Rabu, 23 Mei 2012

PENGERTIAN DAN HAKEKAT EVALUASI


PENGERTIAN DAN HAKEKAT EVALUASI
A. Pengertian Evaluasi
Menurut bahasa, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris “evalution”, yang berarti penilaian atau penaksiran. (John M. Echts dan Hasan Shadily, 1983 : 220). Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan intrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur memperoleh kesimpulaN.[1]
Ada beberapa pendapat lain definisi mengenai evaluasi:
a. Bloom
Evaluasi yaitu: pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kegiatannya terjadi perubahan dalam diri siswa menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.
b. Stuffle Beam
Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh, dan enyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.
c. Cronbach
Didalam bukunya Designing Evalutor Of Education and Social Program, telah memberikan uraian tentang prinsip-prinsip dasar evaluasi antara lain :
1. Evaluasi program pendidikan merupakan kegiatan yang dapat membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya.
2. Evaluasi seyogyanya tidak memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan khusus. Bukanlah tugas evalutor memberikan rekomendasi tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau tidak. Evalutor tidak dapat memberikan pertimbangan kepada pihak lain, seperti halnya seorang pembimbing tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas evalutor hanya memberikan alternatif.
3. Evaluasi merupakan suatu proses terus menerus, sehingga didalam proses didalamnya memungkinkan untuk merevisi apabila dirasakan ada suatu kesalahan-kesalahan.[2]
B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
Secara rasional filosofis, pendidikan Islam bertugas untuk membentuk al-Insan al-Kamil atau manusia paripurna. Oleh karena itu, hendaknya di arahkan pada dua dimensi, yaitu : dimensi dialektikal horitontal, dan dimensi ketundukan vertikal.
Tujuan program evaluasi adalah mengetahui kader pemahaman anak didik terhadap materi terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana pendidikan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat hal, yaitu :[3]
1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya.
4. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota masyarakat, serta khalifah Allah SWT.
Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa klasifikasi kemampuan teknis, yaitu :
1. Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
2. Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya da kegiatan hidup bermasyarakt, seperti ahlak yang mulia dan disiplin.
3. Bagaimana peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana ia berada.
4. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama.
Sedangkan menurut Muchtar Buchari M. Eb, mengemukakan, ada dua tujuan evaluasi :[4]
1. Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu.
2. Untuk mengetahui tingkah efisien metode pendidikan yang dipergunakan dalam jangka waktu tertentu.
Fungsi evaluasi adalah membantu anak didik agar ia dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan kepadanya cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Di samping itu fungsi evaluasi juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan adeqvate (baik tidaknya) metode mengajar, serta membantu mempertimbangkan administrasinya.
Menurut A. Tabrani Rusyan dan kawan-kawan, mengatakan bahwa evaluasi mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan instruksional secara komprehensif yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan tingkah laku.
2. Sebagai umpan balik yang berguna bagi tindakan berikutnya dimana segi-segi yang sudah dapat dicapai lebih ditingkatkan lagi dan segi-segi yang dapat merugikan sebanyak mungkin dihindari.
3. Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengatur keberhasilan proses belajar mengajar bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang diberikan dan di kuasai, dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau tidaknya program-program yang dilaksanakan.
4. Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid.
5. Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
6. Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat.
7. Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar.
C. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi merupakan penilaian tentang suatu aspek yang dihubungkan dengan situasi aspek lainnya, sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh jika ditinjau dari beberapa segi. Oleh karena itu dalam melaksanakan evaluasi harus memperhatikan berbagai prinsip antara lain :[5]
1. Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
Dalam ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil (Q.S. 46 : 13-14).
2. Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab (Q.S. 99 : 7-8).
3. Prinsip Objektivitas
Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaharui oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional.[6]
Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S. : 8), Nabi SAW pernah bersabda : “Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”.
Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila penyelenggarakan pendidikan mempunyai sifat sidiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.
D. Sistem Evaluasi Dalam Pendidikan Islam
Sistem evaluasi dalam pendidikan Islam mengaku pada sistem evaluasi yang digariskan oelh Allah SWT, dalam al-Qur’an dan di jabarkan dalam as-Sunnah, yang dilakukan Rasulullah dalam proses pembinaan risalah Islamiyah.
Secara umum sistem evaluasi pendidikan sebagai berikut :[7]
1. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi (Q.S. Al-Baqarah/ 2 : 155).
2. Untuk mengetahui sejauhmana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah saw kepada umatnya (QS. An Naml/27:40).
3. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah terhadap nabi Ibrahim yang menyembelih Ismail putra yang dicintainya (QS. Ash Shaaffat/37:103-107).
4. Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran yang telah diberikan kepadanya, seperti pengevaluasian terhadap nabi Adam tentang asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya dihadapan para malaikat (QS. Al-Baqarah/2:31).
5. Memberikan semacam tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktifitas baik, dan memberikan semacam ‘iqab (siksa) bagi mereka yang berakltifitas buruk (QS. Az Zalzalah/99:7-8).
6. Allah SWT dalam mengevaluasi hamba-Nya, tanpa memandang formalitas (penampilan), tetapi memandang subtansi dibalik tindakan hamba-hamba tersebut (QS. Al Hajj/22:37).
7. Allah SWT memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al Maidah/5:8).
E. Sasaran Evaluasi
Langkah yang harus ditempuh seorang pendidik dalam mengevaluasi adalah menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi sangat penting untuk diketahui supaya memudahkan pendidik dalam menyusun alat-alat evaluasinya.
Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi. [8], yaitu:
1. Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
2. Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
3. Segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid.
Dengan menetapkan sasaran diatas, maka pendidik lebih mudah mengetahui alat-alat evaluasi yang dipakai baik dengan tes maupun non tes.
a. Kedudukan akademis setiap murid, baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, sekolahnya, maupun dengan sekolah-sekolah lain.
b. Kemajuan belajar dalam satu pelajaran tertentu, misalnya tauhid, fiqih, tarikh dan lainnya.
c. Kelemahan dan kelebihan murid.
Dalam evaluasi pendidikan Islam ada empat sasaran pokok yang menjadi target.[9]
- Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan pribadi dengan Tuhannya.
- Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungannya dengan masyarakat.
- Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan dengan kehidupan yang akan datang.
- Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah Allah di bumi.
Dalam melaksanakan evaluasi pendidika Islam ada 2 cara yang dapat ditempuh diantaranya:
a. Kuantitatif
Evaluasi kuantitatif adalah cara untuk mengetahui sebuah hasil pendidikan dengen cara memberikan penilaian dalam bentuk angka. (5, 7,90) dan lain-lain.
b. Kualitatif
Evaluasi kualitatif adalah suatu cara untuk mengetahui hasil pendidikan yang diberikan dengan cara memberikan pernyataan verbal dan sejenisnya (bagus, sangat bagus, cukup, baik, buruk) dan lain-lain.





DAFTAR PUSTAKA
- Thoha, M. Chabib, Teknik Evaluasi pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
- Daryanto, Drs. H., Evaluasi Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2001.
- Samsul, MA., Drs., Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, teoritis, dan praktis, Ciputat Press, Jakarta, 2000.
- Arief, Armai, MA., DR., Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Press, Jakarta, 2002.
- Muhaimin, MA., Drs., Memikirkan Pendidikan Islam,PT. Rineka Cipta, Jakarta 1993.
- Rusyam, Tabrani, dkk., Pendekatan Proses Belajar Mengajar, Gramedia, Jakarta, 1989.
- Nata Abudin, H., Filsafat Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
- Ihsan, Hamdani, Drs. H., Filsafat Pendidikan islam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.



[1].M. Chabib Thaha, Teknik Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, hal. I.

[2]  Daryanto, Evaluasi Pendidikan, hal. 2.

[3] Samsul Nitar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, 2002, hal. 80
[4] M. Chabib Thaha, Teknik Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, hal. 6.

[5] Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, hal. 279-280.

[6] Tasrani Rusyan, dkk, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, hal. 211.
[7] Samsul Nitar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis
[8] Abubin Rata, Filsafat Islam, hal. 143.
[9] H. Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 225.









untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat 

metodologi ilmu pendidikan


METODOLOGI ILMU PENDIDIKAN


1.      Pengertian metodologi
  1. Yang dimaksud dengan metode pendidikan adalah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik, kata metode diartikan secara luas, karena mengajar adalah salah satu untuk upaya mendidik, maka metode yang dimaksud di sini mencakup juga metode mengajar. Metode mengajar di sini lebih banyak dibahas oleh para ahli, sebab metode mengajar lebih jelas, lebih tegas, objektif, bahkan universal. Sedangkan metode mendidik selain mengajar lebih subjektif, kurang jelas, kurang tegas, lebih bersifat seni daripada sains.
(Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, hal 131 Prof. H. M. Arifin. M.E.D. PT Remaja Rosda Karya)
  1. Metode di sini diartikan sebagai cara. Lebih lengkapnya metode ialah upaya yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian "cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu". Jadi urutan kerja dalam suatu metode harus diperhitungkan benar-benar secara ilmiah. Karena itulah suatu metode selalu merupakan hasil eksperimen suatu konsep yang dieksperimenkan haruslah telah lulus teori, dengan kata lain suatu konsep yang telah diterima secara teoritis yang boleh di eksperimenkan.
Kata cepat dan tepat inilah yang sering diungkapkan dalam ungkapan efektif dan efisien. Pengajaran yang efektif artinya  pelajaran yang dapat dipahami murid, secara sempurna. Dalam ilmu pendidikan sering juga dikatakan bahwa pengajaran yang tepat adalah pengajaran yang berfungsi pada murid "berfungsi" artinya menjadi milik murid-murid, pengajaran itu membentuk dan mempengaruhi pribadinya. Adapun pengajaran yang cepat ialah pengajaran yang tidak memerlukan waktu yang lama, tetapi sering menimbulkan masalah,
(Metodologi Pengajaran Agama Islam,hal. 9-10 1995 PT. Remaja Rosda Karya) 
  1.  Metodologi berasal dari bahasa Tunani yaitu metodos, beratrti cara atau jalan, dan logos yang berarti ilmu. Jadi dari kedua suku kata itu metodologi berarti ilmu tentang jalan atau cara.
Untuk memudahkan pemahaman tentang metodologi, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian metode. Metode adalah kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan demi mencapai- tujuan yang ditentukan atau lebih lengkap metode adalah urutan kerja yang sistematis, terencana, dan merupakan hasil eksperimen ilmiah guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi metodologi adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mencapai pengetahuan yang realita atau kebenaran.
(Hasan langgulung, 1992. hal 348)
Metodologi dapat dipahami sebagai filsafat ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu pengetahuan yang dimaksud ini menguraikan metode ilmiah sesuai dengan hakikat pengertian manusia dapat ditentukan kategori-kategori umum yang  hakiki bagai segala pengertian, jadi berlaku juga untuk semua ilmu
( A.H. Baker,. tt.;3) (Repormulasi Pendidikan Islam, hal 138.2007. Prof. Dr. Armal Arief.M.A)
  1. Metodologi pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik. Asal kata "metode" mengandung pengertian suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode berasal Dari dua kata yaitu Meta dan Hodos, meta berati melalui dan Hodos berarti jalan atau cara, bila ditambah dengan Logi sehingga menjadi metodologi berarti ilmu pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan, Karena kata logi yang berasal dari bahasa Greek  (Yunanai) Logos berarti akal atau ilmu
Hampir semua ilmu pengetahuan mempunyai metodologi tersendiri ilmu pendidikan sebagai salah satu disiplin ilmu juga memiliki metodologi, yaitu metodologi pendidikan. Pelaksanaannya berbeda dalam ruang lingkup proses pendidikan yang berada di dalam suatu system dan struktur kelembagaan yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan islam dan untuk menunjang keberhasilan ilmu pendidikan, metodologi pendidikan harus sejalan dengan substansi dan tujuan ilmu pengetahuan induknya.
(Ilmu Pendidikan Islam, hal 65. Priof A.M. Arifin, 2008. PT. Bumi Aksara)
Jadi kesimpulan menurut kelompok kami metodologi adalah cara-cara yang digunakan dalam upaya mendidik untuk mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran dengan tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.

2.      Asas Pendidikan Islam
Suatu pemrinsip yang dapat diartikan sesuatu yang bersifat asasi yang harus ada pada bangunan mengenai sesuatu termasuk bangunan metode pengajaran, atau sesuatu, kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir (berpendapat)
Asas terpenting di antaranya.
1)      Prinsip atau asasi kesesuaian dengan psikologi perkembangan jiwa.
2)      Prinsip kesesuaian dengan bakat dan kecenderungan
3)      Prinsip kesesuaian dengan bidang ilmu yang akan diajarkan
4)      Pemrinsip kesesuaian dengan lingkungan di mana ilmu tersebut akan disampaikan.
5)      Prinsip kesesuaian d3engan tujuan dan cita-cita pendidikan yang akan dilaksanakan.
6)      Prinsip kesesuaian dengan sarana dan prasarana pengajaran yang tersedia
7)       Prinsip kesesuaian dengan tingkat kecenderungan peserta pendidik
8)      Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat terhadap ilmu yang akan diajarkan.
Dengan memperhatikan asas asa ini maka pengajaran akan berlangsung secara efektif, efisien, dan menggairahkan dan menyenangkan anak didik.
(Manajemen Pendidikan. Hal. 270, 2007. Prenada media Grup)
Berikut ini juga dijelaskan prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan atau asas psikologi dalam memperlancar proses pendidikan islam: 
a.       Prinsip memberikan suasana kegembiraan
b.      Prinsip memberikan layanan dan satuan lemah lembut
c.       Prinsip kebermaknaan bagi anak didik
d.      Prinsip prasaran
e.       Prinsip komunitas terbuka
f.       Prinsip pemberian pengetahuan yang baru
g.      Prinsip memberikan model prilaku baik
h.      Prinsip Praktek (pengamatan) secara aktif

3.      Faktor-faktor
Pendidikan islam sejak dahulu telah menaruh perhatian tentang metode mendidik dan mengajarkan agama berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut :
1)      kemampuan psikologis dalam menerima dan menghayati serta mengamalkan ajaran agama sesuai dengan usia, bakat, dan lingkungan hidupnya.
2)      Kemampuan pendidikan sendiri yang harus siap baik dalam ilmu pengetahuan yang akan diajarkan maupun sikap mental serta keguruannya dalam waktu melaksanakan tugas pendidikan benar-benar mantap dan keyakinan.
Ibnnu Adnun pernah menasihatkan bahwa mengajar itu memerlukan kepada pengertian, pengalaman, dan kehalusan hati. Ibnu jama'ah juga menasihatkan agar guru jangan mengajar pada waktu lapar, haus, sedih,, marah atau tidak tenang pikirannya atau dalam guncangan hati (batin)
3)      Tujuan pendidikan harus dipegang sebagai pengarah dalam menggunakan metode, karena metode apapun hanya berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Biasa juga metode itu bersifat pelyvalent (banyak guna) tidak monovalent (satu guna) saja, yang bertanggung pada tujan yang hendak dicapai. Oleh karena itu pendidikan muslim perlu memenuhi pandangan hidup islam karena ia bertugas mentransformasikan nilai-nilai agama islam kedalam pribadi anak didik
(Ilmu Pendidikan Islam, 79, 2008, PT Bumi Aksara)
Selain itu ada faktor-faktor yang menyebutkan bahwa ilmu modern (harus ditinjau kembali agar esensi yang dapat diserap oleh intelek .dapat mengoordinasikan segala cabang ilmu, sehingga ilmu-ilmu itu tidak mengakibatkan bencana, dan agar tiap cabang ilmu tidak dianggap sebagai ilmu yang paling penting. Kegagalan ilmu modern, antara lain terletak dalam mempelajari tingkah laku manusia, oleh sebab itu sungguh tepat dan masuk akal bila mulai sekarang disusun ilmu yang merujuk kepada islam.
(Reformasi Pendidikan Islam , 149, 2007, Prof. DR. Armai Arif, M.N, Ciputat Press Gorup)

4)      Bentuk/jenis-jenis
Dari literatur pendidikan barat dapat diketahui banyak metode mengajar seperti metode mengajar, tanya jawab, diskusi, sosiodrama, dan bermain peran. Pemberian tugas dan resitasi. Metode-metode mengajar ini disebut metode umum. Disebut metode umum karena metode tersebut digunakan untuk mengajar pada umumnya. Metode-metode mengajar yang dikembangkan di Barat dapat saja digunakan untuk memperkaya teori tentang metode pendidikan islam. Tetapi metode yang digunakan haruslah sesuai tentang bagaimana merancang jalan pengajaran yaitu urutan langkah mengajar, sebagai berikut:
1.      Oleh Pengajaran yang hendak dicapai pada jam pelajaran itu.
2.      Oleh kemampuan gur.
3.      Oleh keadaan alat yang tersedia.
4.      Oleh jumlah murid.

Karena ditegaskan bahwa pengajaran agama islam terbuka untuk menerima berbagai pembaruan dalam pengajaran, dan luasnya pembaruan itu hampir tidak terbatas.
      Menurut para ahli pendidikan, paling kurang terdapat 11 jenis metode dalam ilmu pendidikan yaitu:
1.      Metode ceramah
2.      Metode tanya jawab
3.      Metode demonstrasi
4.      Metode karya wisata
5.      Metode penugasan
6.      Metode pemecahan masalah
7.      Metode diskusi
8.      Metode simulasi
9.      Metode eksperimen
10.  Metode penemuan
11.  Metode proyek
(Manajemen Pendidikan, 271, 2008, penada Metode Group)

Selain itu terdapat pula metode-metode:
-          Metode mendidik secara kelompok disebut Metode Mutual Education.
-          Metode pendidikan dengan menggunakan cara instruksional.
-          Metode mendidik dengan bercerita
-          Metode bimbingan dan penyuluhan
-          Metode mendidik adalah pemberian contoh dan teladan
-          Metode diskusi
-          Metode tanya jawab
-          Metode pemberian perumpamaan atau metode imtisal
-          Metode targhib dan tarhib
-          Metode taubat atau diampuni.
(Ilmu Pendidikan Islam, 71-78, Prof. H.M Arifi, 2008, PT. Bumu Aksara)

Metode pembinaan rasa beragam menurut al-Nabawi, dalam pendidikan islam untuk menanamkan rasa iman.
1.      Metode linear (percakapan) Qur’ani dan Nabawi
2.      Metode kisah Qur’ani dan Nabawi
3.      Metode amtsa/perumpamaan
4.      Metode teladan
5.      Metode Pembiasaan
6.      Metode Ibrah dan Ma’uziah

5)      Teknik Penerapan
Hubungan dengan penerapan metode pendidikan yang dilakukan para pendidik muslim maka implikasi yang perlu diperhatikan adalah menyangkut pengungkapan psikologis, sebagai berikut:
1.      Kesadaran pendidik sendiri tentang keagamaannya selaku orang yang berpribadi muslim.
2.      Mampu menghubungkan pandangan metafisiknya dengan mata-mata pelajaran yang saling berhubungan.
3.      Mampu menghubungkan semua disiplin ilmu pengetahuan  dalam situasi interelasi.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, PT. Bumu Aksara,Jakarta)
Arif, Armai, M.N, Reformasi Pendidikan Islam, 2007, Press Gorup, Ciputat
Hamdan, Manajemen Pendidikan. 2007. Prenada media Grup,Jakarta.
Arifin. M.E.D. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,  PT Remaja Rosda Karya, Jakarta




untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat 

pendidikan islam sebagai sebuah system


PENDIDIKAN ISLAM  SEBAGAI SEBUAH SYSTEM

Dalam Islam, istilah pendidikan diyakini berasal dari bahasa Arab yaitu tarbiyah yang berbeda dengan kata ta’lîm yang berarti pengajaran atau teaching dalam bahasa Inggris. Kedua istilah (tarbiyah dan ta’lîm) berbeda pula dengan istilah ta’dzîb yang berarti pembentukan tindakan atau tatakrama yang sasarannya manusia.[1]Walaupun belum ada kesepakatan di antara para ahli,
dalam kajian ini yang dimaksud pendidikan Islam adalah al-tarbiyah, istilah bahasa Arab yang menurut penulis dapat meliputi kedua istilah di atas. Hal yang sama dikemukakan oleh Azyumardi Azra bahwa pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inhern dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lîm dan ta’dzîb yang harus dipahami secara bersama-sama.[2]
Dari pemaparan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan Islam berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sarana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara sesuai dengan ajaran Islam[3]. Rumusan ini sesuai dengan pendapat Endang Saefudin Anshari yang dikutip Azra bahwa pendidikan Islam adalah proses bimbingan oleh pendidik terhadap perkembangan fisik dan psikis siswa dengan bahan-bahan materi tertentu dengan metoda tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu sesuai dengan ajaran Islam.[4]
Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud sistem pendidikan adalah sistem pendidikan Islam yaitu suatu kesatuan komponen yang terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan sesuai dengan ajaran Islam.
Komponen Sistem Pendidikan
Dari beberapa sumber yang dipelajari, dapat disimpulkan bahwa terdapat enam komponen pendidikan yang digunakan yaitu : 1. Tujuan, 2. Siswa, 3. Pendidik, 4. Isi/materi, 5. Situasi lingkungan dan 6. Alat pendidikan.
Maka untuk menghasilkan output dari sistem pendidikan yang bermutu, hal yang paling penting adalah bagaimana membuat semua komponen yang dimaksud berjalan dengan baik. Yang mana pendidik, sisawa, materi pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan semuanya satu langkah menuju pencapaian tujuan pendidikan itu.
1)  Komponen Tujuan
Tujuan pendidikan  berfungsi sebagai arah yang ingin dituju dalam aktivitas pendidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas, maka komponen-komponen pendidikan yang lain serta aktivitasnya senantiasa berpedoman kepada tujuan, sehingga efektivitas proses pendidikannya selalu diukur apakah dapat dan dalam rangka mencapai tujuan atau tidak. Dalam praktek pendidikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat luas, banyak tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai oleh siswa. Menurut Langeveld yang dikutip Noeng Muhadjir terdapat beberapa tujuan pendidikan yaitu: (1) tujuan umum (2) tujuan tak sempurna, (3) tujuan sementara, (4) tujuan perantara, (5) tujuan insidental.[5]
Di Indonesia tujuan pendidikan terdiri dari lima tingkatan yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan institusional, tujuan pendidikan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan pendidikan yang menjadi acuan tertinggi di Negara Indonesia apapun bentuk dan tingkatan pendidikannya. Tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Dalam perspektif Islam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Faisal, tujuan pendidikan Islam pada hakekatnya sama dengan tujuan diturunkannya agama Islam yaitu untuk membentuk manusia yang bertakwa (muttaqîn)[6]. Selanjutnya Faisal merinci manusia yang bertakwa itu adalah yang:
1)      Dapat melaksanakan ibadah mahdah dan ghair mahdah,
2)      Membentuk warga Negara yang bertanggungjawab kepada masyarakatnya, bangsanya, dalam rangka bertanggung jawab kepada Allah.
3)      Membentuk dan mengembangkan tenaga profesional yang siap dan terampil untuk memasuki teknostruktur masyarakatnya.
4)      Mengembangkan tenaga ahli di bidang ilmu agama Islam.
2) Komponen Siswa
Siswa/peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dalam pendidikan tradisional, siswa dipandang sebagai organisme yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewasa. Kini makin cepatnya perubahan sosial, dan berkat penemuan teknologi maka komunikasi antar manusia berkembang amat cepat. Siswa di samping sebagai objek pendidikan, ia juga sebagai subjek pendidikan, karena sumber belajar bukan hanya guru, tapi siswa juga dapat menjadi sumber belajar terutama dalam pembelajaran aktif. Sebagai salah satu input di lembaga pendidikan juga sebagai komponen yang turut menentukan keberhasilan sistem pendidikan.
3) Komponen Pendidik
Pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar, dan atau melatih peserta didik. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik sebagai pendidik dan memenuhi beberapa kompetensi sebagai pendidik.
Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang  yang dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan. Sedangkan kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak pada usia dini meliputi, (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional, (4) kompetensi sosial[7].
4) Komponen Materi/isi Pendidikan
Materi/isi pendidikan adalah segala sesuatu pesan yang disampaikan oleh pendidik kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di sekolah, dan di masyarakat, terdapat syarat utama dalam pemilihan beban/materi pendidikan, yaitu: (a) materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan, (b) materi harus sesuai dengan kebutuhan siswa[8].
5) Komponen Lingkungan Pendidikan
Lingkungan Pendidikan adalah suatu ruang dan waktu yang mendukung kegiatan pendidikan. Proses pendidikan berada dalam suatu lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat. Siswa dengan berbagai potensinya akan berkembang maksimal jika berada dalam sebuah lingkungan yang kondusif. Sesuai dengan pendapat A. Noerhadi Djamal  bahwa lingkungan berpengaruh besar dan menentukan terhadap kelangsungan berkembangnya potensi diri siswa.[9]
Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural. Dalam hal-hal di mana situasi lingkungan ini berpengaruh secara negatif terhadap pendidikan, maka lingkungan itu juga menjadi pembatas pendidikan.[10]Indikator lingkungan pendidikan adalah sebagai berikut interaksi pelaku, iklim organisasi, dan hubungan antara madrasah dengan masyarakat.
6) Komponen Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang berfungsi sebagai perantara pada saat menyampaikan materi pendidikan, oleh pendidik kepada siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka di samping dibutuhkan pemilihan bahan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Untuk menentukan apakah sebuah metode dapat disebut baik diperlukan patokan (kriterium) yang bersumber pada beberapa faktor. Faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.[11]
Dalam prakteknya paling tidak ada dua macam alat pendidikan. Pertama alat pendidikan dalam arti metode, kedua alat pendidikan dalam arti perangkat keras yang digunakan seperti media pembelajaran dan sarana pembelajaran.
Alat pendidikan dalam arti perangkat keras adalah sarana pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat mendukung terselenggaranya pembelajaran aktif dan efektif. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) [12]ditentukan bahwa setiap satuan pendidikan  wajib memiliki sarana yang meliputi, perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan, seperti perpustakaan dan laboratorium untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.




[1] Rusli Karim, Pendidikan Islam antara Fakta dan Cita (Yogyakarta:Tiara Wacana,1991), h. 67
[2] Rusli Karim, Pendidikan Islam antara Fakta dan Cita, h. 68
[3] Imam Barnadib, Sistem Pendidikan Nasional Menurut Konsep Islam dalam ”Islam dan Pendidikan Nasional” (Jakarta: Lembaga Penelitian IAIN, 1983), h. 135-136.
[4] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 65
[5] Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan, h. 79.
[6] Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 96.
[7] PP No. 19 TAHUN 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: PT. Bina Aksara, 2004), h. 21
[8] Djohar, Evaluasi atas Arah Pendidikan dan Pemikiran Fungsionalisasi Pendidikan Indonesia untuk Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik (Jakarta: Yayasan Fase Baru Indonesia, 25 Oktober 1999), h. 7
[9] A Nurhadi Djamal, ”Ilmu Pendidikan Islam Suatu Telaah Reflektif Qur’an” dalam Ahmad Tafsir Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:  Fakultas Tarbiyah IAIN SGD, 1995), h. 27
[10] A. A. Navis, Pendidikan Dalam Membentuk Bangsa, h. 7
[11] A. A. Navis, ”Pendidikan dalam Membentuk Bangsa” makalah  disampaikan dalam Diskusi Ahli tentang Pendidikan untuk Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik (Jakarta: Yayasan Fase Baru Indonesia, 25 Oktober 1999), h. 4
[12] PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, h. 42.





untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat