Jumat, 28 Juni 2013

Akhir Zaman | Hadits Tentang Akhir Zaman | Apa itu Akhir Zaman ?

Bismillah, Alhamdulillah, sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Sholallohu’alaihi Wassalam, amma ba’ad...dewasa ini kita sering mendengar kata-kata Akhir Zaman | Hadits Tentang Akhir Zaman | Apa itu Akhir Zaman ?

Hadits dari Rosululloh Sholallohu’alaihi Wassalam mengenai akhir zaman

Islam yang benar malah menjadi asing

Dari Abu Hurairah Rodiallohu’anhu,  dia berkata, Bersabda Rosululloh Shallallohu 'alaihi wassallam, “Islam mulai berkembang dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali asing pula,  maka beruntunglah orang-orang yang asing." (HR. Muslim)

Akhir Zaman | Hadits Tentang Akhir Zaman | Apa itu Akhir Zaman | Pendidikan Islam
Pendidikan IslamAkhir Zaman
Keterangan  : Islam mulai tersebar di Mekkah dalam keadaan sangat asing. Sangat sedikit penganut dan pendukungnya kalau dibandingkan dengan penentangnya. Kemudian setelah itu Islam tersebar ke seluruh pelosok dunia sehingga dianut oleh dua pertiga penduduk dunia. Kemudian Islam kembali asing dan dirasa ganjil dari pandangan dunia, bahkan dari pandangan orang Islam sendiri. Sebagian dari orang Islam merasa ganjil dan aneh bila melihat orang Islam yang komitmen dengan Islam dan mengamalkan tuntutan Islam yang sebenamya

Di jaman sekarang ini sangat terlihat sekali perbedaan antara amal agama dengan urusan muamalah, oleh karena mereka memisahkan antara urusan agama dengan urusan penting yaitu bermuamalah, mengatur ketatanegaraan dengan islami, dengan cara yang diridhoi oleh Alloh Azza wa Jalla.

Padahal urusa itu akan menjadi ibadah kalau kita niatkan karena Alloh Azza wa Jalla dan melakukannya sesuai syariat Alloh, bahkan sampai ada kata-kata yang sering keluar kalau kita menjunjung tinggi amal agama kita, antara alin seperti ini  : “kalau mau ibadah di masjid saja” dan banyak lagi kata-kata yang kurang pantas jika itu diucapkan oleh seorang muslim, karena setiap perbuatan itu dilihat dari niatnya. Jika dia niat ibadah pastilah harus menggunakan cara Alloh yang telah dicontohkan oleh Rosululloh dan jika dia tidak meniatkan karena Alloh pasti akan terjadi hal yang sangat buruk, contoh  :

Berdagang mengurangi timbangan
Berjanji tidak ada niat untuk menepatinya
Berhutang tidak ada niat untuk membayarnya
Jika menjadi pejabat mencuri uang rakyat (tidak amanah)
Jika dililit perkara akan menyuap
Dan masih banyak sebagainya, itu dikarenakan ibadah tidak ada sangkut pautnya dengan perkara dunia

Padahal islam telah sempurna, dan segala sesuatu sudah diatur di dalam islam, mulai berpakaian sampai hal yang kecil sekalipun, masuk ruangan (kamar kecil atau rumah). Islam jelas-jelas sudah memberikan contoh yang baik dan cara-caranya.

Kenapa hal seperti itu harus kita ingkari ?

Dimakah iman kita kalau kita mengaku beriman ?

Ada suatu ucapan dari umat selain islam yang mengarah kepada kita

“orang islam itu kebangetan kalau sampai tidak masuk surga”Loh kenapa ?
“islam itu mulai dari hal yang terkecil sampai yang terbesar sudah diatur dan dicontohkan”, maka kebangetan sekali jika mereka sampai tidak masuk surga.Sambil tersenyum mereka berkata “benar juga ya...hahaha”


Nah, setelah kita mendengar ucapan yang seperti itu apa kita tinggal diam ? sampai kapan kita seperti ini ? selayaknya kita umat islam yang mengaku Ahlu Sunnah itu senantiasa berpegang kepada kitab Alloh dan Hadits Nabi Muhammad dalam memecahkan setiap perkara. Kami rasa sampai disini artikel kali ini semoga bermanfaat | Akhir Zaman | Hadits Tentang Akhir Zaman | Apa itu Akhir Zaman ?

Jumat, 21 Juni 2013

UU. TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA

  
  Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantoro merupakan tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[1] Sedangkan tujuan merupakan sasaran yang akan dicapai seseorang atau sekelompok orang yang melakukan suatu kegiatan. Burhan Nurgiyantoro menyatakan bahwa kegiatan apapun agar tidak kehilangan arah dan pegangan harus mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan yang telah ditentukan itulah yang menjadi dasar orientasi atau acuan kegiatan yang ingin dicapai.[2]

     Dalam konteks Indonesia, konstitusi memandang bahwa agama merupakan elemen yang penting dalam pendidikan. Ketuhanan Yang Maha Esa disebut dalam falsafah dan pandangan hidup bangsa, yakni Pancasila. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tetap mempertahankan dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.[3] Hal tersebut termaktub dalam Bab II pasal 2 yang bunyi lengkapnya adalah “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Bab II pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.[4]

     Dari uraian Bab II Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2003, dapat diambil dua poin pokok tujuan pendidikan nasional yaitu :

1.      Mencerdaskan kehidupan bangsa
2.      Mengembangkan manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

                             
[1] Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta:Aksara Baru, 1988), hlm. 2
[2] Achmad Sudja’i, Pengembangan kurikulum, (Semarang: Akfi Media, 2013), hlm. 69
[3] Binti Maunah, Landasan Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 17
[4] Nur Uhbiyati, Long Life Education Pendidikan anak Sejak dalam Kandungan Sampai Lansia, (Semarang: Walisongo Press, 2009)hlm. viii

Selasa, 11 Juni 2013

Kisah Inspirasi Muslim SEORANG WANITA DAN IMAM AHMAD BIN HAMBAL

Bismillah, Alhamdulillah, Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Sholallohu’alaihi Wassalam, amma ba’du...pada artikel saat ini kami sengaja posting artikel  Kisah Inspirasi Muslim SEORANG WANITA DAN IMAM AHMAD BIN HAMBAL.
Pendidikan Islam

Suatu ketika ada seorang  wanita muslimah meminta fatwa beliau mengenai pengalaman yang baru saja dialami. Wanita itu bercerita, “Wahai pelita umat islam, sesungguhnya saya ini perempuan miskin, saking melaratnya saya, sampai lampu untuk menerangi rumahpun saya tidak memilikinya. Dikarenakan pada siang hari, saya harus mengurus keluargaku, maka saya mencari makan untuk diriku sekeluarga pada malam hari dengan merajut benang. Pekerjaan tersebut biasa saya lakukan pada malam terang bulan. Akan tetapi, suatu ketika lewatlah di depan rumahku rombongan pasukan pemerintah pada malam hari dengan membawa lampu-lampu yang banyak terang-benderang. Maka, ketika rombongan itu melewati jalan selama sebagian mereka ada yang berdiri  di tempat tersebut kesempatan itu saya gunakan untuk memintal beberapa lembar kapas. Yang saya ingni tanyakan, apakah harga benang yang saya pintal dengan cahaya lampu milik negara itu halal bagi saya atau tidak ?”

Dengan rasa penuh kekaguman Imam Ahmad bertanya, “Siapakah anda ini ? yang menaruh perhatian terhadap agama sedemikian hebatnya di zaman sekarang, ketika masyarakat islam telah dikuasai oleh kelalaian dan rasa tamak terhadap harta ?”

Perepuan itu menjawab, “saya adalah saudara perempuan Basyar Al Hafi Rahimahulloh.” Jawaban itu telah membuat Ahmad bin Hambal menangis tersedu-sedu. Basyar Al Hafi Rohimahulloh adalah seorang nama gubernur yang shaleh dan seorang mustasyawir yang berhati lurus. Untuk beberapa saat Imam Ahmad belum menjawab pertanyaan wanita tersebut. Karena beliau sedang berdo’a dan memohon rahmat atas gubernur yang shaleh itu. Setelah itu berulah ia menjawab, “sesungguhnya, kain cadar yang menutupi wajah anda adalah lebih baik dari pada sorban-sorban kami. Sesungguhnya kmai-kami tidak patut jika dibandingkan dengan orang-orang tua yang telah mendahului kita. Ya sayidati, sedangkan engkau ini demikian tinggi rasa taqwa dan rasa takutnya kepada Allooh Azza wa Jalla, tidaklah halal bagi anda uang penjualan hasil kain tersebut.”

Mudah-mudahan kita bisa mengilhami dari siroh di atas, di jaman yang sudah rusak ini. Dimana umat islam sudah tidak perduli dengan harta yang diperolehnya, baik halal ataupun haram. Yang penting bagi mereka adalah bisa mendapatkan dan bisa mengumpulkan harta hingga tak terhingga, padahal harta tersebut tidak mungkin dia peroleh. Di dunia ini semua serba terbatas, tidak akan kita mendapatkan harta yang tidak akan habis, ingin hari kelak dimana emas dan dirham sudah tidak berlaku, hanya amal kita yang dihitung. Kapan kita sudah beramal ? Apakah amal kita sudah diterima ? apakah kita menafkahi keluarga kita dengan harta yang halal ? atau kah dengan yang haram ? sudahkan kita tinggalkan riba ? disaat mudahnya mendapatkan pinjaman riba. Dan banyak lagi persoalan dunia yang haram. Mudah-mudahan kita diberi hidayah dan taufik, aamiin...sehingga senantiasa lurus dan istiqomah di dalam jalan Agama yang diridhoinya, yaitu islam. 

Cukup sekian pembahasan Kisah Inspirasi Muslim SEORANG WANITA DAN IMAM AHMAD BIN HAMBAL, mudah-mudahan kisah di atas bisa menjadikan kita sadar dan semakin tinggi taqwanya kepada Allooh Azza wa Jalla, aamiin...

Minggu, 09 Juni 2013

CIRI-CIRI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR YANG MEMBERDAYAKAN POTENSI SISWA.

CIRI-CIRI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR YANG MEMBERDAYAKAN POTENSI SISWA.

A.      Pembalikan Makna Belajar
Dalam pikiran kebanyakan praktisi pendidikan, makna dan hakikat belajar seringkali hanya diartikan sebagai penerimaan informasi dari sumber informasi (guru dan buku pelajaran). Akibatnya, guru masih memaknai kegiatan mengajar sebagai kegiatan transfer informasi (baca: penuangan ‘air’ informasi) dari guru ke siswa. Untuk keperluan implementasi KBM yang bernuansa KBK, guru perlu melakukanpembalikan makna dan hakikat belajar. Pada pandangan dan paradigm ini, makna dan hakikat Belajar diartikan sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Akibat logis dari pengertian belajar di atas, maka mengajar merupakan kegiatan  partisipasi  guru dalam membangun pemahaman siswa. Partisipasi tersebut dapat berwujud sebagai bertanya secara kritis, meminta kejelasan, atau menyajikan situasi yang tampak bertentangan dengan pemahaman siswa sehingga siswa ‘terdorong’ untuk memperbaiki pemahamannya. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya. Dengan kata lain, partisipasi guru harus selalu menempatkan pembangunan pemahaman itu adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, bukan guru. Misal, bila siswa bertanya tentang sesuatu, maka pertanyaan itu harus selalu dikembalikan dulu kepada siswa itu atau siswa lain, sebelum guru memberikan bantuan untuk menjawabnya. Seorang siswa bertanya, “Pak/Bu, apakah tumbuhan punya perasaan?” Guru yang baik akan mengajukan balik pertanyaan itu kepada siswa lain sampai tidak ada seorang pun siswa dapat menjawabnya. Guru kemudian berkata, “Saya sendiri tidak tahu, tetapi bagaimana jika kita melakukan percobaan?”


B.      Berpusat pada Siswa
Siswa memiliki perbedaan satu sama lain. Siswa berbeda dalam minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Siswa tertentu lebih mudah belajar dengan dengar-baca, siswa lain lebih mudah dengan melihat (visual), atau dengan cara kinestetika (gerak). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai karakteristik siswa. KBM perlu menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Artinya KBM memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa. KBM perlu mendorong siswa untuk mengembangkan potensinya secara optimal.

C.      Belajar dengan Mengalami
KBM perlu menyediakan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari- hari dan atau dunia kerja yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip ilmu yang dipelajari. Karena itu, semua siswa diharapkan memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman indrawi yang memungkinkan mereka memperoleh informasi  dari melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium. Dalam hal ini, beberapa topik tidak mungkin disediakan pengalaman nyata, guru dapat menggantikannya dengan model atau situasi buatan dalam wujud simulasi. Jika ini juga tidak mungkin, sebaiknya siswa dapat memperoleh pengalaman melalui alat  audio-visual  (dengar- pandang). Pilihan pengalaman belajar melalui kegiatan mendengar adalah pilihan terakhir.

D.      Mengembangkan Keterampilan Sosial, Kognitif, dan Emosional
Siswa akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau guru. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih mudah melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. Interaksi memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok. Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari siswa lain atau guru. KBM perlu mendorong siswa untuk mengkomunikasikan gagasan hasil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru atau pihak-pihak lain. Dengan demikian, KBM memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai perbedaan (pendapat, sikap, kemampuan, prestasi) dan berlatih untuk bekerjasama. Artinya, KBM perlu mendorong siswa untuk mengembangkan empatinya sehingga dapat terjalin saling pengertian dengan menyelaraskan pengetahuan dan tindakannya.

E.       Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Ber-Tuhan
Siswa dilahirkan dengan memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan. Rasa ingin tahu dan imajinasi merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri, dan kreatif. Sementara, rasa fitrah ber- Tuhan merupakan embrio atau cikal bakal untuk bertaqwa kepada Tuhan. KBM perlu mempertimbangkan rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan agar setiap sesi kegiatan pembelajaran menjadi wahana untuk memberdayakan ketiga jenis potensi ini.

F.       Belajar Sepanjang Hayat
Siswa memerlukan kemampuan belajar sepanjang hayat untuk bisa bertahan (survive) dan berhasil (sukses) dalam menghadapi setiap masalah sambil menjalani proses kehidupan sehari-hari. Karena itu, siswa memerlukan fisik dan mental yang kokoh. KBM perlu mendorong siswa untuk dapat melihat dirinya secara positif, mengenali dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya untuk kemudian dapat mensyukuri apa yang telah dianugerahkan Tuhan YME kepadanya. Demikian pula KBM perlu membekali siswa dengan keterampilan belajar, yang meliputi pengembangan rasa percaya diri, keingintahuan, kemampuan memahami orang lain, kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama supaya mendorong dirinya untuk senantiasa belajar, baik secara formal di sekolah maupun secara informal di luar kelas.

G.     Perpaduan Kemandirian dan Kerjasama
Siswa perlu berkompetisi, bekerjasama, dan mengembangkan solidaritasnya. KBM perlu memberikan kesempatan kepada siswa untukmengembangka semangat berkompetisi sehat untuk memperoleh penghargaan, bekerjasama, dan solidaritas. KBM perlu menyediakan tugas-tugas yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri.


Sumber : Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif Departemen Pendidikan Nasional 2003

Selasa, 04 Juni 2013

Fadhilah Istri Berhemat Terhadap Nafkah Suami

Berhemat, Nafkah Suamim Berhemat terhadap Nafkah Suami
Pendidikan Islam
Bismillah, Alhamdulillah, Sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Sholallohu’alaihi Wassalam, amma ba’du...fadhilahistri berhemat terhadap nafkah suami perlu dan sangat dianjurkan.

Rosululloh bersabda, “para wanita quraisy adalah wanita yang terbaik. Mereka naik unta. Menyayangi anak ketika kecil, dan menjaga suami, serta harta yang dimiliki.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Beliau menegaskan, “wanita yang terbaik adalah yang paling sedikit mengeluarkan uang.” (Al Mustadrak : II/532)

Wanita yang sholihah adalah wanita yang pandai menjalankan serta mengatur perekonomian keluarga, yaitu dengan berhemat dan menggunakannya sesuai dengan keperluan. Syaikh Abdul Halim Hamid mengatakan bahwa itulah wanita yang membahagiakan suami dengan menjaga harta dan mengatur segenap urusan keluarga, tidak boros, dan tidak memboroskan uang tanpa guna dalam belanja.

Alloh Azza wa Jalla mencela sifat seperti itu dalam firman-Nya, “Janganlah berlaku tabdzir (sia-sia), karena orang yang menyia-nyiakan (harta) itu teman-teman syetan.” (Al-Isra ayat 26-27).Rosululloh bersabda, “ Ambillah dari harta suamimu dengan cara yang baik sekedar cukup untuk dirimu dan anakmu.” (Bukhori, Muslim)

Dewasa ini banyak sekali artis, wanita yang menghambur-hamburkan uang untuk berbelanja, dan bergaya hidup mewah, sungguh berseberangan dengan perintah Dzat yang tlah memberi aturan dalam hidup kita, mudah-mudahan mereka membaca dan bisa berubah. Selayaknya uang lebih digunakan untuk membiayai fakir miskin, anak yatim, janda, dan untuk beramal sholih lainnya.

Mudah-mudahan artikel Fadhilah Istri Berhemat TerhadapNafkah Suami bermanfaat bagi pembaca blog ini. Aamiin...adapun artikel bersyukur terhadap nafkah suami dirasa perlu untuk anda baca.

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU FALAK

     Menurut bahasa, ‘falak’ berasal dari bahasa arab ﻓﻠﻚ yang mempunyai arti orbit atau lintasan benda-benda langit (madar al-nujum). Dengan demikian ilmu falak didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang lintasan benda-benda langit, diantaranya bumi, bulan dan matahari. Benda-benda langit tersebut berjalan sesuai orbitnya masing-masing. Dengan orbit tersebut dapat digunakan untuk mengetahui posisi benda-benda langit antara satu dengan yang lainnya.

     Ilmu falak dikalangan umat islam juga dikenal dengan sebutan ilmu hisab, sebab kegiatan yang paling menonjol pada ilmu tersebut adalah melakukan perhitungan-perhitungan. Dalam al-Qur’an kata hisab banyak digunakan untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab)dimana Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil. Kata hisab dalam al-Qur’an muncul sebanyak 37 kali yang semuanya berarti perhitungan dan tidak memiliki arti yang bertentangan.[1]

     Menurut Carlo Nillino, sebagaimana dikutip oleh Suwarno, kata falak yang banyak disebutkan dalam al-Qur’an bukan berasal dari bahasa arab, akan tetapi teradopsi dari bahasa Babilonia yaitu pulukku yang berarti edar.[2]

     Di dalam al-Qur’an, perkataan ‘falak’ digunakan sebanyak dua kali, yaitu dalam surat yaasiin ayat 40 dan al-anbiyaa ayat 33.

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya”(QS.yaasiin:40)

Dan dialah yang Telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya” (QS.al-anbiyaa: 33)

      Penggunaan kata falak dalam ayat tersebut hanya ditujukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan benda langit, (Matahari, Bumi, dan Bulan). Berangkat dari ayat diatas ilmu falak dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang gerak-gerak benda-benda langit. Ilmu falak juga dapat disebut sebagai ilmu astronomi, karena didalamnya membahas tentang bumi dan antariksa (kosmografi). Perhitungan-perhitungan dalam ilmu falak berkaitan dengan benda-benda langit, walaupun hanya sebagian kecil dari benda-benda langit yang menjadi objek perhitungan. Karena secara etimologi, astronomi berarti peraturan bintang “law of the star”.

      Jika diamati secara spesifik memang terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan antara astronomi dengan ilmu falak. Dari sisi ruang lingkup bahasanya, astronomi mengkaji seluruh benda-benda langit, baik matahari, planet, satelit, bintang, galaksi, nebula dan lainnya. Sedangkan ilmu falak ruang lingkup pembahasannya hanya terbatas pada matahari, bumi dan bulan. Itupun hanya pada posisinya saja sebagai akibat dari pergerakannya. Hal ini disebabkan karena perintah-perintah ibadah tidak bias lepas dari waktu. Sementara waktu itu sendiri berpedoman pada peredaran benda-benda langit (terutama matahari, bumi, bulan). Dengan demikian jelas bahwa mempelajari ilmu falak sangatlah penting, sebab untuk kepentingan praktek ibadah.

      Ilmu falak juga disebut ilmu bintang atau ilmu nujum. Kata nujum berasal dari bahasa arab, jamak dari kata najm yang berarti bintang atau ilmu ramalan karena berkaitan dengan 12 rasi bintang. Ilmu falak juga berarti miqat yang berarti batas-batas waktu. Berdasarkan perjalanan matahari, bumi, dan bulan akan berimplikasi pada terjadinya siang dan malam sehingga dapat ditentukan waktu bagi manusia. Baik itu berbentuk jam, tanggal bulan (kalender) dan waktu tahunan. Salah satu penggunaannya adalah untuk menentukan waktu-waktu ibadah seperti shalat yang dilakukan pada waktu atau jam-jam tertentu, puasa dalam bulan tertentu dan sebagainya.[3]

Ilmu falak pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1.    Theoretical astronomi atau ilmu falak ilmy, yaitu ilmu yang membahas teori dan konsep benda-benda langit yang meliputi:

   a.      Cosmogony yaitu teori tentang asal usul benda-benda langit dan alam semesta.

   b.      Cosmologi yaitu cabang astrologi yang menyelidiki asal usul struktur dan hubungan ruang waktu dari alam semesta.

   c.     Cosmografi yaitu pengetahuan tentang seluruh susunan alam, penggambaran umum tentang jagad raya termasuk bumi.

   d.      Astrometrik yaitu cabang astronomi yang kegiatannya melakukan pengukuran terhadap benda-benda langit dengan tujuan mengetahui ukuran dan jarak antara satu benda langit dengan benda langit lainnya.

  e.     Astromekanik yaitu cabang astronomi yang mempelajari gerak dan gaya tarik benda-benda langit dengan cara dan hukum mekanik.

   f.       Astrofisika yaitu bagian astronomi tentang benda-benda angkasa dari sudut ilmu alam dan ilmu kimia.

2.    Practical astronomy/observational astronomy atau  ilmu falak amaly yaitu ilmu yang melakukan perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit antara satu dengan yang yang lain. Inilah yang kemudian dikenal dengan ilmu falak atau ilmu hisab.

       Pokok bahasan dalam ilmu falak meliputi penentuan waktu dan posisi benda langit (matahari dan bulan) yang diasumsikan memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan ibadah umat islam (hamlun mina Allah). Sehingga pada dasarnya pokok bahasan ilmu falak berkisar pada:

a.         Penentuan arah kiblat (azimuth) dan bayangan arah kiblat (rashdul kiblat)

b.         Penentuan awal waktu shalat

c.         Penentuan awal bulan (khususnya bulan Qomariyah atau Hijriyah)

d.        Penentuan gerhana baik gerhana matahari maupun gerhana bulan.[4]

                  
[1] Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis, Semarang, PT.PUSTAKA RISKIPUTRA, 2012, hlm.1-2

[2] Ahmad Mussonnif, Ilmu Falak, Yogyakarta, Teras, 2011, hlm.1

[3] Slamet Hambali, Ilmu Falak 1,Semarang, Program Pascasarjana IAIN WALISONGO, 2011, hlm.1-3

[4]Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis, Semarang, PT.PUSTAKA RISKIPUTRA, 2012, hlm.2-3

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ASTRONOMI DALAM ISLAM

   
Astronomi ialah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi) serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi (misalnya radiasi latar belakang kosmik). Ilmu ini secara pokok mempelajari pelbagai sisi dari benda-benda langit,seperti asal-usul, sifat fisika/kimia, meteorologi, gerak dan bagaimana pengetahuan akan benda-benda tersebut menjelaskan pembentukan dan perkembangan alam semesta.

     Astronomi adalah sebagai salah satu ilmu yang tertua, sebagaimana diketahui dari artifak-artifak astronomis yang berasal dari era prasejarah; misalnya monumen-monumen dari Mesir dan Nubia, atau Stonehenge yang berasal dari Britania. Orang-orang dari peradaban-peradaban awal semacam Babilonia, Yunani, Cina, India, dan Maya juga didapati telah melakukan pengamatan yang metodologis atas langit malam. Akan tetapi meskipun memiliki sejarah yang panjang, astronomi baru dapat berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan modern melalui penemuan teleskop.[1]

     Dewasa ini astronomi berkembang menjadi cabang sains yang bukan hanya mengkaji posisi dan pergerakan benda-benda langit, tetapi juga fisis dan evolusinya. Perkembangannya demikian pesat yang menimbulkan lahirnya cabang-cabang baru, misalnya astrofisika (menitikberatkan pada segi struktur dan komposisi fisis, bukan lagi posisi dan pergerakan benda langit), kosmogoni (menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi tata surya), kosmologi (menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi alam semesta), dan yang baru adalah bioastronomi (menitik beratkan kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi). Teori-teorinya senantiasa diperbarui bila ada bukti-bukti lain yang menyempurnakan atau menggugurkan teori semula. Melalui astronomi, manusia mencoba mendeskripsikan apa dan bagaimana proses fenomena alam bisa terjadi dalam konteks eksperimen dan pengamatan, dengan parameter yang bisa diamati dan diukur, yang bisa benar bisa pula salah.[2]

      Dalam astronomi Islam, ahli sejarah sains, Donald Routledge Hill membagi sejarah astronomi islam dalam empat priode. Periode pertama (700-825), masa asimilasi dan penyatuan awal dari astronomi Yunani, India, dan Sasanid. Periode kedua(825-1025), masa investigasi besar-besaran dan penerimaan serta modifikasi sistem Ptolemaeus. Periode ketiga (1025-1450), masa kemajuan sistem astronomi Islam. Periode keempat ( 1450-1900), masa stagnasi, hanya sedikit konstribusi yang dihasilkan.[3]

Adapun tokoh- tokoh astronomi dalam Islam antara lain:

·  Muhammad bin al-Khawarizmi (830) memperkenalkan konsep astronomi India dan ptolemaeus ke dalam ilmu pengetahuan Islam

·   As-Sufi (903-986) berkonstribusi besar dalam menetapkan arah laluan bagi Matahari,bulan, planet serta pergerakan matahari.

·   Ali bin Ridwan (988-1061) mengamati SN 1006, supernova(bintang meledak) yang terekam sejarah

·  Ja’far bin Muhammad  Abu Ma’shar al-Bakhri (787-886) mengembangkan model planet yang ditafsirkan sebagai model heliosentris.

·  Al-Battani (853-929) menentukan perkiran awal bulan baru, perkiraan panjang matahari, dan mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan planet tertentu, serta mengembangkan metode untuk menghitung gerak dan orbit planet yang dijadikan rujukan astronomi barat

·Abu Rayhan al-Biruni (973-1050) menemukan galaksi bima sakti sebagai koleksi bintang samar yang sangat banyak.[4]

       Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat banyak ayat-ayat yang menyinggung tentang alam semesta beserta unsur-unsur yang terkandung di langit dan bumi, termasuk penghuninya dan fenomena yang  terjadidi dalam lebih dari seribu ayat. Tujuan ayat-ayat Alqur’an yang bersinggungan dengan masalah alam dan alam semesta ini tidak bertujuan untuk memberikan data ilmiah. Allah SWT menginginkan agar proses pencarian/ penyerapan ilmu pengetahuan dilakukan dengan mekanisme pengamatan, penyimpulan (dedukatif), dan eksperimen dalam jangka panjang akibat keterbtasan kemampuan indra manusia dan karakter ilmu yang bersifat komulatif. Meskipun demikia, ayat-ayat AlQur’an dipastikan mengandung sejumlah hakikat dan fakta ilmiah yang tidak terbantahkan tentang alam semesta ini karena ia merupakanwahyu dari Sang Khalik,Allah SWT yang merupakan status kebenaran yang absolut.[5] Diantara ayat-ayat tentang astronomi ialah :

1.          QS.Yasin (36:40)
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
2.          QS. Fatir (35:13)
  Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. yang (berbuat) demikian Itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.
3.          QS. Ali Imron  (3:190)
 Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran bagi orang-orang yang berakal.
4.          QS. Al-Waqi’ah (56:75-76)
  Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu Mengetahui.

5.          QS. Al-Hijr (15:16)
 Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan dan menjadikannya terasa indah bagi orang-orang yang memandang (nya).

6.          QS. Fussilat (41: 11-12)
  Kemudian dia menuju ke langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan patuh".  Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.  Kemudian langit yang dekat (dengan bumi) kami hiasi dengan bintang-bintang yang dan (kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

7.          QS. Al-Anbiya’ (21:32)
Dan kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara,namun mereka tetap berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) itu(matahari,bulan,angin, awan dan lain-lain).[6]
                          
[1]http://id.wikipedia.org/wiki/Astronomi#Penggunaan_istilah_.22astronomi.22_dan_.22astrofisika.22 (16 Maret 2013, 21.15 WIB)

[2] http://www.scribd.com/doc/51632340/hubungan-antara-astronomi-astrologi-dan-ilmu-falak

[3]Rohmat Haryadi,Ensiklopedia Astronomi jilid 1 :sejarah Astronomi, Jakarta:Erlangga,2008,hlm 19

[4] Rohmat Haryadi,Ensiklopedia Astronomi jilid 1 :sejarah Astronomi, hlm 20

[5] Ahsin Sakho Muhammad,Ensiklopedi Kemukjizatan Ilmiah dalm Al-Qur’an dan Sunnah, Jakarta: PT Kharisma Ilmu,2009, hlm 31

[6] AL-‘ALIM AL-QUR’AN DAN TERJEMAHNYA Edisi Ilmu Pengetahuan, Bandung :PT Pustaka Mizan,2009

SUNNAH RASUL SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

I.                   PENDAHULUAN

Di dalam Islam ada dua sumber utama ajaran Islam, iaitu Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan dan peradaban.Al-Quran dan As-Sunnah merupakan pedoman hidup umat Islam. Dalam pengertian yang lain Al-Quran merupakan pedoman dasar dan As-Sunnah adalah pedoman keteladanan bagi umat.

Sunah nabi adalah teladan yang dicontohkan Rasulullah SAW bagi segenap umat Islam. Didalamnya terkandung segala perkataan dan tingkah laku serta berbagai ketentuan pokok yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim didalam mengharungi kehidupan.

Dalam mempelajari atau untuk mengetahui bahwa sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan yang ke dua dapat di lakukan beberapa cara dan hasilnya adalah bahwa banyak suatu ilmu pengetahuan dan teknologi yang sumber atau penguatanya terdapat pada hadits-hadist nabi.

II.                RUMUSAN MASALAH


A.    Apa Pengertian dan Macam-macam Sunnah?

B.     Apa fungsi Sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan?

C.     Apa saja contoh bukti Sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan?

III.             PEMBAHASAN


A.    Pengertian dan macam-macam Sunnah

Hadist atau sunnah adalah perkataan, perbuatan dan pengakuan atau ketetapan yang disandarkan kepada Rasullah SAW. Sedangkan menurut Al-Qur’an, suunah berarti syari’at, hukum atau peraturan, dan pengertian sunnah menurut Hadits adalah kebiasaan, tradisi, jalan hidup, cara-cara dan kebiasaan.[1]

Macam –macam Hadist ada dua macam yaitu Hadits ditinjau dari kuantitas Rawi dan Hadits ditinjau dari Kualitas Rawi

a. Hadits ditinjau dari kuantitas Rawi

    a). Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlahorang yang tidak terbatas jumlahnya, mulai dari awal sanad sampai akhir sanad

    b). Hadits Ahad

Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir

b. Hadits ditinjau dari kualitas Rawi

    a). Hadits Shahih

Hadits Shahih adalah hadits yang bersambung sanad, dinukil oleh orang yangt dhabith, ‘adil, tidak syadzdz, dan ‘ilat.

    b). Hadits Hasan

Hadits Hasan adalah hadits yang hafalan penghafalnya tidak sempurna. Bisa juga Hadits Hasan adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits secara keseluruhan karena periwayatan seluruhnya atau sebagiannya lebih sedikit kekuatan dhabitnya disbanding riwayat Shahih.

    c). Hadits Dhoif

Hadits Dhaif adalah hadits yang tidak mempunyai persyaratan hadits shahih ataupun hadits hasan, baik secara sanad ataupun matanya. [2]

B.     Fungsi Sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan

a.  Sebagai pengukuh terhadap ayat- ayat Al-qur'an

b.  Sebagai penjelasan terhadap maksud ayat- ayat Al-qur'an

c.  Menetapkan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-qur'an.[3]

Sunnah merupakan sumber bagi da'wah dan bimbingan bagi seorang muslim, sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan keagamaan, kemanusiaan, dan sosial yang dibutuhkan umat manusia untuk meluruskan jalan mereka, membetulkan kesalahan mereka ataupun melengkapi pengetahuan eksperimental mereka.

Seperti Al-qur'an, sunnah juga mengandung informasi tentang beberapa hakikat yang berkaitan dengan masalah- masalah ghaib. Sunnah juga memuat informasi tentang informasi tentang kejadian- kejadian masa lalu, tentang awal penciptaan, tentang rasul- rasul dan nabi- nabi yang tidak mampu diliput oleh historiografi konvensional dan perangkatnya. Informasi- informasi sejarah masa lalu tersebut tidak diketahui kecuali dengan melalui wahyu. Sunnah juga mengandung informasi- informasi tentang berbagai peristiwa yang berkaitan dengaan masa depan. Demikian juga mengenai hal- hal yang akan terjadi setelah hari kiamat.[4]

Sebagai sumber ilmu pengetahuan kedua, hadits atau sunnah telah menjadi faktor pendukung utama kemajuan ilmu pendidikan. Banyak hadits yang berbicara tentang ilmu terutama ilmu pengetahuan. Landasan hadits sebagai sumber ilmu adalah QS. An Najm ayat 3-4 yang artinya “tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan dan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”

Cara mempelajari atau ngetahui sumber suatu ilmu pengetahuan di antarnya :

1.  Semangat membaca alam sebagai ayatullah pertama

Satu hal yang menarik ialah bahwa alqur’an sangat menggalakkkan manusia memperhatikan bahkan meneliti alam dan menemukan ayat-ayat Allah yang mengatur fenomena itu. Ibnu Rusy, sarjana muslim yang terkenal pernah mengatakan, bahwa alam raya ini adalah kitab Allah yang pertama, sebelum kitab-kitab Allah yang lain yang berbentuk wahyuNya. Gejala alam telah berbicara kepada mereka yang mau mengerti akan ayat-ayat Allah yang tealah dipatuhi alam itu. Di dalam praktek, sunnatullah yang diketemukan para Saintis itu selalu melalui beberapa percobaan atau ekperimen.

2.  Pendekatan hadits

a)      Hilir ke hulu

Pendekatan hulu berangkat dari penemuan IPTEK menuju Sunnah yang bertujuan untuk menemukan hadits yang mungkin menjadi sumber temuan tersebut. Contoh : teori tentang Geosentris dan Helio sentries, setelah dicocokkan dengan al-Hadits ternyata terbukti bahwa pusat tatasurya adalah matahari bukan bumi.

b)    Hulu ke hilir

Hadits ke iptek contohnya tentang melihat bulan pada saat akan mulai puasa ramadlan, sebagaimana hadits nabi : “ mulailah berpuasa setelah merukyat hilal dan beridul fitrilah setelah merukyatnya ; jika langit tertutup awan lakukanlah pengkadaran”[H.R Bukhori Muslim]

Diilhami oleh hadits tersebut, dan dimotivasi oleh perbedaan dan kontroversi penentual awal dan akhir romadlon, maka ICMI Orsat Kawasan Puspitek dan sekitarnya bekerjasama dengan Orsat Pasar Jumat dan sekitarnya menemukan teleskop rukyat. System ini menggunakan teknologi mutakhir dari teleskop, filter substraksi, pengolahan citra, perekaman video, computer, dan telekomunikasi.

Dengan menggunakan penemuan ini, maka pelaksanaan rukyatul hilal dapat dipermudah dan citranya dapat direkam, konferensi jarak jauh serta dipancar luaskan dalam siaran langsung televisi melalui satelit komunikasi.[5]

C.     Contoh- contoh bukti sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan

1. Bintang – bintang di langit

Nabi bersabda:

النُّجُوْمُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَأِذَا ذَهَبَتِ النُّجُوْمُ أَتَى السَّمَاءَ مَا تُوْعَدُوْنَ وَ أَنَا أَمَنَةٌ لِأَصْحَابِى فَأِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِى مَا يُوْعَدُوْنَ وَأَصْحَابِى أَمَنَةٌ لِأُمَّتِى فَأِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِى أَتَى أُمَّتِى مَا يُوْعَدُوْنَ

Artinya :

“ Bintang-bintang adalah pengaman bagi langit, jika bintang mati, maka datanglah pada langit sesuatu yang mengancamnya. Dan aku adalah pengaman bagi sahabatku, jika aku mati, maka datanglah kepada para sahabat sesuatu  yang mengancam mereka. Sahabatku adalah pengaman umatku, jika mereka mati, maka datanglah kepada umatku sesuatu yang mengancam mereka.”[6]

        Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dalam hadits ini hanya mambahas satu larik saja , yaitu sabda Nabi : “bintang-bintang adalah pengaman langit. Jika bintang mati, maka datanglah pada langit sesuatu yang mengancamnya”.

        Maksud dari kematian bintang adalah meredup dan memudarnya sinar bintang. Sedang maksud dari “sesuatu yang mengancam langit” adalah tersingkap, terpecah, terbuka, dan perubahan langit menjadi sesuatu yang tidak terurus, ditelantarkan, dan dipenuhi asap dan kabut.

        Bintang merupakan benda langit yang tersebar di langit dunia. Bintang berbentuk bulat atau semi bulat, berbentuk bulat, berbentuk gas, menyala-nyala, bersinar dengan sendirinya, dan terikat dengan benda langit lainnya melalui daya gravitasi meskipun berbentuk gas. Bintang menebarkan sinar yang dilihat dan sinar yang tidak dilihat akibat pengaruh gelombang cahaya.

        Hadits ini merupakan bukti yang menegaskan kebenaran kenabian, kerasulan, dan perkataan Nabi pada masa ketika orang-orang kafir dan musyrik yang menjadi mayoritas masyarakat kala itu yang berusaha mengingkari kenabiannya. Karena itu, pemanfaatan gebrakan ilmiah hadits-hadits Rasullullah dalam dakwah Islam pada era ilmu dan teknologi sekarang ini, dimana jarak antar Negara dan kawasan sudah begitu pendek, dan berbagai ranah peradaban dengan semua aspeknya.[7]

2. Pembelahan Bulan

Nabi bersabda :

اِنْشِقَاقُ الْقَمَرِ كَرَمَةً لِرَسُوْلِ اللهِ                                                                  

Artinya :

“ Terbelahnya bulan merupakan karamah Rasulullah”[8]

        Hadits ini diriwayatkan oleh oleh Imam Al Bukhori dalam Shahihnya kitab Al-Maghazy. Maksud dari hadits ini adalah terbelahnya bulan ini adalah peristiwa ini merupakan representasi dari salah satu kemukjizatan indrawi yang muncul sebagai penguat bagi Rasulullah dalam menghadapi kaum kafir dan musyrik Mekah dan pengingkaran mereka atas kenabian Nabi SAW.

        Mukjizat adalah peristiwa adikodrati yang keluar dari ketentuan Sunnatullah. Oleh karena itu, aturan-aturan duniawi tidak mungkin bisa memahami terjadinya mukjizat. Seandainya mukjizat pembelahan bulan menjadi dua ini tidak disebutkan dalam Al-Qur’an dan sejarah Rasulullah, tentu kaum muslimin sekarang tidak akan mengimaninya. Jadi, fungsi hadits di atas aadlah untuk nmenguatkan bahwa Rosulullah benar-benar mempunyain mukjizat yaitu salah satunya membelah bulan jadi dua.[9]

3.Siklus Hujan

Nabi bersabda :

مَا مِنْ عَامٍ بِأَقَلَّ مَطَرًا مِنْ عَامٍ                                                                           

Artinya :

“Tidak ada tahun yang lebih sedikit curah hujannya daripada tahun yang lain”

     Al – Baihaqi meriwayatkan hadis ini dalam As-Sunan Al-kubra dari Ibnu Mas’ud Ra, dari Rasulullah dengan teks hadis “tidak ada tahun yang lebih sedikit curah hujannya daripada tahun yang lain”

     Kendati nash hadis berhenti (mauquf) pada Ibnu Mas’ud, sehingga mendorong beberapa pengkaji hadis untuk melemahkan statusnya (dhaif) karena tidak dapat memahami petunjuk ilmiahny, namunj hadis ini tetap mempresentasikan sebuah gebrakan ilmiah yang mendahului khazanah sains modern sejak tahun 1400 tahun silam. Di samping itu, hadis ini merupakan salah satu representasi kemukjizatan sains dalam hadits-hadits Nabi SAW. Sehingga meski berstatus dho’if, hadis itu pun tetap kuat dan diperhitungkan.[10]
                             
[1] M. Abdurrahman dkk, Metode Kritik Hadits, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011)hlm.192-195

[2] M. Abdurrahman dkk, Metode Kritik Hadits, hal 199-210

[3] Prof. Dr. M. Alawi Al- Malik, Ilmu Ushul Hadis, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009 ), hal.3-12

[4] Dr.Yusuf Al- Qardhawy, As-Sunnah Sebagai Sumber IPTEK dan Peradaban, ( Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1998 ), hal.101-102

[5] Ahmad As-Shouwy dkk., Mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang IPTEK, (Jakarta : Gema Insani Press. 1995), hal. 118-119

[6] Zaghlul An-Najjar, Pembuktian Sains Dalam Sunnah Buku 1 (Jakarta : Amzah, 2006)hal. 2

[7] Zaghlul An-Najjar, Pembuktian Sains Dalam Sunnah Buku 1, hal 4-6

[8] Zaghlul An-Najjar, Pembuktian Sains Dalam Sunnah Buku 1, hal 198

[9] Zaghlul An-Najjar, Pembuktian Sains Dalam Sunnah Buku 1, hal 201-102

[10] Zaghlul An-Najjar, Pembuktian Sains Dalam Sunnah Buku 1, hal 238-239

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

I.              PENDAHULUAN

Al-Qur’an tidak lain adalah sebuah kitab suci, merupakan salah satu dari kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT melalui wahyu kepada Nabi Muhammad SAW yang berisikan garis besar pemahaman akan hakekat kemanusian dan alam sekitar kepada manusia, apabila manusia sanggup menggunakan akalnya (rasio) dan tidak hanya menggunakan hati nurani yang digunakan untuk menyatakan keyakinan terhadap tanda-tanda kebesaran Allah. Penggunan akal atau rasio ini pada dasarnya adalah untuk memperteguh hati nurani (fitrah/dhamir) dalam dada manusia dalam meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Al-Qur’an bahwa tidaklah diciptakan segala sesuatu itu sia-sia. Manusia, sosok makhluk kreasi sang Pencipta semesta alam, dikaruniai kemampuan berpikir dan mengembangkan akalnya dalam memahami hakekat dirinya sendiri dan alam sekitarnya.

Al-Qur’an telah menambahkan dimensi baru terhadap studi mengenai fenomena jagad raya dan membantu pikiran manusia melakukan terobosan terhadap batas penghalang dari alam materi. Al-Qur’an menunjukkan bahwa materi bukankah sesuatu yang kotor dan tanpa nilai, karena padanya terdapat tanda-tanda yang membimbing manusia kepada Allah serta kegaiban dan keagungan-Nya. Alam semesta yang amat luas adalah ciptaan Allah, dan Al-Qur’an mengajak manusia untuk menyelidikinya, mengungkap keajaiban dan kegaibannya, serta berusaha memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah ruah untuk kesejahteraan hidupnya. Jadi Al-Qur’an membawa manusia kepada Allah melalui ciptaan-Nya dan realitas konkret yang terdapat di bumi dan di langit. Inilah yang sesungguhnya dilakukan oleh ilmu pengetahuan, yaitu: mengadakan observasi, lalu menarik hukum-hukum alam berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat mencapai yang maha pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat terhadap hukum-hukum yang mengatur gejala alam, dan Al-Qur’an menunjukkan kepada Realitas Intelektual Yang Maha Besar, yaitu Allah SWT lewat ciptaan-Nya.[1]

II.           RUMUSAN MASALAH


A.      Bagaimana Kedudukan Akal dalam Al-Qur’an ?

B.       Bagaimana Keutamaan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an?

C.       Bagaimana Proses Belajar Mengajar dalam Al-Qur’an?

D.      Apa Saja Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’an ?

III.        PEMBAHASAN

A.      Kedudukan Akal dalam Al-Qur’an

1.    Materi ‘Aql dalam Al-Qur’an

Kata akal menurut bahasa berarti mengikat dan menahan, seperti mengikat unta dengan pengikat (al-’iqal), dan menahan lidah dari berbicara. Ibnu Mandzur juga berpendapat seperti ini, hanya ia menambahkan, selain berarti menahan (al-hijr) seperti menahan hawa nafsu, kata al-’aql berarti kebijakan (al-nuha), lawan dari lemah pikiran (al-humq). Selanjutnya disebut bahwa al-’aql juga mengandung arti kalbu (al-qalb) dan kata ‘aqala mengandung arti memahami. Arti asli dari ’aqala kelihatannya mengikat dan mengekang. Orang dapat menahan darah panasnya di zaman jahiliyah disebut al-aqil, karena ia dapat menahan amarahnya serta dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijakan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

Selain itu menurut Ibrahim Madkour, akal juga dapat dipahami sebagai potensi rohani untuk membedakan antara yang haq dan yang bhatil. Secara lebih jelas lagi, Abas Mahmud al-’Aqqad menjelaskan bahwa al-’aql adalah pemahaman hawa nafsu. Dengan akal manusia dapat mengetahui amanah dan kewajiban, akal adalah pemahaman dan pemikiran, akal juga merupakan petunjuk yang membedakan hidayah dan kesesatan, akal juga merupakan kesadaran batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata. Akal dalam pengertian ini, bukanlah otak sebagai salah organ tubuh, tetepi daya pikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal dapat memperoleh ilmu pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal sebagai daya pikir adalah aktivitas otak dengan data empirik sesuai dengan eksperience dan kecerdasan untuk mendapatkan tujuan, atau mendapatkan hujjah atau menghilangkan kendala. Data empirik adalah sesuatu yang bisa dilihat atau disaksikan dan dibuktikan, dan eksperience adalah pengetahuan yang diperoleh manusia sesuai dengan fakta empirik dan melalui metodologi ilmiah. Adapun kecerdasan adalah gambaran tentang kemampuan dasar otak yang ada pada manusia yang berbeda tingkatannya.

Redaksi ‘aql dalam al-Qur’an terulang sebanyak 49 kali. Kecuali satu, semuanya datang dalam bentuk fi’il mudhari’, terutama yang berambung dengan wawu jama’ seperti dalam bentuk ta’qilun atau ya’qilun. Kata kerja ta’qilun terulang sebanyak 24 kali dan ya’qilun sebanyak 22 kali, sedangkan kata kerja ‘aqala, na’qilu dan ya’qilu masing-masing satu kali.[2]

2.    Redaksi Afalaa Ta’qilun dalam Al-Qur’an

Yang paling mencolok dalam redaksi tersebut adalah penggunaan bentuk istifham inkari “pertanyaan negatif” yang bertujuan memberikan dorongan yang membangkitkan semangat. Bentuk redaksional Afalaa Ta’qilun terulang sebanyak 13 kali dalam Al-Qur’an.

Diantaranya adalah firman Allah SWT kepada Bani Israel sekaligus kecaman atas mereka,

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (al-Baqarah: 44)

Perbuatan manusia yang bertentangan dengan pengetahuan-nya dan bertentangan dengan perintah yang ia berikan kepada orang lain, tidak akan timbul kecuali dari orang yang tidak lurus pemikirannya serta tidak matang akalnya. Manusia seperti ini bahkan, boleh jadi memiliki gangguan psikis.

Ayat lain yang di dalamnya terdapat bentuk istifham inkari yang sama adalah firman Allah swt. ketika mendebat Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen) tentang masalah Ibrahim, termasuk usaha ahli Kitab untuk memasukkan Ibrahim bagian dari mereka sebagai Yahudi atau Kristen. Allah berfirman dalam QS. Ali 'Imran ayat 65

Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan me-lainkan sesudah ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?”.(QS. Ali 'Imran ayat 65)

Bagaimana mungkin orang dari generasi lebih awal di-masukkan dalam barisan orang yang datang kemudian? Tentulah hanya orang-orang yang tidak mempunyai otak yang berpendapat seperti itu. Kita temukan juga ayat lainnya, seperti dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-An’aam ayat 32 

 “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidaklah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’aam ayat 32)

Kalaulah ditimbang antara perkampungan dunia dan akhirat, tentu yang lebih berat adalah akhirat. Kesenangan dunia itu hanyalah sebentar dan akan hilang. Rasulullah SAW bersabda: “Perbandingan dunia dengan akhirat adalah seperti orang yang mencelupkan salah satu jemarinya ke dalam lautan, lihatlah berapa banyak air yang dapat ia ambil.” (HR. Muslim). Bagaimana mungkin nilai dunia kan mengalahkan keutamaan akhirat? Hanya orang-orang yang tidak berpikir yang mengatakan seperti itu.

Firman Allah SWT kepada Rasulullah beikut ini juga merupakan contoh ayat yang didalamnya mengandung istifham inkari “pertanyaan negatif”,

Katakanlah: "Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu". Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka Apakah kamu tidak memikirkannya?”(QS. Yuus ayat 16)

Allah telah memberi perintah kepada Rasululah SAW untuk menjelaskan kepada mereka bahwa diutusnya beliau,dengan membawa Al-Qr’an ini, semata-mata atas kehendak Allah bukan karena kehendaknya sendiri. Telah puluhan tahun Nabi SAW hidup bersama mereka, sebelum itu beliau tidak pernah mendakwakan diri, berbicara atas nama Allah, atau mengaku-aku menerima wahyu. Maka bagaimana mungkin dapat diterima akal, orang yang sangat dipercaya selama empat puluh tahun kemudian tiba-tiba berdusta?, perjalanan beliau yang lurus tiba-tiba “menyimpang” dan melakukan tindakan yang kontroversial, tanpa sebab dan justifikasi. Padahal, sampai saat itu, beliau tetap bersama mereka sehinga mereka selalu mengetahui kondisinya, baik pada saat berada di rumah maupun ketika bepergian, sendirian atau bersama orang lain.  

B.       Keutamaan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an

Ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan kepada Rasulullah SAW menunjuk pada keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu dengan memerintahkannya membaca sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut qalam sebagai alat tranformasi ilmu pengetahuan. Allah SWT berfirman:

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al-‘Alaq ayat 1-5)

Surat yang pertama kali Allah turunkan dalam Al-Qur’an adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Di dalamnya Allah SWT menyebutkan nikmat-Nya dengan mengajarkan manusia apa yang tidak ia ketahui. Hal itu menunjukkan kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan.[3]

Al Qur’an merupakan salah satu mujizat yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk digunakan sebagai petunjuk bagi umat manusia hingga akhir zaman. Sebagai petunjuk dari Allah tentulah isi dari Al Quran tidak akan menyimpang dari Sunatullah (hukum alam) sebab alam merupakan hasil perbuatan Allah sedangkan Al Qur’an adalah merupakan hasil perkataan Allah. Karena Allah bersifat Maha segala-galanya maka tidaklah mungkin perkataan Allah tidak sejalan dengan perbuatan-Nya. Apabila pada suatu malam yang cerah kita memandang ke langit maka akan tampaklah oleh kita bintang-bintang yang sangat banyak jumlahnya.

Pada zaman dahulu orang memandang bintang-bintang itu hanyalah sebagai sesuatu yang sangat kecil dan bercahaya yang bertaburan di angkasa. Namun setelah ditemukannya teleskop dan ilmu pengetahuan juga semakin berkembang, orang akhirnya mengetahui bahwa bintang-bintang merupakan bagian dari suatu gugusan yang dinamakan galaksi yang dialam ini jumlahnya lebih dari 100 milyar. Sedangkan masing-masing bintang ini terdiri dari planet-planet yang masingmasing peredarannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling bertabrakan satu sama lain. Hal ini juga difirmankan oleh Allah SWT :

 ”Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar dalam garis edarnya” (QS. Al Anbiyaa ayat 33).

Sehingga akhirnya orang berdasar ilmu pengetahuan yang dimilikinya mengakui bahwa alam semesta ini maha luas. Sebenarnya Allah telah menegaskan hal ini di dalam Al Quran yang diturunkan jauh sebelum ditemukannya teleskop yaitu:

 ”Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya” (QS. Adz Dzaariyaat ayat 47)

Oleh karena itu Allah menyuruh umatnya untuk selalu memperhatikan dan meyakini Al Quran secara ilmiah. Sebagai contoh, di dalam ilmu fisika kita mengenal adanya hukum kesetaraan masa dan energi, sedangkan massa adalah merupakan besaran pokok dalam arti besaran yang ada dengan sendirinya, sedangkan massa tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, lalu siapakah penciptanya? Maka kalau kita kembalikan kepada Ajaran Tauhid tentu kita akan menjawab bahwa Allah-lah penciptanya. Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dalam surat Qaaf ayat 38 Allah telah berfirman :

Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak sedikitpun ditimpa keletihan”(QS. Qaaf ayat 38)

Karena ilmu pengetahuan itu bersumber pada Allah SWT dan pada ayat diatas telah disebutkan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi berikut segala isinya dalam enam masa, maka berdasarkan penelitian/teori dalam sejarah asal mula alam semesta dan kehidupan dapat dikategorikan keenam masa itu sebagai berikut:

Masa pertama: Pada awalnya keadaan langit dan bumi dalam suatu kesatuan yang padu, hal ini disebutkan oleh Allah dalam salah satu firman-Nya yaitu :

Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al Anbiyaa ayat 30)

Kemudian menurut ”The Big Bang Theory” atau teori ekspansi ledakan maka terjadi ledakan yang maha hebat yang akhirnya memisahkan kesatuan yang padu tersebut. Karena kondisi sekeliling ledakan semula dalam keadaan dingin maka hal ini mengakibatkan tejadinya kondensasi (penggumpalan). Penggumpalan ini sebagai akibat dari penurunan energi (panas/kalor) yang sangat drastis. Sebab menurut hukum Steffan Boltzman tentang radiasi/pancaran panas disebutkan bahwa ”Jumlah energi radiasi tiap satuan waktu tiap satuan luas sebanding dengan pangkat empat suhu mutlaknya”. Oleh karena itu apabila terjadi penurunan suhu sedikit saja maka penurunan energinya dalam hal ini adalah energi radiasi kalor pasti menjadi sangat besar.

Masa kedua: Pada masa ini gravitasi mulai berperan dan mulai muncul galaksi-galaksi yang terdir atas bintang-bintang. Juga mulai muncul planetplanet termasuk planet bumi yang terdapat dalam tatasurya matahari yang merupakan bagian dari galaksi Bima Sakti.

Masa ketiga: Masa ini dikenal juga dengan masa Prekambrium (Precambrian Era). Pada masa ini kondisi bumi masih cukup panas sehingga belum ada makhluk yang hidup di bumi. Masa keempat: Masa ini sering dikenal dengan zaman Paleozoikum (Paleozoic Era). Pada masa ini di bumi mulai terdapat kehidupan sederhana yang ditandai dengan munculnya tumbuhan-tumbuhan tingkat rendah atau tumbuhan perintis hingga munculnya hewan-hewan sejenis serangga dan hewan-hewan amphibia.

Masa Kelima: Masa ini dikenal pula dengan zaman Mesozoikum (Mesozoic Era). Pada masa ini hewan-hewan sejenis reptil mulai muncul seperti burung dan sejenisnya dan muncul pula hewan-hewan raksasa seperti Dinosaurus dan sebagainya.

Masa Keenam: Masa ini juga disebut zaman Cenozoikum (Cenozoic Era). Pada masa inilah mulai muncul hewan-hewan mamalia dan pada akhir dari masa ini mulailah muncul sejarah manusia.

Dengan demikian jelas bahwa berdasar penelitian yang dilakukan oleh para ahli, kejadian alam semesta ini dapat dikategorikan dalam enam masa, dimana dua masa yang pertama adalah masa penciptaan bumi sedangkan 4 masa berikutnya merupakan tahapan kejadian makhluk-makhluk bumi hingga terciptanya manusia sebagai khalifah di muka bumi. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Al Quran yaitu:

”Katakanlah: Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh diatasnya. Dan memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Fushshilat ayat 9-10)

Kemudian keutamaan orang yang berilmu telah disebutkan dalam Al Qur’anul Karim sejumlah ayat yang menunjukkan akan keutaman ilmu dan para pemiliknya, berikut penjelasan tentang kemuliaan mereka dan tingginya kedudukan mereka. Di antaranya adalah ayat:

“Allah mempersaksikan bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Dia. Demikian pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu mempersaksikannya. Tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali Imran ayat 18)

Dalam ayat ini terdapat keterangan akan keutamaan orang-orang yang berilmu karena Allah menyebutkan persaksian mereka bersamaan dengan persaksian-Nya dan juga persaksian para malaikat-Nya, bahwasanya Dialah sesembahan yang benar, yang tidak diperkenankan ibadah kecuali kepada-Nya. Persaksian ini mencakup seagung-agung dzat yang bersaksi, yakni Allah sendiri, dan juga mencakup seagung-agung perihal yang dipersaksikan dengannya, yakni perihal hak peribadatan, yang mana hanya Dia-lah yang khusus berhak diserahkan ibadah. Adapun pengikutan persaksian para malaikat dan orang-orang yang berilmu setelah persaksian dari Allah tentuya menunjukkan atas keutaman malaikat dan orang-orang yang berilmu ini.[4]

C.      Proses Belajar Mengajar Dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an memerintahkan kepada umat manusia untuk belajar, sejak pertamakali  diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5. Membaca adalah sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan, baik secara etimologis berupa membaca huruf-huruf yang tertulis dalam buku-buku, maupun terminologis, yakni membaca dalam arti yang lebih luas. Maksudnya membaca alam semesta (ayatul kaun).

Dalam surat al-Qalam, Allah SWT bersumpah dengan kata yang amat penting, yaitu kalam. Dengannya, ilmu dapat ditransfer dari individu ke individu, dari generasi ke generasi, atau dari umat ke umat yang lain.

“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis”.
Metode belajar langsung (Lisan). Salah satu cara belajar adalah menghadap kepada guru dengan jalan mendengarkan dan menirukan serta hadir di majlisnya. Berkaitan dengan itu, Al-Qur’an mengajak kepada sekelompok manusia untuk mencari ilmu pengetahuan dan tafaqquh fid-din.

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

Para salafus saleh mensyaratkan dalam mencari ilmu hendaklah mendatangi para ulama’ dan hadir dalam majelis-majelis ilmu. Tidak cukup hanya dengan membaca buku-buku tanpa menghadap secara langsung. Karena apabila ada kesalahpahaman, merekalah yang akan menerangkan dan meluruskannya. Oleh karena itu, ada sebuah nasihat yang terkenal dari para ulama’ kepada murid-muridnya, “Janganlah kalian mengambil ilmu pengetahuan dari tulisan saya dan jangan membaca Al-qur’an dari mushaf saya.[5]

Dalam Al-Qur’an, salah satu etika dalam mencari ilmu seperti yang telah diterangkan dalam al-qur’an adalah tidak boleh puas setelah sampai pada batas tertentu jenjang ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan ibarat lautan yang tidak bertepi dan tidak pula berbatas, sejauh manapun manusia meraih ilmu pengetahuan, ia harus terus menambahnya dan ia tidak akan munkin sampai pada batas kepuasan. Dalam hal ini Allah telah mengajar Rasulullah SAW dengan firman-Nya,

Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
1.    Rihlah (Bepergian) Menuntut Ilmu

Salah satu etika mencari ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an adalah bahwa ilmu harus dicari dari sumbernya yang asli. Ia harus didatangi walaupun jauh tempatnya dan susah ditempuh. Dalam Al-Qur’an telah dikisahkan tentang seseorang yang bersusah payah menempuh jarak yang sangat jauh hanya untuk menemui orang lain yang memiliki ilmu yang tidak dimilikinya, dia adalah Nabi Musa as. Nabi Musa telah menempuh perjalanan yang sangat jauh tanpa kendaraan, di tengah luasnya gurun pasir. Adapun sebab kepergian Musa ini seperti yang diriwayatkan Syaikhani (Bukhari-Muslim) dari hadits ibnu Abbas dari Abu Ka’bah bahwasannya dia mendengar Rasulullah SAW Bersabda, “Sesungguhnya Musa pada suatu hari berkhotbah dihadapan Bani Israel, tiba-tiba dilontarkan sebuah pertanyaan, siapakah manusia yang terpandai? Musa menjawab, “saya!” Allah SWT menegur Musa karena perkataannya itu, sebab ia tidak menisbatkan ilmu kepada Allah SWT. Dan Allah berfirman kepadanya,’Sesungguhnya ada hamba-Ku di tempat pertemuan dua samudra yang lebih pandai darimu…’” Bahkan dalam suatu ungkapan yang disebutkan “Carilah ilmu walau sampai kenegeri Cina”. Alasan mengapa disebutkan negeri cina karena pada saat itu negeri ini dikenal oleh orang-orang arab sebagai negeri terjauh yang mempunyai peradaban tinggi.[6]

2.    Kepada Siapa Kita Belajar

Salah satu imbauan Al-Qur’an dalam dunia ilmu pengetahuan adalah manusia diwajibkan belajar kepada siapa saja yang mempunyai ilmu, dan bermafaat bagi hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Sekalipun ia lebih muda umurnya dan lebih rendah derajatnya, bahkan kita bisa belajar dari binatang sekalipun. Misalnya kisah dalam Al-Qur’an tentang seseorang yang belajar kepada burung gagak, yaitu cerita tentang anak-anak Adam dalam surat al-Maa’idah,

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam." (QS. Al-Maa’idah ayat 27-28)

3.    Sarana Mencari Ilmu

Ada tiga syarat pokok dalam mencari ilmu, sebagaimana banyak disebutkan dalam ayat Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:

a.    As-sam’u “pendengaran”, merupakan asas ilmu dan digunakan baik pada masa penurunan wahyu, penyampaiannya kepada sahabat, maupun kepada kita sekarang.

b.    Al-bashar “penglihatan”, adalah asas ilmu yang sangat dibutuhkan untuk mengamati sesuatu dan mencobanya.

c.    Al-fuad “hati”, yang ketiga ini adalah asas ’aqli yang harus dimiliki pencari ilmu.[7]

Allah berfirman dalam surat an-Nahl,

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.

 Salah satu nasihat Al-Qur’an menerangkan tentang pertanggung jawaban manusia atas karunia yang diberikan kepadanya, berupa organ-organ tubuh yang masing-masing akan menyampaikan segala apa yang pernah diperbuatnya di dunia.

Al-Qur’an juga mengecam orang-orang yang menyia-nyiakan sarana ilmu ini sebagai orang yang kufur atas ayat-ayat Allah. Al-Qur’an juga menyamakan orang-orang yang tidak menggunakan karunia Allah sebagaimana mestinya bagaikan hewan atau bahkan lebih hina darinya. Semua itu disebabkan karena dua hal, yaitu:

Pertama, karena binatang tidak dikaruniai seperangkat indera, akal, dan hak milik. Juga tidak dibekali kitab suci sebagai tuntunan dan tidak pula diturunkan kepadanya Rasul untuk menerjemahkan kekhalifahannya di muka bumi.

Kedua, karena binatang diciptakan hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia, antara lain untuk kendaraan, angkutan atau dikembangbiakkan.

4.    Mengajar Setelah Belajar

Sebaiknya setelah seseorang mencari ilmu, ia mengajarkannya kepada yang lain. Karena zakat ilmu yang diajarkan oleh Allah adalah mengajarkannya sehingga dengan demikian akan terbentuk komunitas yang rabbani. Ada ungkapan dari ulama’ salaf ”Sesungguhnya yang bisa disebut sebagai rabbani adalah seorang yang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya. Sebagaimana firman Allah,

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.

a.    Allah sebaik-baik pengajar. Dialah yang mengajarkan dan memberi petunjuk kepada hamba-Nya.

b.    Semua Rasul adalah pengajar. Para rasul yang diutus Allah dengan risalah ilahiah, semuanya adalah para mualim yang ditugasi untuk menyampaikan petunjuk pada umatnya agar menempuh jalan yang lurus, serta menyelamatkan mereka dari kegelapan menuju alam yang terang.

c.    Muhammad SAW Imam para pengajar. Dari seluruh nabi dan rasul yang diturunkan sebagai mualim, Muhammad SAW adalah imam mereka, yang telah dididik dan diajar oleh yang Maha mengetahui.

d.   Ulama’ adalah ahli waris para Nabi Ulama’ mewarisi fungsi para nabi yang sangat penting yaitu untuk mengajari umat manusia, memberi petunjuk orang yang tersesat, menerangkan kebenaran, dan mengingatkan orang-orang yang lalai. Mereka tidak menyembunyikan sesuatu pun dari petunjuk ilahiah.

e.    Jangan malu untuk berkata ”saya tidak tahu”. Salah satu tata cara yang diajarkan Al-Qur’an adalah tidak boleh malu untuk berkata “tidak tahu”, jika memang tidak tahu. Karena tidak ada istilah tua dalam belajar dan tidak ada satu makhlukpun yang sempurna mengetahui segala sesuatu, yang maha mengetahui hanya Allah semata.[8]

D.      Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an


1.    Tuntutan Kaum Musyrik Akan Mukjizat dan Jawaban Al-Qur’an.

Seringkali orang-orang musyrik menuntut untuk diturunkannya tanda-tanda kebesaran Allah yang luar biasa (mukjizat) sebagaimana mukjizat yang diberikan kepada rasul-rasul terdahulu,  misalnya unta Nabi Saleh, tongkat Nabi Musa, Mu’jizat Nabi Isa dalam menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang-orang yang terjangkit penyakit kusta. Namun Allah tidak memperdulikan tuntutan mereka. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dalam beberapa surat denagan beberapa jawaban. Diantaranya dalam surat al-Isra’ Allah berfirman:

“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasan kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka Menganiaya unta betina itu. dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti”. (QS.al-Isra’ ayat 59)

Dalam surat yang lain, Al-Qur’an menjawab mereka dengan jawaban lain. Sebenarnya dihadapan mereka ada mukjizat yang sangat jelas dan bisa mencukupi dibanding mukjizat-mukjizat lain, Mukjizat itu adalah Al-Qur’an. Jika mereka benar-benar berakal, kitab suci ini cukup bagi mereka sebagai mukjizat terbesar.. Akan tetapi sikap mereka yang membangkang, takabur, selalu menyusahkan, dan selalu dalam kebatilan menjadikan mereka berlebih-lebihan dalam menuntut mukjizat. Bahkan, seandainya permintaan mereka dipenuhi, mereka tetap tidak akan beriman.

2.    Al-Qur’an Sebagai Mukjizat Terbesar

Al-Qur’an adalah mukjizat Allah yang membuat manusia tidak kuasa untuk mendatangkan yang semisal dengannya atau bahkan sebagiannya saja. Sifat kemukjizatan Al-Qur’an ini merupakan objek kajian yang luas, yang telah dan selalu dikaji oleh orang-orang sejak zaman dulu hingga sekarang. Bentuk-bentuknya sangat beragam, diantaranya, I’jaz bayani wa adabi (I’jaz secara bahasa dan sastra). I’jaz model ini telah banyak ditulis oleh ulama’ terdahulu, diantaranya oleh Imam Abu Bakar al-Baqilani. Ada juga bentuk I’jaz lain yang diisyaratkan oleh ulama’ terdahulu dan diperluas oleh ulama’ masa kini. Yaitu, kandungan Al-Qur’an berupa syariat-syariat, arahan-arahan, dan ajaran-ajaran yang menyatukan antara idealism dan realita, rohani dan materi, dunia dan akhirat, serta kebebasan individu dan kepentingan masyarakat.. Hal ini telah ditulis oleh Sayid Rasyid Ridha dalam bukunya yang terkenal, al Wahyu al Muhammadi.[9]

3.    Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’an

Seseorang yang mempelajari secara khusus ilmu-ilmu Al-Qur’an tidak akan ragu untuk menyatakan bahwa di dalam al-qur’an terkandung isyarat-isyarat ilmiah, bahkan juga fakta-fakta ilmiah. Diantara fakta-fakta ilmiah yang  direkam Al-Qur’an yang mendahului ilmu pengetahuan modern adalah air. Air merupakan asal kehidupan dan semua makhluk hidup diciptakan darinya.Allah berfirman:

“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Fakta ilmiah lainnya adalah fenomena berpasang-pasangan. Hal ini tidak hanya terbatas pada gender laki-laki dan perempuan, pada manusia dan hewan, serta sebagian tumbuhan. Seperti pohon kurma sebagaimana telah dikenal manusia pada masa Al-Qur’an di turunkan, bahkan merupakan fenomena alam dan undang-undang universal yang mencakup manusia, hewan, tumbuhan, dan benda mati. Inilah yang di diisyaratkan Al-Qur’an dalam ayat,

“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (QS. Yasin ayat 36)

Kemudian telah disebutkan dalam al-qur’an tentang fase-fase pertumbuhan janin, yang merupakan deskripsi detail yang hanya dikenal oleh sains dan kedokteran modern. Fakta ilmiah lainnya adalah firma Allah yang menjelaskan bahwa hewan dan burung-burung memiliki karakter berkelompok. Isyarat ilmiah lainnya adalah ayat yang menerangkan besarnya galaksi yang terlihat kecil oleh manusia seperti titik cahaya. Padahal bisa jadi ia lebih besar miliaran kali dari besar bumi. Al-Qur’an juga mengisyaratkan hal yang menguatkan teori yang mengasumsikan adanya makhluk hidup di alam raya selain bumi. Dan masih banyak contoh lainnya.

4.    Beberapa Ketentuan dan Peringatan

Yang mesti diingatkan dalam hal ini adalah sikap mengada-ada yang dilakukan sebagian penulis yang tergesa-gesa dalam mengeluarkan makna dari suatu ayat yang dianggap ”mukjizat ilmiah”. Padahal, makna ini merusak kandungan ayat yang sebenarnya dan terkesan dipaksakan, sesuatu yang sebenarnya tidak layak bagi Kitabullah. Contohnya , seperti penafsiran terhadap ayat,

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa’ ayat 1).

Jiwa yang satu ditafsirkan dengan elektron pada atom, sedang pasangan yang diciptakan baginya ditafsirkan dengan proton. Ini merupakan pemaksaan dan kezaliman makna yang tidak ditunjukan oleh zahir atau konteks nash. Bahkan, konteks ayat tersebut sebenarnya menolak penafsiran semacam itu dengan dalil firman Allah diakhir ayat, “….dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak….” Kita juga tidak boleh memasukkan dan memaksakan asumsi dan hipotesis ilmiah yang masih berupa bahan perdebatan dan masih diuji diantara para pakar. Karenanya tidak pantas orang yang mengadopsi asumsi-asumsi ini berusaha memaksakan Al-Qur’an untuk menguatkan teorinya. Sebab, bias jadi asumsi dan teori mentah itu nanti terbukti tidak benar, lalu akhirnya mengkambinghitamka Al-qur’an.[10]

5.      Yang Dituntut dari Pakar Sains Muslim

Kaum mukmin dituntut untuk merenungi ayat-ayat dalam al-qur’an. Para ilmuan yang beriman juga dituntut untuk mencerahkan orang lain lewat ilmu-ilmu dan kajian-kajian mereka. Sesungguhnya penjelasan bahwa tafsir al-qur’an sesuai dengan fakta-fakta ilmia, dengan rambu-rambu dan syarat-syarat yang telah disebutkan, bermanfaat bagi kaum mukminin dalam upaya peneguhan keimanan mereka, menghilangkan ilusi dan keraguan mereka, serta mempertebal hidayah mereka. Hal lain yang seharusnya dilakukan oleh para ilmuan lebih khusus lagi bagi mereka yang mengajar, adalah mengaajukan ilmu mereka dengan didasari dengan iman dan tanggung jawab moral terhadap lingkunganya.
                                     
[1]Afzalur Rahman, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) hlm. 1

[2] Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1999) hlm.19

[3] Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1999) hlm. 91

[4]Muhammad Rijalul Kahfi, ”Keutamaan Ilmu dalam Al-Qur’an”, dalam  Keutamaan Ilmu dalam Al-Qur’an _ Muhammad Rijalul Kahfi.htm 28/04/ 2011, diakses 17 Maret 2013

[5] Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1999) hlm. 236-237

[6] Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1999) hlm. 247

[7]Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1999) hlm. 260

[8] Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1999) hlm. 264-272

[9] Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1999) hlm. 318-319

[10] Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1999) hlm. 323