Minggu, 01 Mei 2016

KRITIK GRAMSCI TERHADAP CROCE

Sementara kritik terhadap Croce dan intelektual Italia merupakan titik awal intelektual dari Catatan dari Penjara, fasisme dan revolusi kelas buruh Italia merupakan subjek politik Catatan yang utama. Mengapa fasisme berjaya di Italia? Atau, mengapa usaha kelas buruh Italia merebut kekuasaan pada tahun 1919-1920 gagal? Ini merupakan dua pertanyaan yang dicoba dijawab Gramsci. awaban Gramsci terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat disimpulkan secara luas demikian:

1. Keterbelakangan historis kapitalisme Italia merupakan penyebab utama fasisme. Fasisme merupakan usaha kapitalisme Italia untuk menyelesaikan masalah keterbelakangannya dengan bergantung pada kelas menegah Italia untuk menjalankan strategi "revolusi pasif" atau    reformasi terbatas dari atas.

2. Keberadaan Gereja Katolik di Italia merupakan sebab utama keterbelakangan historis kapitalisme Italia. Gereja berhasil menghalangi revolusi borjuis Italia, mencegah timbulnya negara bangsa borjuis Italia.    Bahkan meskipun gereja Katolik pada abad ke-20 telah kehilangan hegemoninya terhadap kebudayaan Eropa, seperti pada Abad pertengahan, dengan kekalahan feodalisme, ia tetap merupakan Kekuatan reaksioner yang kuat dalam politik dan kebudayaan Italia yang    menghalangi perkembangan Italia menjadi sebuah negara kapitalis yang modern dan sekuler. 

3. Karena alasan ini borjuasi dan intelektual Italia tidak pernah mengembangkan sebuah tradisi Yakobin revolusioner yang merakyat dan nasionalis (Gramsci merujuk pada revolusi Perancis). Sebagai akibatnya, intelektual Italia terisolasi secara historis, kebudayaan dan politis dari massa buruh.

4. Seluruh sejarah dan kebudayaan Italia menderita kekurangan tradisi Yakobin yang nasional-kerakyatan di antara intelektual dan kaum borjuis.Elitisme "non-Nasional-Kerakyatan" dari kebudayaan kelas menengah ini  (yang oleh Croce dibela dan disanjung dalam tulisan sejarah dan filsafatnya) merupakan faktor penting munculnya fasisme. Suatu kali, Gramsci menuding fasisme merupakan kesalahan paham nasional-kerakyatan dan mengutuk Yakobinisme seperti halnyarevolusipasif.

5. Untuk mengalahkan fasisme dan memenangkan kekuasaan negara,kelas pekerja harus memenangkan hegemoni, atau otoritas intelektual dan moral terhadap masyarakat dusun yang miskin dan lapisan massa dari kalangan intelektual kelas menengah.Untuk melakukannya, Gramsci menyodorkan bahwa kelas pekerja harus membangun "Pangeran Modern", yakni semacam partai komunis massa yang memuat program     nasional dan kerakyatan yang revolusioner.

6. Figur sental dari "Pangeran Modern" ini haruslah merupakan tujuan otonomi intelektual kelas pekerja melalui formasi kader-kader intelektual kelas pekerja. Hanya independensi pekerja intelektual yang dapat menjamin jangka panjang hegemoni kelas pekerja.

Sedikit keterangan atas gagasan hegemoni Gramsci. 
Gramsci mendefinisikan negara sebagai pemaksaan (koersif)+hegemoni.Menurut Gramsci, hegemoni merupakan kekuatan politik yang mengalir dari kepemimpinan moral dan intelektual, otoritas atau konsensus seperti yang ditunjukkan dari angkatan bersenjata. Kelas penguasa membentuk dan mempertahankan hegemoninya dalam masyarakat sipil, misalnya dengan menciptakan konsensus politik dan kebudayaan melalui serikat-serikat, partai politik, sekolah, media, gereja dan sejumlah perkumpulan sukarela lainnya. Hegemoni yang dilakukan oleh kelas penguasa selalu melampaui kelas-kelas dan kelompok sosial. Paksaan selalu digunakan oleh kelas penguasa hanya untuk mendominasi atau melikuidasi kelas musuh menurut Gramsci. Sejarah mengatakan, di bawah kapitalisme, intelektual kelas menengah merupakan "administrator" hegemoni, misalnya menjadi pengelola dan pembangun konsensus dalam kultur kapitalis; oleh karena itulah mempelajari intelektual Itali bernama Gramsci menjadi penting.Figur pusat dalam revolusi nasionalis-kerakyatan Gramsci adalah agar terjadi reformasi intelektual dan moral di Italia, revolusi kebudayaan pertama-tama diarahkan melawan gereja Katolik. Tujuan utama dari revolusi kebudayaan ini ialah kultur sosialis yang baru dari kelas pekerja yang diorganisasikan di sekitar hubungan produksi sosialis yang menjadi basis modernitas dan sekularitas Italia. Kelas pekerja tak dapat memenangkan kekuasaan secara nyata tanpa menciptakan para intelektualnya sendiri. Tak bisa selamanya hal ini digantungkan pada intelektual borjuis kecil untuk membuat kultur sosialis bagi mereka.

Hal ini harus otonomi secxara intelektual. Jadi, bagi Gramsci, menciptakan "jenis baru intelektual organik"; intelektual proletar, menjadi tahap kunci menuju kemenangan kelas pekerja baik dalam jangka pendek maupun panjang. Pengalaman pengkhianatan para pemimpin reformis sosialis dari kelas menengah terhadap revolusi kelas pekerja tahun 1919-1920 dan pengalihan massa kelas menengah Italia menjadi fasisme mendorong Gramsci untuk memfokuskan --malah kelihatan obsesif-- intelektual Italia dan masalah otonomi intelektual kelas pekerja. Terpesona oleh artikel Lenin yang terakhir, ia bergelut pada pertanyaan yang sama: bagaimana caranya partai komunis dapat menolong kelas pekerja untuk memerdekakan dirinya dari ketergantungan kultur dan politik terhadap intelektual borjuiskecil. 

Dari sejumlah catatan atas Croce, filsafat, dan Marxisme menunjukkan upaya Gramsci untuk menyilangkan antara perjuangan filsafatik dari rencananya terhadap revolusi kebudayaan di Italia. Catatan-catatan ini  kompeks, abstrak, dan sangat sulit untuk diikuti dan tak mudah untuk disimpulkan.

Tapi yang penting digaris-bawahi, kelas pekerja, untuk meraih hegemoni membutuhkan kemampuan intelektual untuk memperjuangkan filsafat baru atau cara pandang bagi dirinya. Jadi, bagaimana membantu pekerja-pekerja untuk meraih otonomi intelektual merupakan satu pokok utama tujuan politik dari catatan-catatan ini bagi Gramsci. Hingga akhir, Gramsci menempatkan tiga musuh filsafat: Croce, gereja Katolik, dan intelektual Marxist yang vulgar. Ia juga menulis catatan panjang bagaimana para marxis seharusnya mendekati masalah pelatihan intelektual kelas pekerja (lihatlah "Pengenalan Atas Studi Filsafat dan Kebudayaan")

Akhirnya, catatan Gramsci kelihatan berpindah ke teori baru Marxis tentang Negara dan semangat revisionis ke dalam "Filsafat Praksis". Dalam catatannya tentang negara, tampak sekali bahwa dalam negara tumbuh aparat hegemoni dan sifat pemaksaan. Terhadap definisi negara mendorongnya untuk menambahkan pentingnya mengembangkan satu teori marxis tentang revolusi kebudayaan. Teori ini, pada gilirannya, menuntut Marxisme menjadi filsafat "yang selesai", yang dapat menjadi titik pandang dunia atau "filsafat Praksis" yang sukses menggantikan Katolikisme dan Croceanisme. 

Kesimpulan

Kebodohan Italia, yang merupakan kesalahan terbesar gereja Katolik, mendorong ke arah Fasisme. Pengkhianatan kelas menengah terhadap kelas pekerja menjadi kunci pelajaran sejarah dari Fasisme dan sosialisme kaum reformis bagi Gramsci. Di samping itu, Croce memainkan peran kuci dalam menyiapkan tahap kebudayaan bagi Fasisme. Jawaban Gramsci atas Fasisme, Reformisme, Katolikisme, dan Croceanisme adalah revolusi nasional-kerakyatan yang dipimpin oleh tipe baru partai komunis, si Pangeran Modern, melalui transformasi intelektual dan moral kelas pekerja menjadi pemimpin revolusi kebudayaan proletar bagi Italia. Revolusi ini akan menggantikan kebudayaan Katolik terhadap petani dan massa buruh dan kultur borjuis liberal para intelektual. Jawaban ini mendorong Gramsci untuk membuat teori marxisme baru, atau filsafat praksis sebagai figur kuncinya adalah teori tentang negara sebagai aparat hegemoni dan pemaksaan. Marxisme ini juga membutuhkan teori sistematik atas revolusi kebudayaan untuk membangun kultur baru yang integral. Dua figur kunci dalam revolusi kebudayaan Gramsci adalah penciptaan inti kader-kader intelektual kelas pekerja dan mentransformasikan intelektual kelas menengah menjadi intelektual nasionalis-kerakyatan atau revolusioner.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar