I. PENDAHULUAN
Sejak dahulu Palestina merupakan sebuah negara sebagai jembatan penghubung antar manusia. Ketika Palestina berada di bawah naungan Pemerintah Islam Islam, wilayah ini menjadi lokasi sentral (pusat) yang memikat sebagian orang yang mau bermukim dan hidup dalam kemakmuran.
Palestina memiliki keistimewaan tersendiri. Di tanah inilah jejak semua agama samawi bermuara. Lokasi yang strategis Palestina memungkinkan untuk menghubungkan berbagai benua bagi dunia kuno Asia, Afrika, dan Eropa. Sehingga Palestina pun menjadi tempat yang dapat dijadikan pintu masuk bagi perjalanan ke negara-negara tetangga.
Namun, sejak sebagaian tanah Palestina dirampas kaum Yahudi dengan bantuan Inggris dan Amerika, negeri ini berada dalam kepungan konflik. Untuk penjelasan lebih jauh mengenai seluk beluk dari Palestina akan dibahas dalam makalah ini.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana letak geografis Palestina?
B. Bagaimana sejarah perkembangan masuknya Islam di Palestina?
C. Bagaimana karakteristik Islam di Palestina?
III. PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Palestina
Palestina adalah sebuah negeri di kawasan Timur Tengah yang mengandung arti negeri orang-orang Filistin. Dalam Alkitab, Palestina disebut juga tanah Israel, tanah Tuhan, tanah suci, dan tanah bangsa Ibrani. Negeri ini mempunya sejarah yang panjang bagi agama-agama Yahudi, Kristen, dan Islam.[1]
Pada tahun 1917 Inggris berhasil menguasai Palestina dari Kesultanan Ottoman. Kemudian, pada 1992 melalui Konferensi Lausanne, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan kepercayaan kepada Britania Raya (Inggris) untuk mengatur Mandat bagi Palestina. Pada tahun 1922-1948, populasi penduduk Palestina meningkat sangat derastis akibat migrasi kaum Yahudi dari berbagai negara. Akibatnya dua pertiga wilayah Palestina didiami orang Yahudi, sementara orang Arab (umat Islam dan Kristen) hanya mendiami sekitar sepertiganya. Ketika masa mandat berakhir, status Yerussalem berada dalam hukum internasional. Namun, Israel melanggar status hukum kota ini hingga meletuslah peperangan pada 1948. Pada tahun inilah orang-orang Yahudi mendirikan negara Israel di sebagian tanah Palestina atas dukungan kuat Amerika Serikat dan negara-negara sekutu.
Palestina terletak di bagian barat Benua Asia, membentang antara garis lintang meridian 15-34 dan 40-35 ke arah timur, dan antara garis lintang meridian 30-29 dan 15-33 ke arah utara. Perbatasan Palestina dengan Lebanon dimulai dari Ras El-Nakoura di wilayah Laut Tengah (Laut Mediterania), dengan garis lurus mengarah ke timur sampai ke daerah di dekat kota kecil Bent Jubayel (Lebanon). Garis pemisah antara kedua negara ini menyerong ke utara dengan sudut yang hampir lurus. Pada titik ini, perbatasan mengitari mata air Sungai Yordan yang menjadi bagian Palestina. Perbatasan merupakan jalan yang membatasinya dari wilayah timur dengan wilayah Suriah dan Danau al-Hola, Lout, dan Tabariyya.
Perbatasan Palestina dengan Yordania dimulai dari wilayah selatan Danau Tabariyya hingga sepanjang Sungai Yordan. Dari mata air Sungai Yordan, perbatasan mengarah ke selatan membelah Laut Mati dan Lembah Araba, hingga sampai pada daerah Aqaba. Perbatasan dengan Mesir dapat digambarkan dengan garis yang hampir membentuk garis lurus yang membelah antara daerah Seena dan Padang Pasir al-Naqab. Perbatasan ini dimulai di Rafah di Laut Tengah hingga sampai ke daerah Taba di teluk Aqaba. Di bagian barat, Palestina terletak di sebelah perairan lepas internasional dari Laut Tengah dengan jarak sekitar 250 km dari Ras el-Nakoura di sebelah selatan, hingga Rafah di bagian selatan.[2]
B. Sejarah Perkembangan Masuknya Islam di Palestina
Palestina terletak di pesisir timur Laut Tengah, di Asia Barat. Dahulu negeri ini bernama Bumi Kan’an. Yerussalem (Al-Quds) dibangun sekitar tahun 3000 SM oleh orang-orang Kan’an. Selama sekitar 1000 tahun, tempat ini dikuasai oleh orang-orang Yahudi di bawah pimpinan Nabi Daud a.s., lalu digantikan oleh anaknya Sulaiman a.s. kemudian orang-orang Asyuriyah menguasainya di bawah pimpinan Nebukadnezar. Dia menghancurkan, mencerai-beraikan, dan memusnahkkan orang-orang Yahudi. Dengan ini berakhirlah kekuasaan keluarga Daus, lalu kerajaan Israel lenyap pada tahun 586 SM.
Pada tahun 332 SM Iskandar Macedoni menguasai Palestina. Lalu, digantikan oleh orang-orang Romawi yang menjadikan Palestina dan wilayah-wilayah sekitar Syam berada di bawah kekuasaanya. Pada tahun 66 M Yahudi memantapkan penguasaannya atas Yerussalem. Lalu, mereka membunuh dan menggelandang orang-orang Yahudi. Pada tahun 614 M, Persia meguasai negeri Syam. Namun, pada tahun 627 M Romawi berhasil mengalahkan Persia dan mengusir mereka dari Syam.
Pada masa inilah Islam muncul. Tahun 15 H/636 M pasukan Islam berhasil memperoleh kemenangan mereka atas Al-Quds dan negeri Syam. Ini terjadi pada masa khalifah Umar al-Khattab. Umar datang sendiri ke Palestina dan menerima kunci-kunci gerbang Al-Quds tetap berada dalam naungan orang-orang Arab Islam. Kemudian secara berturut-turut dikuasai oleh raja-raja Islam (Khulafaur Rasyidin, Pemerintahan Ummayah, Abbasiyah, Bani Thulun, Akhsaydiyah, Fathimiyah, Ayyubiyah, dan Al-Mamalik). Kemudian orang-orang Turki Utsmaniyah menguasai wilayah ini sampai dengan tahun 1367 H/1948 M, kecuali pada perang Salib yaitu pada tahun 493 H-538 H/1099-1187 M.[3]
Pada akhir kekuasaan Turki Utsmani, terjadi imigrasi besar-besaran orang-orang Yahudi dari Eropa menuju empat kota penting di Palestina, yaitu Jerussalem, Safed, Tiberias, dan Hebron. Keempat daerah tersebut pada masa-masa selanjutnya bertransformasi menjadi pemukiman-pemukiman Yahudi. Ketika itu pula gerakan Zionisme mulai tumbuh dan berkembang luas. Gerakan zionisme adalah sebuah gerakan politik yang dilegitimasi oleh doktrin-doktrin agama yang menghendaki agar orang-orang Yahudi menguasai seluruh wilayah Palestina tanpa terkecuali. Inilah awal munculnya konflik berkepanjangan di Palestina dan wilayah-wilayah Arab lainnya.[4]
Setelah negara Israel diproklamirkan tahun 1948, PBB pada tahun 1949 mengeluarkan undang-undang yang membagi Palestina menjadi dua bagian. Pihak Yahudi mendapatkan daerah pesisir sekitar Tel Aviv, daerah di sekitar Danau Galilea dan daerah di Gurun Negev; Yerussalem dan Betlehem berada di bawah kendali internasional; adapun pihak Arab memperoleh sisanya. Secara kuantitatif pihak Yahudi mendapat 55% dari total area tanah Palestina. Namun pada kenyataannya Israel tetap saja berusaha mencaplok dari bagian bangsa Palestina. Dari luas Palestina yang sekitar 27.010 km2, seluruhnya berada di bawah penjajahan Israel. Hanya sebagian kecil dari wilayah itu yang berada di bawah kekuasaan Palestina. Data tahun 1998 menunjukkan bahwa penduduknya mencapai 7.200.000 jiwa.
Negara Palestina diproklamasikan oleh Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat pada 15 November 1988., di Aljiria, ibukota Aljazair. Selain itu ditetapkan pula bahwa Yerussalem Timur (akan) menjadi ibukota Negara; sebagian Tepi barat dan seluruh jalur Gaza merupakan wilayah negara Palestina. Walaupun telah merdeka, penduduk Palestina belum merasakan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang merdeka sepenuhnya, karena mereka kerap menghadapi intimidasi, kekerasan, dan bahkan serangan tentara Israel.[5]
C. Karakteristik Islam di Palestina
Sejarah Palestina di masa-masa awal Islam sesungguhnya telah dimulai pada zaman Nabi Muhammad SAW. Peristiwa Isra’ yang dialami Rasulullah dari Masjid Al-Aqsha di Jerussalem menandai awal hubungan historis antara Islam dan Palestina. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-11 dari masa kenabian Rasulullah. Wilayah Palestina, yang ketika itu bernama Syam secra territorial berada di bawah kekuasaan Romawi yang berpusat di Konstatinopel. Orang-orang Yahudi yang mula-mula menghuni wilayah tersebut diusir secara paksa sejak pertama kali Romawi menguasai wilayah ini pada abad ke-2 Masehi.
Palestina mulai berada di bawah pengaruh Islam tatkala ditaklukan oleh Umar bin Khattab, khalifah kedua sepeninggal Rasulullah menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar menunjukkan sikap dan kebijakan yang toleran kepada para penduduk di daerah ini tanpa membeda-bedakan agama yang mereka anut. Umat Islam dan Kristen pun dapat hidup berdampingan dengan aman dan damai karena sedari awal, kedatangan kaum Muslim di Palestina memang tidak dengan membawa jiwa perang, tetapi dengan perdamaian dan kasih sayang, sebagaimana dilukiskan oleh Karen Amstrong sebagai berikut :
“Ketika khalifah Umar memasuki Jerussalem dengan mengendarai seekor kuda putih, ia dikawal oleh Uskup Yunani Sofronius yang juga bertindak sebagai pemuka kota. Sang khalifah minta agar diantarkan ke Haram Assyarif, tempat Nabi Muhammad SAW. melakukan mi’raj. Umar pun berlutut dan berdo’a di tempat ini. Lalu, Umar juga minta diantarkan untuk mengujungi tempat-tempat suci kaum Nasrani. Ketika mereka berada di Gereja Holy Sepulchre, waktu shalat pun tiba. Sang uskup kemudian mempersilahkan untuk shalat di gereja tersebut. Namun, Umar menolaknya dengan santun sembari beralasan bahwa jika ia berdo’a dan beribadah di dalam gereja, dikhawatirkan umat Islam di kemudian hari akan mengenang kejadian tersebut dan mendirikan sebuah masjid di sana yang berarti akan memusnahkan keberadaan Gereja Holy Sepulchre. Sang uskup terdiam sejenak terpukau seolah tak percaya mendengar ucapan Umar tersebut. Umar pun segera bergegas pergi shalat di tempat yang agak jauh dari gereja tersebut, yang kebetulan di tempat yang langsung berhadapan dengan Holy Sepulchre.”
Kini, ditempat itu berdiri sebuah masjid kecil yang dibangun sebagai persembahan untuk Umar bin Khattab. Selain masjid tersebut, didirikan pula sebuah masjid besar untuk menandai penaklukan Palestina oleh umat Islam dan Masjid Al-Aqsha guna mengenang Isra’ yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. sikap simpatik Umar pun berlanjut tatkala ia dan umat Islam lainnya membersihkan sampah-sampah ditempat reruntuhan biara Yahudi. Selama bertahun-tahun, kaum Nasrani menggunakannya sebagai tempat pembungan sampah kota. Penaklukan Palestina oleh kaum Muslim menjadi pintu masuk untuk membangun Islam di kota suci ketiga bagi umat Islam tersebut.[6]
Adapun madzhab yang berkembang pesat di Palestina yaitu mazhab Syafi’i yang tidak terlepas dari andil Hakim Agung Imam Abu Zur’ah Ad-Dimasyq di pertengahan abad ke 4 hijriyah. Sebelum itu, masyarakat Syam (Syria, Yordania, Libanon dan Palestina saat ini) menganut mazhab serta menjalankan lembaga Qadha’ / peradilan sesuai mazhab Imam Awza’i. Membesarnya pengaruh mazhab Syafi’i di Syam inilah yang kelak mempengaruhi para pendiri dinasti Ayyubiyyah di Mesir (dimana daerah kekuasaannya juga meliputi Syam).
Di masa pemerintahan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, banyak madrasah mazhab Syafi’i yang didirikan di Syam terutama di daerah Damaskus. Hal ini juga yang membuat mazhab Syafi’i memiliki banyak penganut disana. Ahmad Taymur Basya memperkirakan bahwa mazhab Syafi’i dianut oleh seperempat penduduk Syam.[7]
Pada dasarnya, karakteristik Islam di Palestina tidak jauh berbeda dengan Islam yang ada di Arab jika ditinjau dari aspek historisnya. Karena Islam di Palestina merupakan perluasan atau penyebaran dari Islam yang ada di Arab. Sehingga budaya masyarakat muslim Palestina sama seperti masyarakat muslim Arab. Namun, yang perlu diidentifikasi tentang karakteristik Islam di Palestina ialah mengenai kegigihan mereka melawan berbagai serangan dari kaum Yahudi atau disebut Intifada. Menurut imam masjidil Aqsha, gerakan intifada mempunya 4 keistimewaan atau sifat. Pertama, intifada terjadi diseluruh wilayah. Kedua, melibatkan seluruh kelompok rakyat Palestina. Ketiga, kontinuitas. Keempat, majunya para syuhada’.[8]
[1] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 74
[2] Muhammad Syafi’i Antonio dkk., Ensiklopedia Peradaban Islam Yerusalem, (Jakarta Selatan: Tazkia Piblishing, 2012), hlm. 52-61
[3] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX), (Jakarta: Akbar Media, 2003), hal. 484-485.
[4] Bawono Kumoro, HAMAS Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009), hal. 39.
[5] Muhammad Syafi’i Antonio dkk., Ensiklopedia Peradaban..., hlm. 54-58.
[6] Bawono Kumoro, HAMAS Ikon Perlawanan … , (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009), hal. 30-33.
[7] Zamzami Saleh, http://zamzamisaleh.blogspot.com/2013/12/demografi-mazhab-syafii.html, di unduh pada Jum’at, 30 Mei 2013 pukul 19.00.
[8] Riza Sihbudi, et.al., PALESTINA:Solidaritas Islam Tata Politik Dunia Baru, (Jakarta:PUSTAKA HIDAYAH, 1992), hlm. 104.