hindia[3]
Thailand merupakan salah satu Negara Asia Tenggara yang terletak di sebelah utara Malaysia. Merupakan salah satu Negara Asia yang secara resmi tidak pernah dijajah oleh Negara lain. Sistem kerajaan tetap berlangsung sampai saat ini, karena sistem tersebut mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan modern, misalnya pembatasan kekuasaan absolut raja dengan memberlakukan konstitusi di Thailand.
Agama resmi kerajaan adalah agama Buddha aliran Teravada. Sekalipun secara resmi hokum yang berlaku adalah adaptasi dari hokum Eropa yang sekuler, agama Buddha telah memengaruhi seluruh perilaku kehidupan masyarakat Thai, khususnya dalam bidang pendidikan, hokum personal, dan dalam upacara-upacara resmi kerajaan. Vihara dan patung-patung Sidharta Buddha Gautama dan berbagai aksesoris ritual agam Buddha Teravada di temukan dimana-mana.
Umat Islam secara demografis jumlahnya cukup kecil, tetapi menjadi begitu penting karena beberapa propinsi selatan yang berbatasan dengan Malaysia beragama Islam dan memiliki radikalisme tinggi dan bahkan semangat separatisme dari Thailand.[4]

B. Sejarah Perkembangan Islam
1. Sejarah Perkembangan Islam di Filipina
Dipercaya bahwa Islam datang ke kepulauan Sulu pada abad 9 melalui perdagangan, tapi ia tidak menjadi faktor yang penting dalam sejarah Sulu sampai abad 13 ketika orang-orang yang menyebarkan Islam (da’i) mulai pertama kali tinggal di Buansa (Jolo) kemudian di daerah-daerah lain di kepulauan Sulu.
Kedatangan Islam menurut Cesar Majul membawa “hukum baru, standar etik yang luhur, dan pandangan hidup baru”. Karena itu Islam menjadi dasar bagi konsolidasi di antara orang-orang Tausug terutama setelah berdirinya kesultanan Sulu sekitar tahun 1450.[5] Islam menjadi sumber hukum dan institusi mereka yang memberikan orde dan bentuk masyarakat mereka. Lebih penting lagi, Islam memberi pandangan dunia pada masyarakat Tausug, suatu ideologi yang menyatukan, yang berperan sebagai acuan dalam menanggapi kejadian-kejadian yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Maka masuknya norma, bentuk, dan kandungan Islam kedalam budaya pribumi mulai menentukan parameter masyarakat Tausug dan respons-respons mereka terhadap kejadian-kejadian krisis yang bermacam-macam yang dihadapi masyarakat mereka.
Dengan demikian, kedatangan Islam dapat dilihat sebagai titik penting dalam sejarah Tausug sebagai suatu bangsa. Dengan Islam ia mulai bisa membedakan masyarakat mereka dari masyarakat pribumi lainnya yang mendiami pulau-pulau yang sekarang dikenal sebagai Filipina. Ia mengarahkan kesultanan Sulu ke suatu perkembangan yang terpisah dari Visayas dan Luzon. Ini menjadi lebih nampak ketika orang-orang Spanyol datang dan kemudian melakukan kolonisasi di daerah-daerah Luzon.[6]
Dahulu Islam tersebar di Filipina, hampir mencapai seluruh kepulauannya. Disana juga telah berdiri pemerintahan Islam, seperti halnya yang terjadi di Indonesia. Akan tetapi, secara tiba-tiba muncullah arus pemikiran keagamaan yang dibawa oleh penjajah Spanyol yang amat dibenci ini.
Pada tahun 928 H/1521 M, secara mendadak Spanyol menyerbu kepulauan-kepulauan Filipina. Mereka datang dengan membawa seluruh dendam orang-orang salib terhadap kaum muslimin. Maka, situasi di Filipina saat itu hampir sama dengan situasi yang dialami oleh muslim Andalusia. Penjajah Spanyol berada di Filipina ini hingga tahun 1316 H/1889 M.
Selama masa yang hampir mencapai 4 abad ini, telah terjadi upaya penjauhan ajaran Islam dari generasi kaum muslimin secara berturut-turut lewat jalan peperangan yang menghancurkan kaum muslimin dan memaksa mereka untuk memeluk agama Nasrani dengan ancaman kekerasan. Sekalipun demikian, mereka tidak juga mampu mengalahkan pemerintahan-pemerintahan Muslim, sehingga disana masih tersisa beberapa pemerintahan. Spanyol belum berhasil sepenuhnya menguasai Filipina ini, khususnya kepulauan Mindanao dan Sulu.
Amerika Serikat kemudian menguasai kepulauan Filipina pada tahun 1317 H/1899 M. Maka, timbullah perlawanan menentangnya dan berlangsung hingga tahun 1339 H/1920 M. Setelah itu kaum muslimin menyerah, karena mereka telah ditimpa wahm (penyakit cinta dunia dan takut mati). Kemudian tersebarlah berbagai penyakit, kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan diantara mereka.
Pada saat itulah orang-orang salib menawarkan berbagai bantuan, hingga akhirnya Islam surut kembali di negeri itu. Amerika lalu mengumumkan kemerdekaan bagi Filipina pada tahun 1366 H/1946 M. Sekarang ini Islam hanya tinggal ada di 13 wilayah di Selatan Filipina, yang sampai saat ini masih tetap menuntut pemerintahan otonomi dengan segala upayanya.[7]

2. Sejarah Perkembangan Islam di Thailand
Satu hal yang menyebabkan tetap kuatnya kesetiaan rakyat dan rasa keterikatan kultural mereka dengan patani adalah peran historisnya sebagai pusat Islam di Asia Tenggara. Bahkan kerabat-kerabat raja dan kaum bangsawan tetap merupakan simbol kemerdekaan Patani selama banyak dasawarsa setelah negeri itu secara formal dimasukkan kedalam kerajaan Thai dalam 1901, dan lembaga-lembaga keagamaan di Patani dan daerah-daerah sekitarnya berfungsi sebagai penghubung antara golongan golongan elit itu dan rakyat pada umumnya. Seperti disetiap masyarakat muslim lainnya, kaum ulama berfungsi sebagai kekuatan yang mengabsahkan kekuasaan yang berlaku dan dukungan mereka sifatnya menentukan bagi pemeliharaan dan penggunaan kekuasaan politik. Dalam kasus Patani dan daerah-daerah bawahannya, para ulama memainkan peran yang sifatnya menentukan dan terus memberikan inspirasi yang nyata kepada perjuangan untuk memperoleh identitas yang terpisah dan bahkan kepada gerakan-gerakan separatis. Kekuatan inspirasi itu berakar dalam peran Patani dalam sejarah sebagai tempat kelahiran Islam.[8]
Kapan tepatnya negara Patani beralih ke agama Islam, hinggakini belum diketahui dengan pasti. Pada tahun 1613, d’Eredia memperkirakan bahwa Patani masuk Islam sebelum Malaka, yang secara tradisional dikenal sebagai “darussalam pertama” di kawasan itu. Dalam penelitiannya mengenai kedatangan Islam di Indonesia, G.W.J. Drewes menemukan bahwa di Trengganu, yang merupakan salah satu tetangga Patani, agama baru itu sudah dianut secara mapan menjelang 1386, atau 1387. Dari penemuan ini, Wyatt dan Teeuw menarik kesimpulan bahwa tidak ada alasan mengapa (agama itu) belum sampai di Patani menjelang tahun itu terutama jika diingat bahwa Patani terkenal sebagai sebuah pusat Islam yang awal.
Sejalan dengan tradisi simbiosis antara agama dan sistem pemerintahan di Asia Tenggara, dan kelaziman dikalangan pemegang kekuasaan untuk menerima ideologi yang memberi legitimasi sebelum rakyat sendiri memeluknya, maka Islam dianut oleh keluarga para raja, yang para anggotanya lalu menjadi penduduknya berkat hubungan mereka yang akrab dengan kaum ulama.
Dharma (moralitas atau kewajiban yang ditafsirkan oleh kaum Brahmin) dan artha (tindakan politik-ekonomi atas dasar kepentingan diri sendiri di pihak penguasa) merupakan dua konsep Hindu-Buddhis yang diterima secara luas sebagai landasan legitimasi negara di Asia Tenggara pra-Islam. Setelah datangnya Islam, konsep negara/agama menjadi dikotomi melayu Islam yang menyatakan hubungan mistis yang sama. Di Patani, seperti juga di negeri-negeri Islam lainnya di kawasan itu pada saat orang beralih ke agama Islam, agama baru itu dengan segera memperoleh status politik. Semenjak saat itu, daerah Patani mulai bergeser menjauhi pusat kekuasaan politik Thai dan membina hubungan-hubungan dengan dunia Melayu, denga Islam sebagai faktor pemersatunya.[9]

C. Karakteristik Islam
1. Karakteristik Islam di Filipina
Wilayah Filipina yang membentang disinggahi para saudagar Muslim, yang melakukan pelayaran dari Laut Merah ke Laut Cina. Pedagang Muslim pada abad ke-10 singgah di Kalimantan dan beberapa di antaranya ada yang menetap di Sulu pada awal abad ke-13. Pada masa itu pula para pendakwah Islam (mahdumin) dari kepulauan Indonesia yang berdekatan berusaha menyebarkan agama, yang dipengaruhi sufisme dan masjid-masjid sederhana didirikan.
Ketika Malaka berada pada puncak kejayaannya kota itu menjadi pusat Islam dan banyak khatib menyebar ke berbagai kepulauan lainnya. Namun pada tahun 1511, pusat perniagaan Islam internasional itu jatuh ke tangan Portugis. Para anggota kerajaan melarikan diri ke daerah-daerah lainnya dan beberapa di antara mereka mendirikan kerajaan baru, seperti di pantai barat Mindanao. Para pendiri dan penerus meluaskan kekuasaan ke wilayah selatan, yang sekarang termasuk provinsi Cotabato.
Dengan jatuhnya Malaka mendorong Brunei muncul ke pentas sebagai kekuatan kelautan dan perniagaan terkemuka. Pada tahun 1520 para pedagang dan khatib yang tiba di Filipina meningkat.[10]

2. Karakteristik Islam di Thailand
Thailand merupakan negeri yang bebas. Mayoritas penduduknya menyukai kehidupan malam, pergaulan bebas, dan minum minuman keras. Setiap rumah terdapat kuil kecil di mana mereka meletakkan sesaji. Bahkan biasanya para pedagang pun meletakkan sesaji itu di toko mereka. Pengagungan mereka pada kerajaan pun sudah melampaui batas. Raja dianggap sebagai keturunan dewa sehingga mereka menjadikannya sesembahan. Biksu pun mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Mereka akan memberikan apapun jika bertemu biksu, hanya untuk mendapatkan berkat dari mereka.
Karena itu, biasanya kaum muslimin di Thailand hidup berkelompok supaya dapat saling menjaga. Di dekat masjid biasanya ada perkampungan muslim. Selain itu, ada juga beberapa daerah di Bangkok yang memiliki persentase penduduk muslim yang cukup besar. Mereka berusaha membuat lingkungan yang baik supaya dapat hidup di luar gelimang kemaksiatan tadi.[11]
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Islam
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Islam di Filipina
Di lihat dari aktivitas kerja, orang Islam bekerja di sector pemerintahan sebagai guru, administrator, personil angkatan bersenjata, pegawai kantor kehakiman dan bahkan ada yang terpilih menjadi gubernur. Kaum muslim yang mendapat pendidikan sekuler cenderung mudah menyatu dengan Negara Filipina. Sebaliknya yang tidak mau menerima pndidikan sekuler dan hanya mendapatkan pendidikan agama secara tradisional, biasanya tidak menghendaki integrasi dengan Filipina, terutama kelompok elit local yang mendapat pendidikan di Timur Tengah. Antara kelompok elit tradisional dan masa terdapat jurang pemisah yang cukup lebar di kalangan masyarakat Moro. Identifikasi dan kesadaran etnik yang terjadi karena pembagian komunitas-komunitas muslim secara gografis, tampaknya samngat kuat. Namun, meskipun terdapat variasi dan perbedaan itu, terdapat prasaan persaudaraan keagamaan terutama ketika menghadapi persoalan yang sama.[12]

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Islam di Thailand
Pada puncak kekuasaan Patani selama awal abad ke 17, diletakkan dasar-dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Ini dimungkinkan oleh hubungan yang semakin intensif antara negeri Arab, yang merupakan pusat Islam, dan Asia Tenggara, yang ketika itu pusat perdagangannya adalah Patani. Ketika negara-negara kolonial Barat memperoleh tempat berpijak di Semenanjung Malaya, Patani sudah menghasilkan sarjana-sarjan Islam yang menulis karya-karya keagamaan yang orisinal dan menerjemahkan karya sarjana-sarjana Arabyang masyhur untuk khalayak pembaca Melayu. Menjelang pertengahan abad ke 18 dan awal abad ke 19, Patani benar-benar patut dijuluki tempat kelahiran Islam di Asia Tenggara. Bahkan seorang Patani asli, Daud Ibn Abdillah Ibn Idris al-Fatani, yang dalam 1809 menulis banyak risalah tentang teologi Islam (ushuluddin) dan ilmu hukum (fiqh), diakui sebagai salah seorang ulama terkemuka mengenai ilmu-ilmu Islam di Asia Tenggara.[13]

                          
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Tenggara, di unduh pada hari Selasa tanggal 17 Juni 2014 pukul 23:32 WIB
[2] Saifullah, Sejarah & Kebudayaan di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 118
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Tenggara, di unduh pada hari Selasa tanggal 17 Juni 2014 pukul 23:32 WIB
[4] Saifullah, Sejarah & Kebudayaan di…, hlm. 82
[5] Malise Ruthven with azim nanji, Historical atlas of islam, (Cambridge: Harvard university press, 2004), hlm. 152-153
[6] Saiful Muzani, Pembangunan Dan Kebangkitan Islam Di Asia Tenggara, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1993), hlm. 198-199
[7] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media, 2009), hlm. 453
[8] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 211.
[9] Surin Pitsuwan, Islam Di Muangthai, (Jakarta: PT LP3ES, 1989), hlm.36-37
[10]Caesar A Majul, Islam di Asia Tenggara, Perspektif Sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm.99
[11]Nafi’ Mubarok Dawam, Islam Di Thailand, http://nafimubarokdawam.blogspot.com/2013/06/islam-di-thailand.html, di unduh pada hari Selasa tanggal 17 Juni 2014 pukul 22.54 WIB
[12] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011), hlm. 364-365
[13] Surin Pitsuwan, Islam Di Muangthai…, hlm. 38