I. PENDAHULUAN
Asia Tenggara adalah sebutan untuk wilayah daratan Asia bagian timur yang terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepualauan yang banyak serta terlingkupi dalam Negara Indonesia dan Philipina. Melihat sejarah masa lalu, terlihat bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh pesat, akan tetapi Islam masuk ke lapisan masyarakat yang waktu itu telah memiliki peradaban, budaya, dan agama. Taufiq Abdullah menulis dalam bukunya Renaisans Islam di Asia Tenggara, bahwa kawasan Asia Tenggara terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan atas pengaruh yang diterima wilayah tersebut.
Pertama, adalah wilayah Indianized Southeast Asia, Asia Tenggara yang dipengaruhi India yang dalam hal ini Hindu dan Budha. Kedua, Sinized South East Asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh China, adalah Vietnam. Ketiga, yatu wilayah Asia Tenggara yag dispanyolkan, atau Hispainized South East Asia, yaitu Philipina
Ketiga pembagian tersebut seolah meniadakan pengaruh Islam yang begitu besar di Asia Tenggara, khususnya Philipina. Seperti tertulis bahwa Philipina termasuk negara yang terpengaruhi oleh Spanyol. Hal itu benar adanya, akan tetapi pranata kehidupan di Philipina juga terpengaruhi oleh Islam pada masa penjajahan Amerika dan Spanyol.
Begitu juga kedatangan Islam ke wilayah Asia Tenggara diduga karena proses perdagangan dan bukan melalui proses penaklukan suatu wilayah. Hal ini bisa dilihat dari peranan wilayah Asia Tenggara pada saat itu sebagai salah satu jalur perdagangan yang diminati oleh para pedagang. Jalur perdagangan itu masyhur dikenal sebagai jalur sutra laut yang membentang dari mulai Laut Merah - Teluk Persia – Gujarat – Bengal – Malabar - Semenanjung Malaka hingga ke China.
Dengan keberadaan jalur perdagangan ini, memudahkan dalam penyebaran agama Islam, terutama di wilayah pesisir pantai hingga akhirnya masuk ke wilayah pedalaman. Selain itu penguasaan wilayah pesisir oleh komunitas muslim pada saat itu semakin mempermudah penyebarluasan dakwah dan syiar Islam kepada penduduk pribumi.
Dalam studi penyebaran Islam di wilayah daratan Asia Tenggara yang meliputi Thailand, Myanmar dan Indo-Cina, pola penyebaran melalui perdagangan sangat dominan sekali. Selain itu adanya emigrasi suatu penduduk untuk mendiami wilayah baru di daratan Asia Tenggara ikut pula mempengaruhi proses penyebaran agama Islam seperti contohnya di wilayah Indo-Cina. Maka dalam makalah ini, pemakalah akan memaparkan tentang Islam di Filipina dan Thailand.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana letak geografis Filipina dan Thailand?
B. Bagaimana sejarah perkembangan Islam di Filipina dan Thailand?
C. Bagaimana karakteristik Islam di Filipina dan Thailand?
D. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Islam di Filipina dan Thailand?
III. PEMBAHASAN
A. Letak Geografis
1. Letak geografis Filipina
Filipina merupakan negara kepulauan yang memanjang dari utara ke selatan di tepi barat Samudera Pasifik. Secara astronomis terletak pada 4º LU - 21º LU dan 116º BT - 126º BT. Luas Filipina sekitar 301.000 km². Terdiri dari kepulauan yang berjumlah sekitar 7000 buah. Batas negara Filipina adalah utara: Selat Taiwan, timur : Samudra Pasifik, selatan : Laut Sulu dan Laut Sulawesi, barat : Laut China Selatan.[1]
Negara Filipina adalah sebuah wilayah yang terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil, yang paling besar adalah Pulau Luzon dan Mindanao., yang merupakan dua pertiga seluruh Filipina. Pulau lainnya yaitu Mindoro, Panay, Negros, Cebu, Bohol, Leyte, Samar, dan Masbate serta Pulau Palawan.
Filipina mempunyai beberapa gunung berapi yang terdapat di pulau Batan dan Babuyan di utara Luzon dan beberapa di selatan Luzon. Di Batangas terdapat gunung berapi Taal, di daerah Albay terdapat gunung Mayon, sedangkan di Negros utara terdapat gunung Camlon. Selanjutnya gunung Apo di Davao. Oleh karenanya, tidak mengherankan kalau Filipina cukup subur, untuk daerah pertanian. Kebanyakan daerah Filipina mempunyai curah hujan yang tinggi, hanya daerah Cagayan, bagian tenggara pulau Negros dan Cebu, daerah Zamboanga, dan hulu teluk Sarangani yang mempunyai curah hujan sangat sedikit dan musim kemarau yang relative panjang.[2]
2. Letak Geografis Thailand
Batas Negara :
Utara : Myanmar dan Laos
Timur : Laos dan Kamboja
Selatan : Malaysia dan Teluk Siam
Barat : Myanmar dan Samudera Hindia[3]
Thailand merupakan salah satu Negara Asia Tenggara yang terletak di sebelah utara Malaysia. Merupakan salah satu Negara Asia yang secara resmi tidak pernah dijajah oleh Negara lain. Sistem kerajaan tetap berlangsung sampai saat ini, karena sistem tersebut mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan modern, misalnya pembatasan kekuasaan absolut raja dengan memberlakukan konstitusi di Thailand.
Agama resmi kerajaan adalah agama Buddha aliran Teravada. Sekalipun secara resmi hokum yang berlaku adalah adaptasi dari hokum Eropa yang sekuler, agama Buddha telah memengaruhi seluruh perilaku kehidupan masyarakat Thai, khususnya dalam bidang pendidikan, hokum personal, dan dalam upacara-upacara resmi kerajaan. Vihara dan patung-patung Sidharta Buddha Gautama dan berbagai aksesoris ritual agam Buddha Teravada di temukan dimana-mana.
Umat Islam secara demografis jumlahnya cukup kecil, tetapi menjadi begitu penting karena beberapa propinsi selatan yang berbatasan dengan Malaysia beragama Islam dan memiliki radikalisme tinggi dan bahkan semangat separatisme dari Thailand.[4]
B. Sejarah Perkembangan Islam
1. Sejarah Perkembangan Islam di Filipina
Dipercaya bahwa Islam datang ke kepulauan Sulu pada abad 9 melalui perdagangan, tapi ia tidak menjadi faktor yang penting dalam sejarah Sulu sampai abad 13 ketika orang-orang yang menyebarkan Islam (da’i) mulai pertama kali tinggal di Buansa (Jolo) kemudian di daerah-daerah lain di kepulauan Sulu.
Kedatangan Islam menurut Cesar Majul membawa “hukum baru, standar etik yang luhur, dan pandangan hidup baru”. Karena itu Islam menjadi dasar bagi konsolidasi di antara orang-orang Tausug terutama setelah berdirinya kesultanan Sulu sekitar tahun 1450.[5] Islam menjadi sumber hukum dan institusi mereka yang memberikan orde dan bentuk masyarakat mereka. Lebih penting lagi, Islam memberi pandangan dunia pada masyarakat Tausug, suatu ideologi yang menyatukan, yang berperan sebagai acuan dalam menanggapi kejadian-kejadian yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Maka masuknya norma, bentuk, dan kandungan Islam kedalam budaya pribumi mulai menentukan parameter masyarakat Tausug dan respons-respons mereka terhadap kejadian-kejadian krisis yang bermacam-macam yang dihadapi masyarakat mereka.
Dengan demikian, kedatangan Islam dapat dilihat sebagai titik penting dalam sejarah Tausug sebagai suatu bangsa. Dengan Islam ia mulai bisa membedakan masyarakat mereka dari masyarakat pribumi lainnya yang mendiami pulau-pulau yang sekarang dikenal sebagai Filipina. Ia mengarahkan kesultanan Sulu ke suatu perkembangan yang terpisah dari Visayas dan Luzon. Ini menjadi lebih nampak ketika orang-orang Spanyol datang dan kemudian melakukan kolonisasi di daerah-daerah Luzon.[6]
Dahulu Islam tersebar di Filipina, hampir mencapai seluruh kepulauannya. Disana juga telah berdiri pemerintahan Islam, seperti halnya yang terjadi di Indonesia. Akan tetapi, secara tiba-tiba muncullah arus pemikiran keagamaan yang dibawa oleh penjajah Spanyol yang amat dibenci ini.
Pada tahun 928 H/1521 M, secara mendadak Spanyol menyerbu kepulauan-kepulauan Filipina. Mereka datang dengan membawa seluruh dendam orang-orang salib terhadap kaum muslimin. Maka, situasi di Filipina saat itu hampir sama dengan situasi yang dialami oleh muslim Andalusia. Penjajah Spanyol berada di Filipina ini hingga tahun 1316 H/1889 M.
Selama masa yang hampir mencapai 4 abad ini, telah terjadi upaya penjauhan ajaran Islam dari generasi kaum muslimin secara berturut-turut lewat jalan peperangan yang menghancurkan kaum muslimin dan memaksa mereka untuk memeluk agama Nasrani dengan ancaman kekerasan. Sekalipun demikian, mereka tidak juga mampu mengalahkan pemerintahan-pemerintahan Muslim, sehingga disana masih tersisa beberapa pemerintahan. Spanyol belum berhasil sepenuhnya menguasai Filipina ini, khususnya kepulauan Mindanao dan Sulu.
Amerika Serikat kemudian menguasai kepulauan Filipina pada tahun 1317 H/1899 M. Maka, timbullah perlawanan menentangnya dan berlangsung hingga tahun 1339 H/1920 M. Setelah itu kaum muslimin menyerah, karena mereka telah ditimpa wahm (penyakit cinta dunia dan takut mati). Kemudian tersebarlah berbagai penyakit, kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan diantara mereka.
Pada saat itulah orang-orang salib menawarkan berbagai bantuan, hingga akhirnya Islam surut kembali di negeri itu. Amerika lalu mengumumkan kemerdekaan bagi Filipina pada tahun 1366 H/1946 M. Sekarang ini Islam hanya tinggal ada di 13 wilayah di Selatan Filipina, yang sampai saat ini masih tetap menuntut pemerintahan otonomi dengan segala upayanya.[7]
2. Sejarah Perkembangan Islam di Thailand
Satu hal yang menyebabkan tetap kuatnya kesetiaan rakyat dan rasa keterikatan kultural mereka dengan patani adalah peran historisnya sebagai pusat Islam di Asia Tenggara. Bahkan kerabat-kerabat raja dan kaum bangsawan tetap merupakan simbol kemerdekaan Patani selama banyak dasawarsa setelah negeri itu secara formal dimasukkan kedalam kerajaan Thai dalam 1901, dan lembaga-lembaga keagamaan di Patani dan daerah-daerah sekitarnya berfungsi sebagai penghubung antara golongan golongan elit itu dan rakyat pada umumnya. Seperti disetiap masyarakat muslim lainnya, kaum ulama berfungsi sebagai kekuatan yang mengabsahkan kekuasaan yang berlaku dan dukungan mereka sifatnya menentukan bagi pemeliharaan dan penggunaan kekuasaan politik. Dalam kasus Patani dan daerah-daerah bawahannya, para ulama memainkan peran yang sifatnya menentukan dan terus memberikan inspirasi yang nyata kepada perjuangan untuk memperoleh identitas yang terpisah dan bahkan kepada gerakan-gerakan separatis. Kekuatan inspirasi itu berakar dalam peran Patani dalam sejarah sebagai tempat kelahiran Islam.[8]
Kapan tepatnya negara Patani beralih ke agama Islam, hinggakini belum diketahui dengan pasti. Pada tahun 1613, d’Eredia memperkirakan bahwa Patani masuk Islam sebelum Malaka, yang secara tradisional dikenal sebagai “darussalam pertama” di kawasan itu. Dalam penelitiannya mengenai kedatangan Islam di Indonesia, G.W.J. Drewes menemukan bahwa di Trengganu, yang merupakan salah satu tetangga Patani, agama baru itu sudah dianut secara mapan menjelang 1386, atau 1387. Dari penemuan ini, Wyatt dan Teeuw menarik kesimpulan bahwa tidak ada alasan mengapa (agama itu) belum sampai di Patani menjelang tahun itu terutama jika diingat bahwa Patani terkenal sebagai sebuah pusat Islam yang awal.
Sejalan dengan tradisi simbiosis antara agama dan sistem pemerintahan di Asia Tenggara, dan kelaziman dikalangan pemegang kekuasaan untuk menerima ideologi yang memberi legitimasi sebelum rakyat sendiri memeluknya, maka Islam dianut oleh keluarga para raja, yang para anggotanya lalu menjadi penduduknya berkat hubungan mereka yang akrab dengan kaum ulama.
Dharma (moralitas atau kewajiban yang ditafsirkan oleh kaum Brahmin) dan artha (tindakan politik-ekonomi atas dasar kepentingan diri sendiri di pihak penguasa) merupakan dua konsep Hindu-Buddhis yang diterima secara luas sebagai landasan legitimasi negara di Asia Tenggara pra-Islam. Setelah datangnya Islam, konsep negara/agama menjadi dikotomi melayu Islam yang menyatakan hubungan mistis yang sama. Di Patani, seperti juga di negeri-negeri Islam lainnya di kawasan itu pada saat orang beralih ke agama Islam, agama baru itu dengan segera memperoleh status politik. Semenjak saat itu, daerah Patani mulai bergeser menjauhi pusat kekuasaan politik Thai dan membina hubungan-hubungan dengan dunia Melayu, denga Islam sebagai faktor pemersatunya.[9]
C. Karakteristik Islam
1. Karakteristik Islam di Filipina
Wilayah Filipina yang membentang disinggahi para saudagar Muslim, yang melakukan pelayaran dari Laut Merah ke Laut Cina. Pedagang Muslim pada abad ke-10 singgah di Kalimantan dan beberapa di antaranya ada yang menetap di Sulu pada awal abad ke-13. Pada masa itu pula para pendakwah Islam (mahdumin) dari kepulauan Indonesia yang berdekatan berusaha menyebarkan agama, yang dipengaruhi sufisme dan masjid-masjid sederhana didirikan.
Ketika Malaka berada pada puncak kejayaannya kota itu menjadi pusat Islam dan banyak khatib menyebar ke berbagai kepulauan lainnya. Namun pada tahun 1511, pusat perniagaan Islam internasional itu jatuh ke tangan Portugis. Para anggota kerajaan melarikan diri ke daerah-daerah lainnya dan beberapa di antara mereka mendirikan kerajaan baru, seperti di pantai barat Mindanao. Para pendiri dan penerus meluaskan kekuasaan ke wilayah selatan, yang sekarang termasuk provinsi Cotabato.
Dengan jatuhnya Malaka mendorong Brunei muncul ke pentas sebagai kekuatan kelautan dan perniagaan terkemuka. Pada tahun 1520 para pedagang dan khatib yang tiba di Filipina meningkat.[10]
2. Karakteristik Islam di Thailand
Thailand merupakan negeri yang bebas. Mayoritas penduduknya menyukai kehidupan malam, pergaulan bebas, dan minum minuman keras. Setiap rumah terdapat kuil kecil di mana mereka meletakkan sesaji. Bahkan biasanya para pedagang pun meletakkan sesaji itu di toko mereka. Pengagungan mereka pada kerajaan pun sudah melampaui batas. Raja dianggap sebagai keturunan dewa sehingga mereka menjadikannya sesembahan. Biksu pun mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Mereka akan memberikan apapun jika bertemu biksu, hanya untuk mendapatkan berkat dari mereka.
Karena itu, biasanya kaum muslimin di Thailand hidup berkelompok supaya dapat saling menjaga. Di dekat masjid biasanya ada perkampungan muslim. Selain itu, ada juga beberapa daerah di Bangkok yang memiliki persentase penduduk muslim yang cukup besar. Mereka berusaha membuat lingkungan yang baik supaya dapat hidup di luar gelimang kemaksiatan tadi.[11]
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Islam
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Islam di Filipina
Di lihat dari aktivitas kerja, orang Islam bekerja di sector pemerintahan sebagai guru, administrator, personil angkatan bersenjata, pegawai kantor kehakiman dan bahkan ada yang terpilih menjadi gubernur. Kaum muslim yang mendapat pendidikan sekuler cenderung mudah menyatu dengan Negara Filipina. Sebaliknya yang tidak mau menerima pndidikan sekuler dan hanya mendapatkan pendidikan agama secara tradisional, biasanya tidak menghendaki integrasi dengan Filipina, terutama kelompok elit local yang mendapat pendidikan di Timur Tengah. Antara kelompok elit tradisional dan masa terdapat jurang pemisah yang cukup lebar di kalangan masyarakat Moro. Identifikasi dan kesadaran etnik yang terjadi karena pembagian komunitas-komunitas muslim secara gografis, tampaknya samngat kuat. Namun, meskipun terdapat variasi dan perbedaan itu, terdapat prasaan persaudaraan keagamaan terutama ketika menghadapi persoalan yang sama.[12]
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Islam di Thailand
Pada puncak kekuasaan Patani selama awal abad ke 17, diletakkan dasar-dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Ini dimungkinkan oleh hubungan yang semakin intensif antara negeri Arab, yang merupakan pusat Islam, dan Asia Tenggara, yang ketika itu pusat perdagangannya adalah Patani. Ketika negara-negara kolonial Barat memperoleh tempat berpijak di Semenanjung Malaya, Patani sudah menghasilkan sarjana-sarjan Islam yang menulis karya-karya keagamaan yang orisinal dan menerjemahkan karya sarjana-sarjana Arabyang masyhur untuk khalayak pembaca Melayu. Menjelang pertengahan abad ke 18 dan awal abad ke 19, Patani benar-benar patut dijuluki tempat kelahiran Islam di Asia Tenggara. Bahkan seorang Patani asli, Daud Ibn Abdillah Ibn Idris al-Fatani, yang dalam 1809 menulis banyak risalah tentang teologi Islam (ushuluddin) dan ilmu hukum (fiqh), diakui sebagai salah seorang ulama terkemuka mengenai ilmu-ilmu Islam di Asia Tenggara.[13]
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Tenggara, di unduh pada hari Selasa tanggal 17 Juni 2014 pukul 23:32 WIB
[2] Saifullah, Sejarah & Kebudayaan di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 118
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Tenggara, di unduh pada hari Selasa tanggal 17 Juni 2014 pukul 23:32 WIB
[4] Saifullah, Sejarah & Kebudayaan di…, hlm. 82
[5] Malise Ruthven with azim nanji, Historical atlas of islam, (Cambridge: Harvard university press, 2004), hlm. 152-153
[6] Saiful Muzani, Pembangunan Dan Kebangkitan Islam Di Asia Tenggara, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1993), hlm. 198-199
[7] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media, 2009), hlm. 453
[8] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 211.
[9] Surin Pitsuwan, Islam Di Muangthai, (Jakarta: PT LP3ES, 1989), hlm.36-37
[10]Caesar A Majul, Islam di Asia Tenggara, Perspektif Sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm.99
[11]Nafi’ Mubarok Dawam, Islam Di Thailand, http://nafimubarokdawam.blogspot.com/2013/06/islam-di-thailand.html, di unduh pada hari Selasa tanggal 17 Juni 2014 pukul 22.54 WIB
[12] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011), hlm. 364-365
[13] Surin Pitsuwan, Islam Di Muangthai…, hlm. 38